poetlady

magnolia ; i got you • 467 | part (3/3)

Lautan manusia yang memenuhi wilayah hutan itu akhirnya membubarkan diri setelah Diskoria Selekta menutup pertunjukannya. Waktu menunjukkan tepat pukul satu lebih tiga puluh menit dini hari saat Taehyung mengecek layar handphonenya.

Ia dan teman-temannya benar-benar menikmati penampilan apik yang dipersembahkan oleh dua orang disc jockey ternama itu. Duo itu berada di panggung tempat Alextbh sebelumnya tampil, membuat mereka harus berjalan naik menyusuri hutan lagi yang jalannya menanjak. Trio kucil beberapa kali terengah-engah lantaran sudah cukup lelah, ditambah lagi dengan banyaknya penonton yang berjalan berlawanan arah dengan mereka untuk menuju pintu keluar hutan.

Namun rasa lelah mereka terbayarkan saat mendengar Diskoria memainkan lagu-lagu hits pada tahun 90-an hingga 2000-an yang diberi sentuhan musik disko sedemikian rupa.

Lagu-lagu yang dibawakan oleh mereka berdua membuat suasana di festival menjadi seru, dan juga panas, dalam arti yang sesungguhnya. Seluruh tubuh Taehyung dan teman-temannya basah kuyup karena keringat, akibat berlompat-lompat mengikuti irama musik bersama para penonton.

Setelah membawakan beberapa lagu lawas yang Jeongguk dan Taehyung hafal betul, akhirnya duo itu mengakhiri penampilan mereka dan akhirnya turun dari panggung.

Jeongguk dan Taehyung mendahului teman-temannya, memimpin jalan di depan untuk sesekali memberitahu bagaimana medan mereka saat turun menuju ke pintu keluar festival. Mereka tidak bisa mempercepat langkahnya untuk segera keluar karena banyaknya manusia yang membubarkan diri bersamaan. Tidak hanya itu, banyaknya sampah bekas jas hujan ponco yang kotor memenuhi jalanan dan taman di kanan kiri mereka.

Jujur, sejak tadi Taehyung tahu bahwa kakaknya sudah kelewat kesal melihat hutan itu dipenuhi sampah. Namun Namjoon berusaha menahan amarah dan kekesalannya. Taehyung yakin, kakaknya itu benar-benar akan berkomentar dan meluapkan amarahnya panjang lebar saat sudah masuk kedalam mobil mereka.

“Gimana, geng, kesan dan pesan? Tahun depan mau ke sini lagi?” Tanya Taehyung pada teman-temannya sambil terkekeh, memancing emosi mereka dengan kata-katanya.

Jimin yang berjalan di belakang Taehyung itu hanya menanggapi dengan menjitak bagian kepala belakang sahabatnya itu. Taehyung hanya bisa meringis sambil tertawa.

Para sahabat Jeongguk menjawab dengan diwakili Mingyu, yang berkata panjang lebar dengan nada kesal dan mengumpat. “Anjing, menurut lo aja, Tae. Gue ogah ya. Pokoknya kita habis ini kalau nonton apapun mending di dalam ruangan aja, atau yang sudah ketahuan track recordnya bagus deh, dari segi apapun.”

Mendengar Mingyu tidak henti-hentinya berbicara sambil diselingi dengan kata-kata kasar, Jeongguk hanya bisa tertawa sambil melihat ke sekeliling. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya bingung.

Festival ini benar-benar diluar dugaannya.

“Kalau aku sih, nggak mau, deh, Tae. Cukup sekali, sekian terima kasih,” kata Jeongguk menimpali, sambil menggandeng telapak tangan Taehyung yang hangat. “It was fun because of the performers and you guys.”

Jeongguk lalu mengangkat tangannya yang sedang Taehyung genggam lalu melanjutkan lagi untuk bertanya pada kekasihnya. “And because it was with you. Did you have fun?”

Sambil berjalan bersisian, Taehyung lalu tersenyum dan merangkul bahu Jeongguk, memeluk kekasihnya itu erat. Ia lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Jeongguk untuk mencium pelipis kekasihnya. “Of course I did, Jeonggukie. Walaupun agak capek, but I enjoyed it.”

Tak lama kemudian, mereka berhasil keluar dari kawasan hutan itu dan disambut oleh banyaknya kendaraan yang berhenti. Oleh karena gelap dan minim penerangan, Jeongguk sama sekali tidak menyadari bahwa kendaraan yang ada; mobil, minibus, van, bahkan bus besar sedang berhenti, bukan karena sedang parkir.

Setelah berjalan beberapa langkah sambil menunduk, karena ia khawatir terpeleset, Taehyung dengan sigap menggandeng tangan kekasihnya untuk membimbing. Ia lalu mengangkat kepalanya untuk mengucapkan terima kasih, melihat Jimin dan Namjoon berjalan di depannya, sedang teman-temannya mengekor dari belakang.

Mereka berjalan ke bawah menuju jalanan utama tanpa suara, hanya sesekali terbatuk-batuk karena udara dingin mulai menusuk tubuh. Jeongguk yang sedari tadi masih tetap melangkahkan kakinya dengan menunduk, mencoba untuk mengangkat kepalanya karena lehernya pegal.

Jeongguk lalu melihat jalanan utama yang masih cukup jauh dari jarak pandang matanya, namun masih melihat banyak kendaraan di sampingnya.

Sebentar..., batinnya.

“Taehyung, ini mobil... semua... ada penumpangnya?” Jeongguk bertanya dengan heran pada Taehyung yang berjalan di depannya, masih menggandeng tangannya erat.

Kekasih Jeongguk itu hanya menggumam, menoleh sekilas padanya lalu melihat ke arah depan lagi. “Iya, sayang. Ini mereka kena macet. Nggak jalan sama sekali tadi aku dengar, sudah dari jam dua belas.”

“Hah? Ini mereka sama sekali nggak gerak dari tadi? Hah...,” tanya Jeongguk dengan nada tidak percaya, mencoba berkali-kali memahami jawaban kekasihnya. Apa karena efek mengantuk dan lelah, maka ia merasa kata-kata Taehyung kurang jelas?

“Ini macet, sayang,” jelas Taehyung lagi, sambil mengusap pelan punggung tangan Jeongguk. “Makanya dari tadi aku sama kakak lagi mikir, kita mau lewat mana pulangnya; jalan tadi atau lewat Tangkuban Perahu.”

Oh my God, berapa lama lagi mereka harus menempuh perjalanan? Mereka sudah sangat lelah dan rasanya ingin rebahan saat ini juga. Ini sudah gila, bagaimana nasib orang-orang yang terjebak macet itu dan tidak bisa keluar dari daerah Cikole?

“Kamu mau nyetir lagi?” Tanya Jeongguk kemudian pada Taehyung dengan nada khawatir.

Gila sekali, melihat banyak kendaraan sedari tadi sudah mematikan mesin, karena sepertinya tidak ada harapan kemacetan akan terurai.

Ia melihat Taehyung menggeleng pelan, lalu menjawab pertanyaan Jeongguk dengan menghela napas. “Tadi kakak sudah bilang, dia aja yang nyetir pulang. Nanti kita mau tanya orang dulu, sayang, sebaiknya lewat mana.”

Oh Tuhan, apakah mereka tidak bisa membawa mobil mereka terbang saja? pikir Jeongguk.

Setelah perjalanan yang cukup panjang dari pintu keluar festival, akhirnya mereka sampai di jalan raya utama dan disambut dengan banyaknya kendaraan yang semrawut, dan tentu, berhenti. Mereka mendengar riuh manusia sedang marah-marah, berbicara ditelepon, tertawa, dan mengeluh. Semua bercampur jadi satu.

Jalanan yang tadi mereka lewati sekarang sudah dipenuhi dengan kendaraan yang turun satu arah.

Jeongguk hanya bisa menganga, melihat lalu-lintas benar-benar berhenti, tidak bergerak sama sekali.

Jimin yang saat ini sudah berjalan bersisian dengan Jeongguk lalu berkata, “Gue udah capek banget, jujur, Gguk. Mau sampai jam berapa kita di sini?” Terdengar suara Jimin sudah serak seperti kelelahan. Sahabat kekasihnya itu juga terdengar mengeluh.

Pantas lah Jimin bereaksi demikian, perjalanan pulang mereka masih sangat lama.

Trio kucil, Namjoon, dan juga Taehyung terlihat sedang mengobrol dengan seorang bapak, sepertinya menanyakan sebaiknya jalan mana yang harus mereka lewati untuk kembali ke Bandung. Jeongguk lalu menghampiri mereka, menempelkan dadanya pada punggung Taehyung untuk mendengarkan pembicaraan mereka.

Jeongguk menaruh dagunya pada bahu Taehyung, membuat kekasihnya itu refleks menoleh lalu mencium pelipisnya.

“Dari sini ke pintu tol hanya tiga puluh menit, A',” kata bapak itu sambil menunjuk layar handphone Namjoon yang menampilkan rute jalan kembali ke vila.

Namjoon lantas mengangguk dan mengucapkan terima kasih, lalu mengajak teman-teman adiknya untuk segera berjalan menuju tempat mobil mereka diparkir.

Kakak Taehyung itu lantas meminta kunci mobil dari Taehyung lalu langsung membuka sisi pintu kemudi, melangkahkan kakinya masuk kedalam mobil.

Jimin dan Jeongguk sudah terlihat berjalan ke arah jok belakang saat Jeongguk mendengar Taehyung mengajaknya berbicara.

“Sayang, aku duduk di depan nemenin kakak, ya. Kamu duduk di belakang dengan Jimin aja, supaya bisa tidur. Ya?” Taehyung lalu menghampiri Jeongguk, merengkuh tubuhnya dan memeluknya erat. Ia lalu memundurkan wajahnya untuk mencium kening kekasihnya. “Pisah dulu ya, nanti peluk cium lagi kalau sudah sampai vila.”

Jeongguk hanya tertawa pelan, lalu mengangkat tangannya untuk mencubit hidung kekasihnya. “Ampun deh kamu, cuman sebentar kok. Katanya cuman tiga puluh menit, kan, ke Bandung? Nanti jam tiga juga sudah bisa peluk cium lagi kok.” Ia lalu mencium bibir Taehyung cepat yang terdengar meringis.

“Ya tapi aku bakal tetap kangen,” kata Taehyung sambil membalas ciuman Jeongguk lebih lama. Sebagai bekal selama berpisah nanti, katanya.

“Gue kira kebucinan kalian bakal berkurang karena capek, nggak tahunya masih sama aja ya,” kata Yugyeom asal, membuat mereka semua tertawa karenanya.

;

Tiga puluh menit? Tidak. Tiga jam.

Namjoon beruntung, Taehyung menemaninya di kursi depan selama ia menyetir.

Hell, entah ia salah jalan atau memang seorang bapak yang ia tanyai tadi salah memberi informasi. Mobil mereka benar-benar melewati jalanan sempit di perkampungan. Tidak ada cahaya apapun, tidak ada satu kendaraan pun yang lewat dengan mereka, ataupun berpapasan dengan mereka.

Namjoon yang sedikit penakut, beruntung ditemani oleh Taehyung yang tidak berhenti mengajaknya mengobrol, untuk menghindari kantuk.

Jam digital pada dasbor van itu menunjukkan pukul lima pagi saat akhirnya Namjoon melihat pintu tol Padalarang dari kejauhan. Ia menghela napas panjang karena lega, seperti menemukan titik terang sehabis berputar-putar di dalam labirin.

“Tae, lo tidur aja. Gue kalau dari pintu tol sini sudah tahu jalan. Thanks, ya, sudah nemenin gue.” Namjoon berkata sambil menoleh pada adiknya yang sudah terlihat mengantuk. Kedua mata Taehyung sudah terlihat berat, sebentar lagi adik Namjoon itu pasti akan tertidur.

No worries. Tapi nanti mampir McD yang buka 24 jam ya, kak? Beliin anak-anak makan dulu. Kita udah kelaparan kan dari tadi, mending kita drive-thru aja, lalu nanti makan di vila. Baru setelah itu istirahat dan tidur, how's that sound?” Taehyung mengusulkan sambil mengerjapkan matanya yang sudah sakit, lalu menguap karena benar-benar mengantuk.

Taehyung melihat kakaknya mengangguk, menjawabnya setuju di sampingnya.

Tak sanggup lagi membuka matanya, akhirnya Taehyung tiba-tiba terlelap karena sudah tidak bisa menahan lelah dan rasa kantuknya.

magnolia ; i got you • 458 | part (2/?)

Guys, ayo siap-siap. Satu setengah kilometer lagi kita sampai. Langsung bawa ponco ya, sama boots langsung dipakai.” Namjoon berkata, memecah keheningan yang benar-benar memenuhi seisi mobil sejak tadi. Ia lalu menghela napas, melirik layar handphonenya yang menunjukkan pukul sembilan malam tepat.

Sudah enam jam lamanya mereka menempuh perjalanan dari Ciumbuleuit sampai tiba di daerah Cikole dengan selamat. Mereka melewati kemacetan yang tidak kunjung berkurang, hujan deras yang berkali-kali sekadar 'numpang lewat' saja, dan aspal jalanan yang cukup licin—membuat adiknya itu harus ekstra hati-hati mengemudikan van sebesar ini hanya dengan bermodalkan aplikasi maps dihandphone mereka.

Beberapa saat setelah kejadian pertengkaran kecil antara Taehyung dan Jeongguk tadi, Jimin terlebih dulu terbangun karena ia sempat mendengar samar-samar sahabatnya bertanya pada penduduk sekitar, apakah ada jalan pintas yang lebih cepat untuk dapat dilewati. Namjoon yang merasakan bahunya tidak ada beban, lantas terbangun dan memicingkan matanya kemudian.

“Belum dekat ya, Tae?” Namjoon bertanya pada adiknya singkat, lalu seketika merasa ada yang aneh dengan atmosfer di mobil saat itu. Ia sempat melirik ke arah Jeongguk yang terlihat sedang menyandarkan kepalanya pada kaca mobil di sampingnya.

Jeongguk seperti sedang tertidur.

Apa yang sudah ia lewatkan? batinnya dalam hati.

“Belum, kak. Masih jauh. Lo tidur aja lagi,” jawab Taehyung sekenanya, tanpa menoleh ke arah Namjoon.

Kakak Taehyung itu lantas menoleh ke arah Jimin yang sedang terlihat mengetik sesuatu dihandphonenya. Ia lalu merasakan benda elektronik yang sedang ada dipangkuannya bergetar, tanda pesan singkat baru saja masuk.

Namjoon lalu mengambil handphonenya dan menyalakan tombol power, melihat sekilas pesan singkat dari kekasihnya sambil mengernyitkan dahi.

'Kata anak-anak, Taehyung sama Jeongguk habis berantem, Moni.'

Namjoon yang membaca pesan itu pun langsung menoleh dengan cepat ke arah kekasihnya. Jimin hanya menggeleng sambil mengangkat kedua bahunya. Namjoon lalu mengucapkan sesuatu tanpa suara pada kekasihnya, menanyakan apa sebabnya adiknya dan Jeongguk bertengkar. Sahabat Taehyung itu hanya menjawab tanpa suara bahwa ia juga tidak tahu.

Sepanjang perjalanan dari tempat itu hingga sampai di Cikole, suasana didalam mobil benar-benar hening, hanya terdengar sayup-sayup beberapa lagu dari saluran radio yang sedari tadi sudah terulang sebanyak tiga kali.

Tidak ada satupun dari mereka yang memulai pembicaraan. Hanya sesekali Namjoon mendengar helaan napas kasar adiknya yang terlihat sedang menumpukan kepalanya dengan kepalan tangan, pun sikunya disandarkan pada pintu mobil.

Namjoon hanya menggelengkan kepala melihat adiknya benar-benar tidak bergeming. Ia lalu mengambil handphonenya dan mengetik sesuatu, kemudian mengirimkannya pada Taehyung.

;

Berkat arahan dari warga sekitar yang bersukarela menjadi pengarah parkir, akhirnya Taehyung berhasil menemukan satu tempat untuknya memarkirkan van itu. Cukup jauh memang dari pintu masuk, namun Taehyung ingin mencari aman saja.

Jujur, saat mereka sebentar lagi tiba di lokasi festival, Taehyung benar-benar melihat lajur kanan tidak bergerak sama sekali. Mobil rasanya seperti mengantre dalam kemacetan. Taehyung kira, semua mobil dan motor itu tengah parkir.

Namun tidak, ia bisa melihat jelas dari dalam mobil bahwa semua kendaraan itu berpenumpang. Ia hanya bisa menggelengkan kepala heran saat melihat itu.

Kenapa sampai bisa gila begini ya? So weird, batin Taehyung.

Sebenarnya, mereka sudah sempat melewati pintu masuk wilayah tempat festival diadakan, namun Namjoon menyarankan untuk tidak mencari parkir di sana. Seorang bapak yang sedang berdiri di tengah jalan pun tidak memperbolehkan mereka masuk untuk mencari parkir.

Akhirnya, Taehyung berinisiatif untuk mencari parkir di tempat lain.

Setelah merasa aman dengan slot parkir yang ia pilih, Taehyung akhirnya mematikan mesin van itu lalu melepas seatbeltnya. Jeongguk masih terlihat tertidur pulas di sampingnya. Taehyung lalu meminta tolong pada Jimin untuk mengambilkan kantong plastik miliknya dan Jeongguk yang berisi boots.

Melihat kondisi cuaca yang tidak separah tadi selama di perjalanan, ia memutuskan untuk tidak membawa jas hujan ponco ya. Instead, ia hanya mengambil milik Jeongguk dan memasukkannya kedalam tas kecil milik Taehyung.

Taehyung hendak mematikan aplikasi maps yang sudah tidak digunakannya saat ia dengan tidak sengaja melihat notifikasi pesan singkat dari kakaknya untuknya, hampir satu jam yang lalu.

Ia mengernyit sesaat sebelum membaca pesan singkat itu. Taehyung menghela napas berat sesaat setelah membaca pesan itu yang berisi:

'Waktu lo bangunin Jeongguk nanti, minta maaf dulu. Setidaknya minta maaf duluan, biar suasananya lebih enak. Masa mau seneng-seneng tapi lo berdua malah berantem?'

Taehyung hanya membalas pesan kakaknya itu dengan 'yeah, okay' lalu mematikan handphonenya. Ia lalu menggeser posisi duduknya dan menghadap ke arah Jeongguk. Ia sudah tidak mendengar obrolan teman-temannya yang sedang sibuk membereskan barang-barang mereka untuk dibawa turun.

Terakhir, Taehyung hanya mendengar Mingyu dan kakaknya sedang membicarakan tentang boots yang mereka kenakan.

Saat ini, Taehyung sedang fokus memandangi kekasihnya yang terlihat masih tertidur, lalu menghela napas pelan.

Semoga dia nggak bad mood saat bangun, pikir Taehyung.

“Jeonggukie. Sayang.” Panggil Taehyung pelan, sambil tangannya mengusap lengan kekasihnya itu, sedikit menepuk untuk membangunkannya. “Kita sudah sampai nih, bangun yuk.”

Kekasih Taehyung itu pun lantas terkejut lalu mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Terlihat ia meregangkan tubuhnya lalu mengusap kedua matanya dengan mengepalkan kedua tangannya, membuat Taehyung rasanya ingin menarik tangan kekasihnya dan memeluknya.

Namun ia urung. Mungkin tidak sekarang ia meminta maaf. Jeongguk hanya menggumam, mengucapkan terima kasih pada Taehyung, lalu sibuk mempersiapkan diri.

Kekasih Jeongguk itu hanya tersenyum simpul dan memutuskan untuk menyibukkan dirinya. Ia sudah memakai sepatu bootsnya dan hendak membuka pintu mobil untuk melangkahkan kaki ke luar, saat ia merasakan Jeongguk mengalungkan kedua tangannya pada leher Taehyung.

Ia merasakan hembusan napas Jeongguk pada tengkuknya; hangat, ditengah udara dingin Cikole yang menusuk tulangnya.

“Taehyung... maaf,” bisik Jeongguk lirih. Taehyung merasakan bibir Jeongguk yang tengah mengecup belakang kepalanya bergetar; tanda bahwa kesayangannya itu sebentar lagi akan menangis. “Maaf ya, I lashed out and ruined everything.”

Mendengar Jeongguk yang bicaranya sudah mulai asal, Taehyung lantas meraih kedua tangan kekasihnya untuk dilepaskan dari lehernya, lalu ia membalikkan tubuhnya Taehyung sempat melirik ke arah luar mobil, teman-temannya dan kakaknya tengah berbincang mengenai entah apa sambil sesekali tertawa.

Ia mengangkat kedua tangannya untuk menangkup wajah Jeongguk, lalu mengusapkan kedua ibu jarinya pada daerah kantung mata bulat kekasihnya itu. “Sayang, ngomong apa deh? You didn't ruin anything, okay? Aku juga minta maaf ya kalau bercandanya kelewatan. I chose the wrong words.”

Taehyung lalu memajukan wajahnya untuk mencium bibir Jeongguk, pelan namun pasti, berusaha memberikan rasa nyaman dan menyampaikan permintaan maafnya lewat ciuman itu. Ia merasakan otot wajah Jeongguk yang tegang seketika meregang. Ia lalu menyunggingkan senyum diantara ciuman mereka, lalu membisikkan kata-kata maaf.

I love you, maaf ya, Jeonggukie.” Kata Taehyung singkat lalu mendaratkan ciuman di kedua pipi dan dahi kekasihnya. “Turun, yuk? Biar bisa ngejar performance artis lain.”

Jeongguk lantas menggumam tanda setuju dan membalas Taehyung dengan 'I love you too, Tae,' lalu dengan cepat merapikan pakaian yang agak kusut karena tertimpa saat ia tertidur tadi. Jeongguk pun tidak lupa untuk mengambil bucket hatnya yang sempat ia lepas dan letakkan di dasbor mobil. Mengenakan sepatu bootsnya kemudian, ia lalu membuka pintu mobil dan melangkah turun.

Setelah Taehyung dan Namjoon melakukan double check, akhirnya mereka pergi dari sana, menuju pintu masuk festival.

;

“Gila, becek banget, jir. Celana lo naikin deh, kak Namjoon. Atau masukin dalam boots. Mana pakaian lo dari atas sampai bawah warnanya bikin kelihatan kalau kotor,” usul Eunwoo setelah menemani Taehyung menukar tiket mereka dengan wristbands di salah satu loket yang masih buka.

Saat mereka tiba di pintu festival, jujur, Jeongguk benar-benar rasanya ingin menganga hingga rahangnya jatuh ke tanah. Ia tidak menyangka bahwa jalanan itu benar-benar digenangi oleh lumpur. Ia merasa beruntung dan berterima kasih pada Taehyung, karena telah menyarankan mereka untuk mengenakan sepatu boots tinggi ke festival ini.

Jeongguk sempat melihat beberapa penonton festival yang hendak berjalan ke pagar pintu masuk festival, kaki dan pakaian mereka sudah kotor karena lumpur hingga ke bagian lutut.

Hujan deras yang beberapa kali mengguyur Lembang dan sekitarnya tanpa ampun sepertinya benar-benar melelehkan tanah dari mana, Jeongguk juga tidak tahu. Gerombolan penonton festival lainnya yang melihat rombongan Jeongguk dan kawan-kawan berjalan ke arah pintu masuk, terdengar memuji mereka.

“Wah, rombongan itu pakai boots, lihat deh. Mestinya kita begitu ya, biar nggak kena lumpur begini,” celetuk salah satu pria yang sedang berbicara dengan teman-temannya.

Taehyung yang mendengarnya lantas menunduk untuk menyembunyikan senyumnya, rasanya senang secara tidak langsung mendengar orang lain yang tidak ia kenal, memuji inisiatifnya mengenakan sepatu boots.

Mereka berjalan menuju pintu masuk; Taehyung yang sedang merangkul pundak Jeongguk, diikuti oleh Jimin dan Namjoon di belakangnya. Para sahabat Jeongguk terlihat berjalan beberapa langkah mendahului mereka, sambil mencari tahu letak festival itu berlangsung.

Jalanan benar-benar gelap, tidak ada tanda-tanda sebuah festival berlangsung. Seharusnya, suaranya keras sound system dan riuh penonton sudah terdengar dari pintu masuk.

Namun, mengapa mereka sama sekali tidak mendengar apapun?

“Mas, maaf, ini festivalnya di mana, ya?” Taehyung bertanya pada salah satu panitia yang sedang memindai barcode yang tertera pada wristbands mereka. Ia mengernyit bingung, berusaha mencari dengan kedua telinganya, sumber suara para performer festival.

Mendengar pertanyaan itu, sang panitia lalu menjawab pertanyaan Taehyung. “Nanti kakak tunggu aja, ada shuttle yang membawa kakak dari sini sampai lokasi. Pasti ada yang lewat kok, ditunggu aja, kak.”

Taehyung hanya membalas dengan ber-oh-ria lalu memasuki wilayah hutan yang gelap, tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Ia hanya melihat dengan jarak pandang matanya, beberapa orang dengan sepeda motor, seperti sedang 'mangkal' di pinggir jalan.

“Tae, mau nunggu shuttle atau naik ojek ke atas? Ini masih tiga kilometer nanjak. Nggak mungkin jalan kaki, kan?” Tanya Jimin pada Taehyung, sedang Namjoon terlihat sedang bertanya pada beberapa ojek di sana, sepertinya menanyakan tentang tarif.

“TIGA KILOMETER?” Jeongguk berteriak agak kencang karena kaget. “Lo yang bener?” Jeongguk bertanya lagi kemudian.

Pantas saja, lokasinya ternyata masih jauh! Jeongguk pun melihat ke arah jalan di depannya yang benar-benar menanjak dan seperti tidak berujung.

Jimin hanya mengangguk menanggapi Jeongguk, lalu berkata pada Taehyung yang terlihat kaget dengan informasi bahwa perjalanan masih tiga kilometer lagi. “Menurut gue sih yaudah bayar aja berapa ojeknya nggak sih? Tadi gue lihat ada shuttle, tapi ya penuh. And yet lo mau ngejar Alextbh yang harusnya kalau on schedule, bentar lagi manggung, Tae.”

Setelah berembuk dengan teman-temannya dan kakaknya, akhirnya Taehyung memutuskan untuk mereka menumpangi ojek masing-masing untuk sampai di pintu masuk festival yang kedua. Taehyung mempersilahkan Jeongguk untuk pergi lebih dulu, disusul oleh trio krucil dan Jimin, lalu Taehyung, dan yang terakhir adalah kakaknya. Mereka berhasil menawar pada beberapa ojek untuk mengenakan tarif sebesar dua puluh lima ribu rupiah saja.

Saat sudah diatas motor dan dibonceng oleh seorang bapak, Taehyung akhirnya bertanya pada beliau. “Pak, ini tadi yang ke festival, semuanya naik motor? Atau pakai mobil?”

Angin dingin Lembang benar-benar menusuk kulit Taehyung yang hanya tertutup hingga sikunya. Ia seketika mengumpat, berpikir mengapa ia tidak menggunakan pakaian lengan panjang hari ini.

Tanpa menoleh, sang supir ojek itu menjawab Taehyung dengan santai, lengkap dengan logat Sundanya. “Dari tadi juga banyak shuttle, A',” jawab supir ojek padanya dengan sebuatan Aa* sebelum menyambung lagi. “Tapi ya gitu, A', kayak nunggu jodoh. Lama. Hehehe.”

Taehyung rasanya ingin tertawa keras, kalau saja angin tidak membuat bibirnya bergemeletuk karena kedinginan.

Tiba-tiba tidak lama kemudian, Taehyung hampir terjatuh dari motor itu karena sang supir ojek ternyata menerabas jalanan berlubang.

“Pak, hati-hati atuh. Kalau saya jatuh barusan gimana?” Kata Taehyung setengah mengeluh, namun tetap berusaha untuk sopan.

“Kalau jatuh ya, jatuh aja, A'. Paling juga sakit, ya kan?” Sang bapak menjawab pertanyaan Taehyung sekenanya sambil tertawa dari balik helm, membuat Taehyung hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sesampainya mereka di pintu masuk kedua, akhirnya mereka masuk untuk diperiksa tas dan pakaiannya. Taehyung yang memakai sling bag tiba-tiba diberhentikan oleh seorang wanita dan diminta untuk bergeser ke samping dan diperiksa ulang.

Mengernyit, Taehyung bertanya singkat. “Ada apa, ya? Apa ada barang saya yang harus diambil?”

Salah satu panitia berkata sambil membongkar isi tas Taehyung. “Iya, kak, ini harus diambil,” kata seorang panitia itu sambil mengambil senter dari tasnya. Senter kecil itu memang sengaja ia bawa untuk digunakan saat masuk ke kawasan hutan itu. Hanya Taehyung yang membawa benda kecil itu diantara rombongannya untuk menerangi saat mereka menyusuri area yang terlihat gelap.

“Lho, tadi dengan panitia yang di depan, yang Mbak itu, katanya boleh?” Taehyung menunjuk salah satu panitia yang tadi meloloskannya. Padahal panitia yang memeriksanya di depan tadi sudah memperbolehkan Taehyung masuk dengan membawa senter itu; senter kesayangan milik ibunya yang selalu ia bawa ke mana-mana.

Panitia yang mengambil senter Taehyung itu menggeleng. “Nggak boleh, kak. Maaf.”

Taehyung rasanya ingin marah, over the goddamn flashlight, yes. Namun tenaganya sudah habis terbuang saat perjalanan menuju Cikole tadi, jadi ia memilih diam lalu menyerahkan senter milik ibunya itu.

Namjoon yang sudah melewati pemeriksaan itu akhirnya menghampiri Taehyung dan menepuk bahu adiknya. “Nanti gue cariin di Bandung. Mama pernah info katanya ada lagi toko yang jual senter serupa. Tenang aja.”

Adik Namjoon itu lalu hanya menghela napas, untuk kesekian kalinya, dan mengucapkan terima kasih pada perempuan itu.

Ia lalu berjalan menghampiri Jeongguk yang sudah mengulurkan tangannya untuk digandeng. Taehyung lantas menyambutnya dengan tersenyum, melihat Jeongguk yang tengah lompat-lompat kegirangan, because they fucking finally arrived at the festival. For real now.

Sesampainya mereka di area festival, banyak sekali penonton yang melihat ke arah mereka sambil mengangguk-angguk. Jeongguk sempat mendengar lagi beberapa komentar dari orang asing di sana, menyesal bahwa mereka tidak menggunakan sepatu boots seperti yang dilakukan olehnya dan teman-temannya. Ada rasa bangga menyeruak dari dalam hatinya. Ia ingin memberi Taehyung ciuman singkat di pipi, namun ia urungkan.

Berjalan beberapa langkah dari sana, akhirnya kedua telinga Jeongguk seperti mendengar lagu favoritnya samar-samar dinyanyikan. Berusaha mengingat-ingat lagu itu, walaupun agak sulit karena suara riuh penonton, akhirnya Jeongguk ingat dan langsung menarik-narik tangan Taehyung dan Jimin yang ada di samping kiri kanannya.

“Sayang, itu Alextbh! Ayo, ayo, cepet!” Jeongguk setengah berteriak dan melompat-lompat seperti kelinci, membuat Taehyung tertawa renyah.

Jimin dan Namjoon hanya dapat menggelengkan kepala mereka sambil tertawa. Sedang trio krucil; Eunwoo, Mingyu, dan Yugyeom sudah mengeluarkan handphonenya untuk merekam musisi asal Malaysia itu bernyanyi di atas panggung.

Tujuan Jimin sendiri menonton festival ini adalah performance HONNE di main stage; yang sudah diketahui bahwa mereka akan ditaruh di-line up terakhir, Payung Teduh; yang sayangnya terlewatkan karena mereka tiba sangat terlambat, dan Diskoria; yang jadwal tampilnya dilaksanakan setelah HONNE, tepat di panggung tempat Alextbh saat ini sedang bernyanyi.

Taehyung saat ini tengah bernyanyi dengan Jeongguk sambil menggerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri, seperti rumput yang bergoyang-goyang karena ditiup angin. Mereka menyanyikan 'Stoop So Low', salah satu lagu hits milik Alextbh yang menjadi salah satu lagu favorit Taehyung dan Jeongguk. Para penonton yang terlihat mengenakan jas hujan ponco pun ikut menggerakkan tubuh mereka, menikmati suara indah pria yang sedang berada di atas panggung itu.

Jeongguk sempat membatin, penampilan para penonton yang saat ini mengenakan jas hujan itu sudah benar-benar lepek dan kuyu. Kasihan sekali, pasti mereka sudah dari siang hari di sini, batin Jeongguk dalam hati, seketika merasa bersyukur karena ia dan teman-temannya masih berada di perjalanan pada saat hujan turun dengan deras.

Sesaat setelahnya, sang pria di atas panggung mulai menyapa para penonton dan saling bertukar sapa. Taehyung tidak memperhatikan dengan jelas, karena ia sekarang sedang menatap ke arah Jeongguk yang terlihat sedang tersenyum lebar.

Literally ear to ear.

Taehyung lalu meraih tangan Jeongguk dan mengusap punggung tangan kekasihnya itu pelan. “Are you happy?” Ia bertanya pada Jeongguk, yang akhirnya menatap sepasang manik hazel Taehyung sambil tersenyum lebar.

So fucking happy, Tae! Thank you so much, ya. Aku bener-bener seneng banget!” Jeongguk menjawab sambil terkekeh, mulutnya mengeluarkan asap karena udara yang terlalu dingin, setiap kali ia berbicara. Membuat Jeongguk lantas mengucapkan kata apapun sehingga bisa melihat asap lagi dari mulutnya sendiri.

Melihat kekasihnya seperti itu, Taehyung hanya tersenyum teduh, lalu menarik tangan Jeongguk untuk merangkul bahunya. Taehyung lalu mendaratkan kecupan di hidung Jeongguk, membuat kekasihnya itu hanya terkekeh lalu membalas Taehyung dengan memeluk punggungnya.

“Sama-sama, sayang,” bisik Taehyung lirih, lalu mengecup puncak kepala Jeongguk sambil memeluknya lebih erat. “By the way, you're warm, just like my hotpack. Kamu nggak kedinginan?”

“Bisa aja gombalnya ya, Pak Bos. Di mana pun, kapan pun,” ledek Jeongguk kemudian, membuat mereka berdua akhirnya tertawa. “Nggak, aku nggak kedinginan sama sekali. Kamu pakai aja ponco aku, Tae?”

Taehyung lantas menggeleng. Jeongguk dapat merasakan dagu kekasihnya itu sedikit menusuk puncak kepalanya karena Taehyung menggerak-gerakkan dagunya memutar. “Nggak perlu, Gguk. Aku takut kegerahan, karena kita bakal banyak lewat medan turun-naik nanti?”

Ia ingat tadi saat menumpangi ojek untuk sampai di pintu festival kedua. Tanjakan jalan yang mereka lewati tadi cenderung curam. Itu berarti, medan hutan tempat festival itu diadakan juga akan curam, sama seperti jalan di luar area festival.

Jeongguk hanya menanggapi dengan gumaman, lalu melepas pelukannya dari tubuh Taehyung dan menghadap ke arah panggung. Sang musisi favoritnya saat ini sedang menyanyikan lagu 'Like That', membuat Jeongguk lantas menoleh, memandangi kekasihnya.

Taehyung terlihat sedang tersenyum, wajahnya terkena lampu sorot panggung yang terang. Kulit indah Taehyung mengkilap layaknya madu. Rahangnya tegas. Senyum kotaknya lebar, memperlihatkan gigi putihnya. Kedua matanya yang berbinar, serius menonton tanpa menyadari bahwa sedari tadi Jeongguk memperhatikannya.

Suara Taehyung, damn, his voice, suara rendahnya yang membuat Jeongguk rasanya hampir gila.

Bagi Jeongguk, memiliki seorang kekasih seperti Taehyung layaknya anugerah sekali seumur hidup dari Tuhan. Momen istimewa seperti ini, membuat Jeongguk rasanya ingin bersyukur tanpa henti karena memiliki Taehyung. Kekasihnya itu selalu sabar, perhatian, tidak pernah meninggikan nadanya saat berbicara dengan Jeongguk.

Taehyung, layaknya malaikat yang selalu ada di sisinya. Rasanya tidak nyata, namun ia ada.

Sepertinya emosi Jeongguk karena perjalanan mereka tadi, pertengkaran kecilnya, dan karena suasana festival, melebur jadi satu.

“Taehyung,” panggil Jeongguk lirih, lalu kedua tangannya meraih salah satu tangan Taehyung yang sedang dimasukkan kedalam saku celananya.

Seketika Taehyung menoleh sambil tersenyum, sesaat luntur setelah melihat genangan pada kedua mata bulat Jeongguk.

“Sayang.” Jawab Taehyung sambil mengernyitkan dahinya khawatir. “Ada apa, Jeonggukie? Kamu mau duduk?” Taehyung bertanya sambil mengangkat tangan kanannya dan mengusap wajah Jeongguk dengan sayang.

Taehyung terlalu baik. Taehyung terlalu lembut.”

Jeongguk hanya bisa menggeleng lalu tersenyum, membuat genangan air matanya luber dan turun membasahi pipinya. Tangannya lalu memegang tangan Taehyung yang sedang menangkup pipinya.

“Aku bersyukur deh, Tae, punya kamu,” jawab Jeongguk dengan suara bergetar. Tangisnya hampir pecah, namun ia tidak ingin memancing perhatian beberapa penonton festival yang sudah melirik ke arah mereka berdua.

Taehyung hanya tersenyum, lalu hanya menjawab singkat. Damn, apa udara dingin memiliki pengaruh pada perasaan seseorang sehingga mereka bisa dengan mudahnya menjadi sensitif?

“Sayang, jangan nangis. Malu sama hujan.”

Ia lalu merasakan tinju dari Jeongguk dibahunya, yang lalu menghapus air matanya kasar dengan punggung tangannya.

“Lagi mellow gini emang paling bisa ya kamu ngerusak!”

;

“Geng, laper nggak, sih, anjrit. Perut gue udah nyanyi nih, dari tadi.” Jimin berkata saat mereka sedang berjalan pada conblock yang membentuk jalan setapak. Eunwoo dan Mingyu sudah berjalan mendahului mereka untuk pergi ke toilet. Sedang Namjoon sudah berjalan di depan sambil memegang handphonenya dan menyalakan fitur senternya sebagai sumber penerangan.

Jeongguk dan Taehyung tengah membicarakan beberapa hal dengan santai, sambil mengedarkan pandangan ke kanan dan kiri mereka. Festival ini sangat minim cahaya. Jeongguk perlu memicingkan matanya untuk melihat ada apa atau siapa di sampingnya. Terlihat banyak sekali sampah yang berserakan di kiri kanan hutan itu, ditambah lagi langit yang benar-benar gelap, membuat para penonton festival tidak bisa membedakan antara conblock dengan lumpur.

Tak jarang mereka berpapasan dengan penonton lainnya di jalan setapak itu, mengharuskan mereka untuk beberapa kali menggeser posisi agar orang lain dapat lewat dan berjalan. Taehyung beberapa kali terlihat menggelengkan kepalanya tidak percaya.

Ini adalah kali pertama ia menonton festival di alam terbuka dan sudah membuatnya trauma.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh lebih dua puluh lima menit malam hari, Taehyung baru saja mengecek layar handphonenya, saat Jimin berteriak lega karena menemukan satu area yang dipenuhi oleh manusia.

Ya, manusia, dengan suara riuh keramaian. Jeongguk yang sedang serius melihat handphonenya untuk membalas pesan ibunya, mengangkat kepalanya saat mendengar suara Jimin.

“Akhirnya, nemu juga tempat makan!” Seru Jimin sesaat sebelum ia melanjutkan dengan nada kecewa. “Damn, penuh, geng,” keluhnya.

Taehyung lalu mengedarkan pandangannya. Terlihat area di depannya itu seperti kantin terbuka, dengan menjual beberapa macam warung makanan yang benar-benar dipenuhi oleh orang yang mengantre untuk membeli. Ia sempat melihat tulisan soto, bakso, nasi goreng, dan beberapa warung yang menjual makanan umum lainnya yang bisa dinikmati.

Selain itu, di area bawah, terlihat beberapa warung yang menjual minuman, dengan antrean yang panjang dan hampir mengular.

Jujur, Taehyung sudah benar-benar haus dan membutuhkan minum, atau setidaknya makan. Pun ia memikirkan Jeongguk dan teman-temannya serta kakaknya yang sejak tadi seperti sudah loyo karena membutuhkan asupan energi. Ia pernah mendengar, udara di hutan pada malam hari tidak begitu sehat. Manusia yang begitu banyak di sana pasti sedang bersaing menghirup oksigen untuk diri sendiri, apalagi ditambah dengan pohon-pohon yang memang menghasilkan gas karbon dioksida pada malam hari dan ikut menghirup oksigen.

Melihat area 'kantin' terbuka itu penuh sesak semakin membuat Taehyung rasanya ingin muntah.

Sebenarnya ia bisa mengusulkan pada teman-temannya dan kakaknya untuk duduk di luar saja, namun ya, tetap saja tidak ada tempat. Jeongguk sudah menghilang sejak tadi dari sisinya, sepertinya kekasih Taehyung itu sedang sibuk mencari tempat duduk.

Tak lama kemudian, ia melihat Jeongguk dan Jimin sudah melambai-lambaikan tangan mereka dari sebuah meja panjang yang cukup untuk rombongan mereka duduki.

Akhirnya, Namjoon dan Taehyung segera melangkah ke arah mereka berdua dan mengambil duduk, sebelum ditempati oleh orang lain.

“Gue mau beli minum dulu, ya, Tae. Kalian pada mau apa?” Namjoon bertanya sambil berdiri dari duduknya, lalu mengeluarkan dompet lipat dari saku belakang celananya. “Mau beli minum di situ, tuh,” kata kakak Taehyung itu menunjuk ke arah antrean warung minuman yang panjang seperti ular tadi. Trio krucil sejak tadi sudah kembali dari toilet dan duduk bergabung dengan mereka.

Jeongguk yang melihat antrean itu lantas mengernyit. “Lo yakin, kak? Emang cuman toko itu doang yang jualan, ya?” Mendengar kakak kekasihnya itu menjawab ya, ia lalu bertanya lagi pada Namjoon. “Lo mau makan apa, kak? Biar nanti gue dan Taehyung beliin.”

“Apa, ya?” Namjoon berpikir sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari makanan yang ingin ia pesan. Tak menemukan yang menarik, ia lalu menjawab dan bertanya pada Jimin. “Bingung deh gue. Kamu makan apa, Jimi?”

Tak kunjung mendapatkan jawaban dari mereka berdua, Taehyung dan Jeongguk akhirnya memutuskan untuk mengantre terlebih dahulu. Mereka juga sempat menanyakan pada para sahabat Jeongguk dan diberikan hak untuk membeli apa saja.

Yang penting makanan, Tae, jawab Mingyu tadi. Mengantre lebih dari lima belas menit di toilet yang sangat ramai dan sesak tampaknya membuat mereka agak lelah.

“Yang, kita beli bakso aja, ya? Enak lagi dingin begini. Nggak apa?” Taehyung bertanya pada kekasihnya yang terlihat sedang mengusap-usap kedua lengannya sendiri, mengeratkan pelukan kedua tangannya untuk menghangatkan tubuhnya.

Taehyung tersenyum melihat tingkah lucu kekasihnya, lalu merangkul bahunya, dan menarik tubuh Jeongguk dalam pelukannya. “Sini aku peluk, biar hangat.” Tidak lupa Taehyung mendaratkan beberapa ciuman di pipi dan pelipis kekasihnya, membuat Jeongguk merasa nyaman dan kedua bahunya melemas.

“Aku ngantuk, jujur. HONNE masih lama ya, Tae?” Jeongguk bertanya sambil menguap lebar, mengepalkan tangannya untuk menutup hidungnya saat ia menguap.

Jujur, mungkin ini rasanya jika sudah lelah selama perjalanan namun tujuan yang ingin dilakukan belum tercapai. Jadi beginilah Jeongguk sekarang, menyandarkan tubuhnya pada dada Taehyung dan menaruh kepalanya di bahu kekasihnya sambil mengantre untuk membeli makanan.

Kekasih Jeongguk itu hanya menggumam, sambil melirik layar handphone yang ia keluarkan dari saku celana. “HONNE masih jam setengah dua belas, sayang. Satu jam lagi.”

“Masih lama. Ngantuk,” ujar Jeongguk pelan sambil mengerjap-ngerjapkan kedua mata bulatnya, berusaha keras agar ia tidak tertidur sambil berdiri. Ia merasakan pelukan Taehyung mengerat dan bibir kekasihnya itu tak henti-hentinya mengecup keningnya.

Taehyung terkekeh melihat kekasihnya sebentar lagi benar-benar akan tertidur. Masih tersisa waktu sekitar empat puluh menit untuk mereka makan dan minum, bersantai, sebelum HONNE akhirnya tampil.

“Jeonggukie merem aja, begini aja sandaran sama aku. Nanti kalau aku udah selesai pesan, aku bangunin. Okay?”

Menggeleng, Jeongguk menjawab sinis sambil menguap. “Nggak mau, nanti aku nggak bisa melototin orang-orang yang dari tadi ngelirik kamu.” Ia lalu menjulurkan lidahnya meledek Taehyung yang terlihat sedang tertawa karena jawaban kekasihnya barusan.

Bahkan Taehyung sama sekali tidak menyadari ada yang memperhatikan dan/atau meliriknya sedari tadi. Mungkin Jeongguk tidak sadar bahwa dirinyalah yang menarik perhatian karena parasnya dan outfitnya yang menurut Taehyung, sangat khas Jeongguk; serba hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Fashionable.

Jeongguk hanya bisa meringis karena Taehyung memukul dahinya barusan karena celotehannya. “Ngarang, Jeonggukie. Mereka mau sampai melotot sama aku pun, aku lihatnya cuman kamu.”

;

“Jadi lo daritadi ngantre setengah jam cuman beli tiga gelas es teh manis, kak...?” Taehyung berkata tidak percaya, saat Namjoon akhirnya menghampiri meja mereka dengan membawa tiga gelas ditangannya. “Gue kira lo beli milkshake, atau minuman apa gitu. Edan. Lama banget?!“”

Namjoon hanya bisa menggelengkan kepalanya heran, lalu mengambil duduk di sebelah Jimin yang baru selesai menyantap satu porsi nasi goreng gila yang ia beli di warung makanan tadi. “Ya, 'kan? Gila. Gue udah kehabisan kata-kata, Tae,” jawab Namjoon sambil membuka mulutnya karena Jimin hendak menyuapinya sesendok besar nasi goreng miliknya itu.

Yugyeom yang sedang meneguk sekaleng minuman bersoda, lalu membuang kaleng kosong itu pada tempat sampah terdekat sambil mengangguk. “Bahkan gue sampai ngobrol sama satu laki-laki, lulusan ITB, waktu gue ngantre beli minum.”

“Ya Tuhan, untung ada HONNE. Setidaknya hari ini gue nggak kesel-kesel amat,” ujar Eunwoo yang ditimpali dengan tawa nanar oleh Mingyu. Mereka berdua sejak tadi sudah diam saja, tidak ada tenaga untuk sekadar mengobrol hal sepele karena sudah lelah.

Mendekati jam setengah dua belas malam, para penonton festival terlihat perlahan meninggalkan area kantin untuk mencari tempat di area stage tempat HONNE akan tampil. Melihat itu, Taehyung lalu mengajak teman-temannya dan Namjoon yang sedang mengobrol serius dengan Jimin, untuk segera pergi ke arah main stage.

Selama mereka berjalan ke arah sana, tidak jarang dikagetkan dengan beberapa orang yang hampir tergelincir karena medan untuk berjalan ke bawah sana dipenuhi lumpur. Jeongguk merasa kasihan, melihat seorang wanita yang memakai celana pendek berwarna putih, sudah terduduk di atas conblock karena terpeleset. Beberapa orang teman wanita itu terlihat menghiburnya yang sudah menangis dan marah-marah karena kesal. Teman lainnya sedang berbicara ditelepon sambil menyerahkan beberapa lembar tisu basah untuk membersihkan lumpur yang sudah mengenai kakinya.

Lagi-lagi, ia merasa beruntung karena hari ini, ia dan teman-temannya memakai sepatu boots yang nyaman dan anti-slip. Ia berharap, semoga tidak ada lagi orang-orang yang terpeleset karena lumpur di hutan ini.

Di dekat area main stage, terdapat area VIP yang dipenuhi dengan beberapa bean bag untuk duduk. Jeongguk teringat, Taehyung sempat menanyakan padanya saat hendak membeli tiket festival dahulu, apakah ia ingin memilih area VIP agar dapat menonton HONNE lebih jelas.

Well, melihat dari kondisi area VIP itu sekarang yang sudah becek karena lumpur dan bean bag yang benar-benar hanya ditaruh begitu saja, ia tidak menyesal hanya membeli tiket yang biasa. Toh, sebenarnya dari area itu, ternyata panggung utama tidak begitu kelihatan.

Setelah sekitar sepuluh menit mencari titik berdiri yang nyaman, akhirnya mereka menemukan posisi yang jelas untuk menunggu dan menonton penampilan terakhir di festival itu. Eunwoo sebenarnya yang memberitahu mereka bahwa sudah tidak ada lagi akses untuk maju mendekati panggung, karena lahan itu sudah dipenuhi lautan manusia. Taehyung pun dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri, lautan manusia itu mengambil duduk di atas tanah dengan beralaskan jas hujan ponco.

Namjoon lalu menggeleng saat Yugyeom bertanya apakah mereka juga akan duduk. “Berdiri aja, Yug. Lebih aman, daripada duduk, nanti lo bisa merosot karena lumpur.”

Akhirnya, mereka sudah dengan nyaman berdiri di satu medan yang rata, aman bagi mereka untuk berdiri di sana dengan cukup lama. Panggung utama tertutup oleh layar besar di depan mereka, membuat mereka tidak akan bisa melihat HONNE secara langsung.

Taehyung sempat bertanya pada Jeongguk apakah kekasihnya itu ingin mencari tempat lain untuk menonton. Kekasih Taehyung itu lalu menggeleng dan tersenyum, meyakinkannya bahwa titik mereka berdiri ini sudah nyaman. Toh, layar besar ini benar-benar ada di depan mereka, membuat mereka dapat menonton dengan nyaman dan leluasa.

“Aku deg-degan, Tae.” Jeongguk berbisik pada Taehyung, yang sedang menggenggam dan mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya. “This is my first time watching them perform!” Pekik Jeongguk pelan, membuat teman-temannya dan Namjoon tertawa. Sedang Taehyung hanya menggumam sambil menarik tangannya, meninggalkan beberapa ciuman pada punggung tangannya.

“Iya, aku juga pertama kali ini. Nggak sabar ya, sayang?” Taehyung bertanya pada Jeongguk, melihat kekasihnya itu mengangguk cepat sambil menyunggingkan senyum lebarnya seperti kelinci. Ia lantas memajukan wajahnya dan mencium bibir Jeongguk cepat.

“PACARAN TERUSSS,” ledek Mingyu setengah berteriak ke arah mereka berdua, membuat rombongan mereka lantas tertawa terbahak-bahak karena tingkah jahilnya.

;

Entah sudah berapa kali orang-orang benar-benar terpeleset di depan mereka, karena lumpur tebal yang membentuk kubangan tepat di depan mereka berdiri.

Tak lama kemudian, terdengar riuh teriakan penonton layaknya sedang menonton pertandingan sepak bola di dalam stadion. Teriakan itu semakin lama semakin kencang, membuat Jeongguk menggerak-gerakkan kakinya tidak berhenti. Itu tanda bahwa sebentar lagi HONNE akan munc—

What's up, Bandung?”

“TAEHYUNG, OH MY GOD. THEY'RE HERE!” Jeongguk berteriak, melompat-lompat terlalu senang, namun suara teriakannya kalah dengan suara teriakan para penonton yang bergemuruh.

Taehyung hanya menoleh sambil menyunggingkan senyum kotaknya, masih tetap menaruh tangannya pada pinggang kekasihnya, menjaga Jeongguk agar tidak terpeleset seperti beberapa orang yang sedari tadi berlalu-lalang di depan mereka.

Trio krucil sudah siap dengan handphone masing-masing untuk merekam sambil sesekali berteriak menanggapi pertanyaan duo asal London, Inggris itu pada penonton.

Okay, it's Day 1 (One),” Andy berkata sambil James yang mengiringinya memulai memainkan instrumen lagu kesukaan Jeongguk itu.

Hell, semua karya HONNE adalah lagu favoritnya.

FUCK, TAE. IT'S DAY ONE! IT'S... AAAH!” Jeongguk berteriak tidak karuan, melompat-lompat kegirangan, membuat genggaman tangan Taehyung lepas.

Mereka mendengar instrumen diawal yang membuat seluruh penonton menjerit dan mulai ikut bernyanyi.

You'll always be my day one, day zero when I was no one. I'm nothing by myself. You and no one else. Thankful you're my day one, thankful you're my...” Andy memulai dengan suara khasnya dan diiringi James yang memainkan keyboard.

I got lucky Finding you I won big the day I came across you 'Cause when you're with me I don't feel blue Not a day goes by that I would not redo Everybody wants to love It's easy when you try hard enough That's right

Taehyung dan teman-temannya terlihat sangat menikmati penampilan HONNE yang dibuka dengan lagu hits mereka. Lagu itu cukup terkenal di kalangan anak muda; sepertinya duo asal London itu akan membawakan lagu dari album terbaru mereka.

Lagu berjudul 'Location Unknown' dan 'Me & You' membuat Jeongguk bernyanyi dengan bersemangat sambil tersenyum lebar.

Setelah sekitar tiga puluh menit HONNE menyanyikan lagu lainnya, akhirnya mereka sampai dipenghujung acara. Para penonton mulai mengeluarkan nada kecewa; menyayangkan karena rasanya penampilan mereka hanya sebentar.

Jeongguk lalu mendengar sang duo memainkan lagu, oh my God lagu favoritnya sepanjang masa. Menurutnya, lagu ini sangat menggambarkan suasana hati dan perasaannya pada kekasihnya selama ini.

You might be rough around the edges But them edges look good I got a lot of time for you baby You got a fistful of problems But just as any man should I’ll take some of your load off

I don’t need them drugs, ‘cause I’m hooked on you I don’t need no air, ‘cause I wanna breathe you ‘Cause even if I’m full I’d still have room to make this work We can make it work

“Taehyung, mau cium,” pinta Jeongguk sambil merapatkan tubuhnya pada Taehyung yang berdiri di sampingnya.

I got, I got, I got you You got, you got, you got me We’ve got each other and each other’s all we need

Kekasih itu Jeongguk hanya tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya untuk menyentuh dagunya. Jeongguk seketika memandang manik hazel milik Taehyung diantara gelapnya hutan, seiring lagu favorit mereka berdua dinyanyikan langsung oleh si empunya.

Taehyung lalu menatap lekat-lekat sepasang mata indah milik Jeongguk dan melirik bibir mungilnya bergantian. Udara di hutan saat ini dingin, namun mereka berdua merasakan hangat napas mereka yang sudah bercampur satu sama lain. Jeongguk lantas memajukan wajahnya, pun Taehyung melakukan hal yang sama untuk memperpendek jarak.

Ia lantas mencium bibir Jeongguk yang hangat, terasa seperti sedang mengulum mentega cair yang meleleh dalam mulutnya. Jeongguk sempat terdengar melenguh, sesaat sebelum ia akhirnya tertawa keras dan menyudahi ciumannya, karena bibir Taehyung lepas dari bibirnya tiba-tiba.

Kekasih Jeongguk itu hampir terpeleset. Jeongguk tertawa tidak berhenti, sedangkan Taehyung hanya bisa melirik sinis ke arahnya sambil tertawa juga. Ia tidak menyangka sesi ciuman mereka akan dihentikan oleh Taehyung yang tiba-tiba akan jatuh dari tempatnya berdiri.

Jeongguk hanya terkekeh dan kembali tersenyum, saat Taehyung kembali pada posisi semula ia berdiri, lalu merengkuh pinggang Jeongguk dan kembali menciumnya. Jeongguk pun mengalungkan kedua tangannya pada leher kekasihnya.

Saat Taehyung tenggelam lagi dalam ciuman mereka, ia pun mendengar dengan jelas kata-kata Jeongguk disela-sela ciuman itu.

I got you Tae. I got you.”

;

*Aa' = panggilan untuk kakak laki-laki dalam Bahasa Sunda

magnolia ; i got you • 457 | part (1/?)

⚠️ lil bit angst ahead

“Amin.”

Namjoon mengakhiri doa sebelum mereka berangkat dari Ciumbuleuit menuju ke Cikole. Ia memutuskan untuk memimpin doa singkat, meminta perlindungan sehingga mereka sampai di tujuan dengan selamat. Sebelumnya, Taehyung sudah menawarkan diri untuk menyetir saat berangkat, dengan didampingi Jeongguk untuk duduk di kursi penumpang. Serentak mereka semua mengiyakan, namun tetap mengingatkan pada Taehyung, jika ia lelah, mereka dapat bergantian menyetir. Kekasih Jeongguk itu pun hanya menjawab 'gampang, tenang aja.' sesaat sebelum mereka akhirnya naik ke mobil dan mencari posisi duduk masing-masing.

Jeongguk lalu melirik layar handphonenya, jam digitalnya pada layar menunjukkan pukul tiga siang tepat, mengharuskan mereka untuk berangkat sekarang juga.

Aplikasi Waze sudah menyala pada handphone Taehyung yang lain, dan ia taruh pada phone stand yang ditempelkan pada dasbor mobil. Jeongguk sudah siap dengan iPad-nya, tiga powerbanks—ya, tiga—yang terisi penuh, dan kabel charger untuk menghubungkan dengan music player di van.

Posisi duduk yang mereka pilih sudah cukup nyaman; Taehyung berada di balik setir kemudi ditemani Jeongguk di sampingnya, Namjoon dengan Jimin duduk di jok baris pertama bagian belakang, diikuti Eunwoo, Mingyu, dan Yugyeom yang mengambil dua jok masing-masing untuk mereka duduk. Terlihat beberapa tas dan plastik yang berisi perlengkapan festival mereka pada bagian belakang mobil yang masih cukup luas.

Namjoon sempat membeli snacks yang sangat banyak untuk bekal mereka. Teman dekatnya yang bekerja di salah satu radio di Bandung— yang memberinya tiket festival secara gratis—sempat memberitahunya, untuk berjaga-jaga membawa bekal selama perjalanan. Memang, Namjoon pernah mendengar bahwa ini adalah tahun ketiga festival itu diadakan. Menurut teman dekat Namjoon, kali pertama festival diadakan, acara itu dinilai gagal. Ia tidak menanyakan lebih jauh, karena jujur, Namjoon sudah sempat mendengarnya dari teman-teman saat ia kuliah dulu.

Namun pada tahun kedua, festival itu dikabarkan sukses. Maka saat Namjoon tahu bahwa salah satu artis favoritnya, HONNE, akan datang ke festival itu tahun ini dari adiknya, ia segera mencari 'bantuan' dari teman dekatnya itu untuk menjual tiket gratis itu padanya. Ya walaupun akhirnya, teman dekat Namjoon memberikan tiket itu secara cuma-cuma.

“Tae, hati-hati, ya. Kalau lo capek, bilang. Nanti gantian sama gue,” celetuk Namjoon dari belakang jok penumpang, memajukan tubuhnya diantara joknya dan Jeongguk yang kosong. “Wazenya lo arahin ke Cikole aja. Handphone gue sudah gue nyalakan Google Mapsnya. Nggak ada perbedaan sih, tapi beda rute nanti kalau sudah dekat lokasi.”

Taehyung yang sedang memasang seatbeltnya hanya melirik ke arah Namjoon lalu membalas dengan santai. “Alright.” Ia lalu tersenyum dan menstarter van itu. “Nggak apa, kak. Santai aja. Iya nanti gue info kalau gue minta gantian. Selow aja.”

Setelah mendengar jawaban 'oke' dari kakaknya, ia akhirnya meraih tangan kanan Jeongguk untuk menarik tubuh kekasihnya itu dan menangkup wajahnya. Jeongguk terlihat kaget saat Taehyung mengecup kedua pipi dan dahinya cepat. “Aku nyetir dulu ya, yang,” kata Taehyung pelan.

Sekejap, seisi mobil dipenuhi dengan teriakan mengejek dan tawa lepas dari para rekan kerja Taehyung, tidak ketinggalan dari kakaknya pula. Taehyung hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa, sedang Jeongguk terlihat memutar kedua bola matanya sambil menyembunyikan senyum malunya.

Terdengar teriakan Mingyu dari bagian tengah mobil. “Belum berangkat, Taehyung!”

;

Tak lama setelah itu, mobil mereka akhirnya sampai di jalan Cihampelas, belum jauh dari letak villa tempat mereka menginap berada. Terlihat jalanan sudah dipadati kendaraan roda dua dan empat. Taehyung lantas melirik aplikasi yang sedang terbuka dan melihat layarnya dipenuhi warna merah pekat.

Baru sampai sini sudah merah? Gila, batin Taehyung dalam hati.

“Lagi ada apaan sih, kak? Masa sudah macet sampai sini? Apa karena ini hari Sabtu, ya?” Tanya Taehyung pada Namjoon, sambil tangan kirinya meraih handphonenya, lalu menggerak-gerakkan ibu jari dan telunjuknya untuk melihat maps itu. Terpampang pada layar, sepanjang jalur yang akan ditempuh sampai Cikole sudah berwarna merah gelap dan pekat. Taehyung hanya bisa membelalakan matanya dan mengecek estimasi waktu mereka akan tiba sampai di Cikole.

Masih tetap satu setengah jam, kok perkiraannya, batinnya.

“Anjir, barengan sama acara badminton, Tae, di pusat kota,” jawab Jimin dari belakang, sambil mengetuk-ngetuk kaca jendela di sisi tempat Namjoon duduk. Taehyung lantas menoleh ke arah kanan dan mencari sumber yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Ia lalu melihat banner di pinggir jalan yang menjelaskan bahwa sudah sepekan ini, ada turnamen badminton di pusat kota Bandung, dan akan berakhir pada hari Minggu, esok hari.

Tak lama, ada seorang bapak penjual kacang dan tahu bungkus (yang biasanya digantung di kayu) menghampiri mobil mereka, bermaksud untuk menawarkan makanan dagangannya. Taehyung dengan sopan menyatukan kedua telapak tangannya di dada, lalu tersenyum sambil menggeleng untuk menolak.

“Yang, ini sih udah lama dong, ya macetnya? Macem di Jakarta gitu, lho, kalau udah banyak yang jualan gini.” Jeongguk berkata pada Taehyung, sambil membungkukkan tubuhnya untuk melepas kedua sepatu yang ia pakai. Ia lalu melipat kakinya bersila dan mencondongkan tubuhnya ke kaca depan mobil itu untuk melihat banner yang juga terlihat di sisi kiri jalan, dekat jendelanya.

“Iya harusnya sih, Gguk. Tapi masa sampai sini sih, yang? Apa macetnya jadi satu dengan orang yang mau nonton badminton?” Taehyung berkata, sambil memperhatikan kekasihnya yang sudah duduk sambil menyilangkan kakinya, sudah memegang iPad-nya.

Eunwoo yang terlihat sedang mengunyah keripik kentang dari kaca spion tengah, melihat Taehyung lewat kaca itu dan mengajaknya berbicara. “Tae, estimasi masih kayak tadi?”

Taehyung lalu menjawab 'ya', masih bertatapan mata dengan Eunwoo lewat kaca spion. Ia lantas terlihat mengangguk sambil tetap mengunyah keripik kentang yang sebentar lagi tampaknya akan habis. “Ya udah, guys, dinikmati aja. Ini juga masih jam tiga lewat lima belas menit, kan?”

“Iya sih, Wo. Pokoknya jam enam sore deh Sheila On 7 mainnya. Masih ada waktu, semoga kekejar,” kata Mingyu yang ditanggapi oleh Yugyeom dengan anggukan dan gumaman di sampingnya.

Namjoon lalu menyarankan Taehyung untuk mengambil rute melewati jalan Cemara, yang terlihat dari aplikasi akan sampai di jalan Sukajadi atas, karena Namjoon diarahkan untuk mengambil rute jalan kecil itu. Taehyung hanya mengangguk lalu menggerakkan tangan kirinya untuk menyalakan lampu sein dan berpindah jalur ke kiri.

Selama perjalanan melalui rute yang dimaksud, Jeongguk sudah sibuk sendiri dengan iPad miliknya untuk memilih lagu, dengan tangan kirinya. Kemacetan yang cukup parah membuat Taehyung dapat mengistirahatkan tangan kirinya untuk menggenggam tangan Jeongguk. Tak jarang ia menarik tangan Jeongguk ke arah bibirnya dan meninggalkan beberapa ciuman di punggung, telapak, dan pergelangan tangan kekasihnya itu. Jeongguk tidak bergeming sama sekali, hanya sesekali melirik ke arah Taehyung untuk mengusapkan tangannya pada pipi kekasihnya itu sambil tersenyum lebar.

Eunwoo, Mingyu, dan Yugyeom terdengar sedang asyik dengan obrolan mereka sendiri, membicarakan tentang situasi di Jakarta dan Indonesia yang saat ini sedang marak dibicarakan. Mereka tenggelam dengan obrolan mereka sendiri, sesekali Namjoon dan Jimin juga ikut berbicara, menimpali pendapat satu sama lain.

“Jeongguk.” Panggil Taehyung lirih saat kendaraan mereka sedang berhenti karena macet.

Kekasih Taehyung itu lantas mengalihkan perhatiannya dari layar iPad, mengangkat kepalanya dan menoleh ke arahnya.

“Ya, Tae. Kenapa?” Tanya Jeongguk pada kekasihnya yang terlihat sedang menatapnya teduh sambil tersenyum di sampingnya.

I love you. Hehe,” jawab Taehyung terkekeh sambil mengusap punggung tangan Jeongguk beberapa kali dengan ibu jarinya.

Jeongguk hanya tertawa mengejek sambil menggelengkan kepalanya heran. “I love you too, jelek. Ampun deh kamu.” Ia lalu melepaskan tangannya dari genggaman Taehyung untuk mencubit hidung mancung kekasihnya. “Please, kenapa sih kamu? Bingung aku.”

Belum sempat menjawab, Jimin memukul lengan kedua rekan kerja sekaligus sahabatnya itu dari belakang, yang membuat Namjoon, Jeongguk, dan Taehyung tertawa terbahak-bahak melihat tingkahnya.

“Astaga, déjà vu gue anjrit. Untung gue udah ada pacar sendiri, jadi nggak kasihan-kasihan amat gue.”

;

Waktu menunjukkan pukul setengah lima sore saat mobil yang mereka kendarai memasuki daerah Ledeng, Bandung. Jarak tempuh yang seharusnya hanya memakan waktu beberapa belas menit, mereka tempuh selama satu setengah jam.

Taehyung beberapa kali menghela napas disela-sela sesi karaokenya dengan Jeongguk. Ia sempat 'memarahi' aplikasi yang sedari tadi menunjukkan bahwa sisa estimasi waktu mereka tiba di Cikole hanya satu setengah jam. Jeongguk hanya bisa menyarankan Taehyung untuk sabar sambil mengusap pelan lengan kekasihnya dan meninggalkan beberapa kecupan di punggung tangannya.

“Gila nih, Wazenya error apa gimana sih, geng?” Tanya Taehyung dengan kesal. “Udah jam segini pula masih di sini, belum masuk bawah Lembang banget.”

Jimin dari jok belakang lalu mengambil handphone Namjoon dan mengecek aplikasi lain dari benda itu.

“Iya, di sini juga cuman satu setengah jam. Tapi nggak mungkin deh, Tae. Dari tadi segini mulu. Sinyal kita lagi jelek semua kali ya, nggak berubah lho ini.”

“Iya deh, kayaknya. Gue refresh barusan juga masih segini aja. Atau emang semua orang lagi buka aplikasi juga yang kena macet,” kata Taehyung mengira-ngira.

Jeongguk yang sedang melihat ke arah luar mobil dan sekeliling jalanan daerah Ledeng lalu mengernyitkan dahinya. Ia lalu melihat ke arah spion mobil yang ada di pintu mobil sebelah kiri dan jalanan di depannya bergantian. “Eh, by the way kok jalur sebelah jarang ada kendaraan lewat ya? Jangan-jangan ada buka tutup jalur makanya macet?”

“Bener juga lo, Gguk,” jawab Jimin menimpali. “Pantesan aja kita jalannya se-encret-encret doang daritadi.”

Seketika Eunwoo dan Mingyu tertawa mendengar celotehan Jimin, merasa ada yang aneh dengan bahasa rekan kerjanya itu. Yugyeom terlihat sudah memejamkan matanya sayu. Sepertinya sang arsitek dan anak kesayangan Steve itu sudah mulai mengantuk karena perjalanan yang cukup lama.

Langit sudah terlihat agak mendung untuk ukuran normal pukul setengah lima sore. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan, yang menyebabkan Yugyeom benar-benar akan tertidur. Sebenarnya ia tidak enak hati dengan Taehyung dan teman-temannya yang sibuk membicarakan tentang jalanan yang macet. Namun tadi, Taehyung sempat melirik Yugyeom dari kaca spion tengah yang terlihat sudah cukup lelah. Ia lantas mempersilahkan Yugyeom untuk tidur saja. Toh, perjalanan masih cukup lama, pikir Taehyung.

“Tapi gue barusan cek di Twitter gitu under the festival name, Lembang, Cikole, Ledeng words, nggak ada buka-tutup, sih,” jawab Eunwoo yang terlihat sedang menggerakan jarinya naik-turun pada handphonenya untuk men-scroll layarnya. “Di Waze juga reportsnya cuman heavy traffic ahead gitu. Nggak ada yang bilang buka-tutup. Nggak ada komen juga under the reports.”

Taehyung lantas menggumam sambil berdoa, semoga baik kemacetan maupun aplikasi yang mereka andalkan cepat membaik.

Sesaat setelah Taehyung merapalkan doa dalam hati, tiba-tiba rintik hujan turun mengenai kaca depan mobil mereka. Lama-kelamaan hujan turun sangat deras, membuat suara yang cukup keras karena titik air hujan yang besar-besar mengenai kaca mobil. Jarak pandang dari kaca mobil pun menjadi kabur, tidak terlihat begitu jelas kendaraan yang ada di depan mereka.

Namjoon hanya menggelengkan kepalanya sambil berkata pada Taehyung yang sedang menyalakan wiper mobil dengan speed yang paling kencang. “Gila ya, Tae. Untung lo nyaranin bawa boots lho, dan jas hujan ponco. Apakabar nanti di festival kalau hujannya masih deras begini?”

Taehyung lalu menjawab kakaknya setelah ia mengambil air mineral yang diberikan oleh Jeongguk. “Iya, kak. Gue sempat lihat gitu, orang-orang yang mau nonton festival, pada bilang kalau Februari kan selalu hujan deras. Mereka bilang juga tiap tahun becek banget, kayak main lumpur. Jadi gue pikir, ya, mending kita prepare aja. Precautions. Nanti orang bilang aneh nggak apa, deh. Yang penting buat diri sendiri, kan.”

;

Jam digital yang menempel pada dasbor van itu sudah menunjukkan pukul lima sore saat kendaraan mereka berhasil memasuki daerah Lembang. Semesta sepertinya sedang mengerjai manusia sedari tadi. Hanya sekitar lima belas menit sejak hujan turun tadi, perlahan mulai berhenti. Langit mendung tadi tiba-tiba menggeser tubuhnya dan mempersilahkan matahari tampil lagi, menghangatkan Bandung dan sekitarnya.

Jeongguk hanya dapat menyeletuk, yang membuat Taehyung tertawa di sampingnya. “Ini hujannya ngerjain banget deh. Bayangin coba, Tae, ada orang yang baru selesai dari cuci mobil, terus tiba-tiba hujan. Sampai rumah mereka, hujannya berhenti dan sekarang terik. Nyebelin banget.”

“Yang lebih kesel pasti tim panitia festival dan orang-orang yang sudah sampai sana, sayang. Kasihan pasti basah kuyup banget, eh tapi sebentar aja.” Taehyung menjawab disela-sela mengunyah permen karetnya.

Tidak terhitung sudah berapa botol air mineral dan plastik snack yang mereka buang ke kantong plastik besar yang dijadikan tempat sampah. Tidak terhitung sudah berapa lagu diputar dari iPad milik Jeongguk, yang akhirnya membuat dirinya lantas mematikan benda itu dan memutuskan untuk menyetel radio saja.

Jeongguk berharap, siapa tahu penyiar radio nanti akan memberitakan mengenai festival dan kemacetan ini.

Tiba-tiba dari belakang, Eunwoo memecah keheningan dengan suara tawanya sambil berkata, “By the way, guys... Ini gue udah berapa kali lihat banner ini sepanjang jalan, anjir. Sampai hafal gue kata-kata dan pesannya.” Eunwoo mengetuk-ngetuk kaca mobil di sisinya, seketika membuat mereka semua melihat ke arah yang ditunjuk oleh Mingyu, tak terkecuali Taehyung.

Kekasih Jeongguk itu lantas tertawa dan menimpali Eunwoo. “Demi Tuhan, ya, gue dari tadi juga merhatiin, Wo. Gue kira gue doang yang aware, njir. Lama-lama kalau banyak begini sampai Cikole, fix gue hafal se-desainnya pula.”

Jeongguk lantas menimpali Taehyung. “Nggak cuman itu aja, Tae. Dari tadi aku sudah hitung, ada kali baliho tahu susu katanya cuman tinggal dua kilometer lagi tuh ada tiga biji, tapi nggak sampai-sampai.” Seisi mobil lantas tertawa. “Ini juga, aku udah lihat ada tiga orang jualan bolu kukus sepanjang perjalanan,” kata Jeongguk menunjuk ke arah pinggir jalan, terlihat seorang bapak sedang menjual makanan yang dimaksud. “Aku juga sudah lihat empat kali orang jualan sosis bakar. Mana cuman seribu lagi harganya, murah banget! Aku jadi laper.”

Komentar kedua sejoli yang duduk di bangku depan barusan membuat tawa mereka semua pecah, memenuhi seisi mobil. Lumayan, candaan mereka berdua barusan membuat suasana di mobil menjadi lebih santai.

Sudah dijamin, mereka lelah dan penat karena kemacetan tidak kunjung memperlihatkan titik terangnya.

“Tapi yang sebenarnya gue lebih aware, ini lagunya Tulus yang Labirin sampai sudah empat kali gue dengar dari radio. Gue sampai ngitungin sangking dari tadi bosen.” Jeongguk berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak cuman Labirin, deng. Raisa juga ada. Hivi! juga ada tadi, pada dengar, 'kan?” Tanya Jeongguk pada teman-temannya.

“Itu mungkin penyiar radionya mau nonton festival juga, yang. Makanya nyetel default kali, ya?” Celetuk Taehyung, lantas membuat mereka semua terbahak-bahak, tertawa cukup keras karena cara bicara Jeongguk dan Taehyung yang terdengar lucu.

Disela-sela tawa Jeongguk yang membuat dirinya sendiri sakit perut, ia lalu melirik ke arah handphone Taehyung yang ada di dasbor mobil. Terlihat estimasi waktu mereka sampai di tujuan hanya tersisa dua jam lagi.

Well, hanya dua jam, batin Jeongguk kesal.

“Lho, eh, guys, berubah jadi dua jam lagi, nih ETA nya!” Kata Jeongguk setengah berteriak, membuat perhatian teman-temannya akhirnya berpusat pada suara Jeongguk. “Estimasi sampai Cikole jam tujuh malam, kurang dikit.”

Yugyeom yang sedari tadi sudah terbangun karena suara tawa teman-temannya yang cukup keras, akhirnya berbicara dari belakang. “Lo yang bener, anjir? Duh, mana gue kebelet ke toilet lagi. Cuman buang air kecil aja, sih. Ada mini market nggak, geng, dekat sini?”

“Mana gue tau, anjir, Gyeom. Gue buta banget Lembang,” jawab Eunwoo di sampingnya yang tengah merogoh kembali kantong plastik berisi snacks mereka, untuk mengambil dan memakannya karena ia sudah cukup lapar.

Perjalanan mereka sudah berlalu selama dua jam, namun belum juga terlihat tanda-tanda bahwa mereka akan tiba di tengah Lembang. Posisi kendaraan mereka saat ini masih di bawah Lembang, jalannya berkelok-kelok dan cukup sempit, hanya muat untuk satu kendaraan pada masing-masing jalur.

Seperti sedang melakukan perjalanan di daerah Puncak.

“Mau dimampirin ke mini market kah, Yug?” Tanya Taehyung dari kursi depan, sambil menoleh ke belakang, karena kendaraan mereka tentu saja masih berhenti sedari tadi. “Bisa dimampirin, sih. Gue juga kebelet. Nggak mungkin gue ngambil botol kosong.”

Jimin yang mendengar jawaban Taehyung seketika tertawa terbahak-bahak. “Anjir lo, gue tahu nih maksud lo apaan. Emang bangsat.”

Taehyung lalu melirik Jimin, mengernyitkan dahinya. Ia sempat mendengar Jeongguk di sampingnya menahan tawa dan terlihat langsung menutup mulutnya.

“Maksud gue emang apaan, anjing,” jawab Taehyung sambil memikirkan apa maksud Jimin barusan.

Selang beberapa detik, kekasih Jeongguk itu akhirnya menyadari apa maksud Jimin, lalu dengan cepat menjulurkan tangannya untuk menjitak kepala sahabatnya itu. “Emang tai lo, ya. Kebanggaan gue nih.”

Seketika Namjoon berteriak sambil tertawa dan memukul lengan adiknya itu, diikuti suara tawa Jeongguk yang pecah. “BANGKE, HAHAHA!”

;

Sesampainya di sebuah mini market yang letaknya tidak jauh dari bundaran dekat alun-alun Lembang, akhirnya mereka semua turun dari mobil dan salah satu dari mereka bergegas menuju kasir. Namjoon akhirnya bertanya pada penjaga kasir di mana letak toilet toko itu. Saat penjaga kasir itu mengarahkan bahwa ada akses menuju toilet yang terletak di lantai dua, maka Taehyung, Jeongguk, dan Yugyeom dengan cepat berlari dan lantas naik ke lantai dua.

Mingyu, Jimin, Namjoon, dan juga Eunwoo memutuskan untuk menunggu mereka di lantai bawah, bermaksud untuk membeli tisu beberapa pack dan makanan tambahan untuk bekal mereka selama perjalanan.

Mereka tiba di mini market itu tepat pukul enam sore. Namjoon sempat berbicara pada Jimin, apa tidak sebaiknya mereka memarkirkan mobilnya di mini market ini dan melanjutkan perjalanan menuju Cikole dengan ojek pangkalan yang terlihat sedang menunggu penumpang di luar.

“Hah, ngapain deh, Moni? Balik ke sininya lagi memang nggak ribet? Nanti tunggu tanya Taehyung aja, ya?” Jawab Jimin sekenanya sambil mengambil dua bungkus roti sobek dari rak mini market.

Eunwoo dan Mingyu sudah tidak terlihat batang hidungnya, mereka berdua benar-benar menyisir seluruh mini market itu; melihat apakah ada barang, makanan dan/atau minuman yang dapat mereka beli.

Taehyung dan Yugyeom yang sudah berdiri di luar toilet, saat ini sedang menunggu Jeongguk. Putra tunggal Steve itu lantas mengecek arlojinya untuk mengecek waktu.

“Gila, kita dari Ciumbuleuit aja tiga jam. Ngalah-ngalahin jarak waktu tempuh dari Jakarta ke Bandung deh, Tae. Anjir bener,” kata Yugyeom memecah keheningan.

“Iya ya, tiga jam ya? Gila sih. Gue dari yang tadi semangat lihat aplikasi sama waktu sampai udah eneg. Lama banget, jing. Satu jam lagi udah kayak bolak balik Jakarta-Bandung-Jakarta kita. Edan.” Taehyung berdecak sambil menyandarkan tubuhnya pada tembok bangunan itu. Ia sudah sangat lelah dan penat. Semangatnya untuk menonton festival benar-benar sudah luntur bersama dengan hujan yang beberapa kali turun dan berhenti sejak tadi mereka memasuki Lembang.

Tak lama berselang, akhirnya Jeongguk keluar dari toilet. Melihat Taehyung yang sudah lesu, ia lantas menghampiri kekasihnya itu lalu mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk Taehyung.

“Sayang capek?” Tanya Jeongguk pelan sambil memajukan wajahnya, meninggalkan beberapa ciuman di dagu dan pipi kekasihnya.

Taehyung hanya menjawab dengan menggumam lalu menghela napas. “Iya, lumayan. Karena macet kali, ya, maka aku gampang capek. Biasanya nyetir lama aku biasa aja.” Ia lalu membalas Jeongguk dengan mengecup dahi kekasihnya itu beberapa kali. Merasakan Jeongguk mengusap pelan punggungnya naik turun, Taehyung lantas merasa rileks. Tiga jam Taehyung lalui tanpa merasakan hangat tubuh Jeongguk.

Pelukan Jeongguk seketika membuat Taehyung nyaman.

“Mau gantian sama aku, kah, Tae? Atau kak Namjoon?” Tanya Jeongguk saat mereka berdua sedang menuruni anak tangga. Yugyeom sudah turun sejak tadi, karena ada beberapa barang yang ia ingin beli untuk bekal di perjalanan selanjutnya.

“Nggak usah, yang,” balas Taehyung pendek sambil mengecek handphonenya. “Nanggung soalnya, dari aplikasi sih tinggal satu jam lagi. Dari tadi satu jam mulu deh. Sialan. Heran aku,” Taehyung melanjutkan kata-katanya dengan mengumpat.

Jeongguk lantas menarik tangan Taehyung dan tersenyum simpul, tidak tahu bagaimana lagi caranya untuk menyemangati kekasihnya. “Ya sudah, kalau mau gantian nyetirnya, kamu ngomong ya, Tae?” Jeongguk berkata, lalu mendaratkan ciumannya di bibir Taehyung singkat.

Ia merasakan Taehyung seperti meleleh dalam ciuman singkatnya. Jeongguk lalu tersenyum dan membawa tangannya untuk mengusap pipi kekasihnya itu. “Thank you ya, Tae, kamu sudah super repot dari awal aku mau nonton festival.”

Taehyung lalu membalas kata-kata Jeongguk dengan menggeleng, lalu menangkup wajah kekasihnya itu untuk mencium dahinya. “Nggak repot, sayang. It's my pleasure, okay? Kapan lagi kita punya memorable moments bareng kayak gini? Bakal aku inget sampai bertahun-tahun kali.” Taehyung lalu tertawa, membayangkan perjalanan selama tiga jam ini yang benar-benar masih jauh dari Cikole.

Saat mereka semua berjalan ke luar dari mini market dan memasuki mobil, Taehyung langsung menstarter mobil dan menyambar botol air mineral dingin yang tergeletak di jok antara Jeongguk dan dirinya.

Ia lalu mendengar Namjoon berkata dari belakang. “Tae, tadi ada bapak-bapak nawarin, apa mau kita semua masing-masing ke Cikole naik ojek aja? Katanya ini bakalan macet sampai Cikole, lho. Katanya juga, ini macetnya juga masih lama banget.”

Mendengar kakaknya berkata demikian, Taehyung lantas menyudahi sesi minumnya, menutup botol air itu, dan menoleh ke arah belakang. Ia lalu bertemu pandang dengan kakaknya dan teman-temannya yang duduk di kursi belakang bergantian, seperti mencari jawaban.

“Hmm, it's your decisions, deh, guys. Gue ngikut aja jujur. Emangnya nggak ribet ya nanti balik lagi ke sini nya, kak?” Tanya Taehyung pada Namjoon, sambil melirik ke arah Jimin.

Kekasih kakaknya itu seperti menangkap sinyal dari Taehyung, lalu menjawab menimpali. “Menurut aku sih, Moni, menurut aku, ya. Kayaknya kita tetap bareng aja deh? Soalnya ribet nggak sih nanti balik lagi ke sini? Siapa tahu, nih, siapa tahu, nanti di atas malah nggak ada kendaraan untuk turun?” Jimin berkata dengan hati-hati, menjawab kekasihnya yang sepertinya sedari tadi memang ingin mengikuti saran dari seorang bapak yang ia temui beberapa menit lalu.

Eunwoo, Mingyu, dan Yugyeom tidak bergeming. Mereka bertiga sejujurnya sudah tidak bersemangat sama sekali karena perjalanan yang cukup lama. Minat mereka untuk menonton festival itu perlahan mulai menghilang, namun mereka tidak enak hati untuk mengatakannya. Apalagi melihat Jeongguk yang masih memiliki semangat, walaupun sudah tahu bahwa ia sudah tidak bisa menonton salah satu band favoritnya, Sheila On 7.

Namjoon lalu menghela napas pelan dan mengangguk. “Bener juga kamu, Jimi. Ya sudah, ayo deh. Kita lanjut aja.” Ia lalu menyandarkan tubuhnya lalu bertanya pada adiknya. “Lo nggak mau gantian beneran, Tae?”

Taehyung terlihat menggeleng sambil memasang seatbeltnya, tak lupa mengingatkan kekasihnya untuk memasang miliknya juga. “Nggak usah, kak. Nanggung banget. Paling sejam lagi kita sampai di sana, sih. Tenang aja.”

Setelah menjawab demikian, Taehyung lalu melajukan mobil itu keluar dari parkiran mini market.

;

“Yang, kalau tiket festival harganya cuman seratus ribu, aku sih mau putar balik sekarang juga,” kata Taehyung tiba-tiba pada Jeongguk, yang terlihat sedang mengecilkan suhu pendingin ruangan mobil.

Mobil yang Taehyung kendarai saat ini tengah berhenti di turunan yang agak curam. Lampu rem semua kendaraan di depan mobil mereka terlihat menyala merah dari kejauhan. Taehyung melihat dari dalam mobil, bahwa jalanan akan menanjak cukup tajam beberapa ratus meter dari lokasi mobil mereka saat ini.

Perkataan Taehyung pada Jeongguk tadi ternyata terdengar sampai telinga teman-teman mereka yang duduk di belakang. “Anjir, gue juga mau, Tae, kalau gitu mah. Seratus ribu nggak worth it banget sama macet dan tenaganya ke sini. Untung harganya hampir tujuh ratus ribu,” celetuk Eunwoo dari belakang, yang disambut dengan tawa Mingyu dan Yugyeom.

Well, siapapun pasti pernah merasakan bagaimana berada di posisi membingungkan seperti ini. Rasanya sudah lelah, tidak bersemangat, kesal, penat, dan ingin marah melebur jadi satu.

Jeongguk mendengar kekasihnya dan para sahabatnya berkata demikian, langsung menoleh ke arah Taehyung dan melontarkan kata-kata yang mewakili isi hatinya.

“Ya udah, gue turun aja di sini kalau lo semua mau putar balik.”

Taehyung yang mendengar Jeongguk berkata demikian, akhirnya menoleh cepat dan memandang kekasihnya dengan bingung.

“Lho? Sayang... Aku cuman bercanda,” kata Taehyung kemudian, saat menyadari bahwa mungkin perkataannya membuat Jeongguk kesal.

“Aku juga capek, Tae. Aku tahu kamu pun lebih capek. Tapi aku dari tadi nawarin kamu buat gantian, kan? And yet kamu nggak mau,” kata Jeongguk pelan, tidak ingin membangunkan Jimin dan Namjoon yang sedari tadi tertidur karena lelah. “Dengar kamu ngomong gitu tuh rasanya... ah, sialan lah,” keluh Jeongguk dengan suaranya yang sudah bergetar.

Shit. Kenapa gue harus mau nangis sih saat sedang begini, umpatn Jeongguk dalam hati.

Jeongguk tentu sudah lelah, sungguh sudah mual dengan perjalanan yang seharusnya ditempuh selama satu jam saja dari tempat mereka tinggal jika lalu lintasnya sedang normal. Namun Jeongguk tidak ingin mengeluh, karena jujur, rasa bersalahnya sudah timbul sejak tadi, karena ia sendiri yang sedari awal mengajak mereka menonton festival. Jeongguk lah yang mengusulkan dari awal untuk berangkat jam dua siang. Ia menyesal dan mulai bermunculanlah pikiran negatifnya saat kemacetan sudah mulai terlihat sejak siang tadi.

“Jeongguk. Hei. Lihat aku dulu sini. Ya? Sayang...” Pinta Taehyung, sambil mencoba untuk menarik tangan kekasihnya yang sedang terlipat di dada.

Taehyung rasanya ingin menampar pipinya sendiri karena sudah 'memancing' pembicaraan ini. Ia tidak ada maksud untuk menyindir kekasihnya sama sekali. Ia hanya mencoba untuk mencairkan suasana, namun sepertinya langkahnya malah membuat dirinya terlihat seperti orang berengsek sekarang.

“Aku minta maaf, oke? Aku cuman bercanda. Anak-anak juga bercanda. I didn't mean it,” Taehyung berbicara dengan lirih, berusaha meminta maaf pada kekasihnya yang sudah diam seribu bahasa, tidak menjawab kata-katanya sama sekali.

Taehyung mendengar teman-temannya di belakang meminta maaf pada Jeongguk dengan bahasa mereka sendiri. Mereka bertiga—anggota krucil—tahu persis kebiasaan sahabatnya itu jika sedang kesal dicampur lelah. Jeongguk akan melunak sendiri nantinya, mereka hafal betul.

Maka setelah meminta maaf dengan singkat, mereka bertiga mengambil handphone masing-masing dan mengirim pesan pada Jeongguk secara pribadi.

“Kamu fokus aja sama jalanan, ya? Aku mau tidur sebentar.” Jeongguk lalu menjawab Taehyung datar, lalu menghela napas berat dan menyandarkan kepalanya pada kaca mobil. Ia memposisikan kepalanya dekat kaca jendela, menyembunyikan wajahnya yang sebentar lagi ia tahu akan basah karena air matanya.

“Ya sudah, kamu tidur aja ya, Gguk. Nanti aku bangunin kalau sudah mau sampai,” kata Taehyung menanggapi kekasihnya di sampingnya yang terdengar menghela napas berat sambil menangis.

Well, fuck, umpat Taehyung dalam hati.

magnolia ; i got you • 441

Taehyung merasa aneh, melihat Jeongguk sedang duduk di sampingnya, di sisi kemudi. Kekasihnya itu bertukar posisi dengannya untuk pertama kali. Jeongguk sudah menawarkan dirinya—tidak, ia memaksa—untuk menyetir dari kantor hingga mereka sampai di Bandung nanti. Sekeras apapun Taehyung menolak permintaan Jeongguk tadi pagi, kekasihnya itu hanya mengangguk tanda mengerti. Namun, ya, saat mereka akan berangkat tadi siang, Jeongguk tiba-tiba menghampiri Taehyung di mejanya yang sedang lengah lalu menyambar kunci mobilnya. Taehyung hanya bisa berdecak lalu menggelengkan kepalanya heran.

Sepertinya Jeongguk ingin sekali menyetir siang ini?

Tetapi tak apalah, lebih baik Jeongguk dituruti daripada Taehyung harus melihat kekasihnya sendiri kehilangan moodnya.

“Ya aku mau gantian sama kamu, Tae. Masa kamu yang selalu nyetir? Aku kayak ndoro banget, dong. Nggak apa, lah. Nanti kita gantian, kamu yang nyetir saat pulang. Ya?” Pinta Jeongguk sedikit memaksa, menekankan intonasinya pada beberapa kata. Membuat Taehyung yang sedang membereskan bagasi mobilnya—untuk Jimin menaruh kopernya—hanya tersenyum dan akhirnya tertawa renyah.

“Ya, oke, Jeonggukie. Boleh kok,” jawab Taehyung sambil menghampiri kekasihnya hanya untuk mencubit pelan kedua pipinya. Taehyung melihat Jeongguk lantas mengepalkan kedua tangannya, menggerak-gerakannya di udara sambil berteriak 'yes!'

Jimin yang sedang sibuk memasukkan kopernya dan beberapa tas jinjing—berisi snacks untuk mereka selama di Bandung, jas hujan ponco, boots miliknya, dan tetek-bengek lainnya yang dirasa perlu untuk dibawa—lantas hanya dapat berkomentar asal. “Nanti juga tiba-tiba Taehyung maksa gantian sama lo, kalau lihat lo capek dikit. Biar lo istirahat. Lihat aja.”

Mendengar sahabat kekasihnya berujar demikian, Jeongguk lalu menjulurkan lidahnya ke arah Taehyung dan Jimin. “Nggak ada, ya! Nggak mau gantian. Aku... aku sudah lama nggak nyetir ke Bandung. I miss the feeling.” Jeongguk akhirnya berkata pada Taehyung dengan sedikit memelas.

Jujur, kesibukan karena pekerjaan membuat Jeongguk jarang sekali bepergian ke luar kota dengan menyetir sendiri. Dahulu, jika Jeongguk hendak bepergian ke luar kota, ia lebih memilih menggunakan jasa kereta api.

Sekarang rasanya ia ingin sekali merasakan kembali kemahirannya beraksi di jalan.

Taehyung lalu dengan mudahnya mengiyakan permintaan Jeongguk sambil mengecek kembali barang-barang mereka. Eunwoo, Yugyeom, dan Mingyu sudah sedari tadi selesai memasukkan barang-barang mereka di bagasi mobil Eunwoo. Tak lupa Yugyeom dan Mingyu membantu Eunwoo untuk mengecek oli dan air radiator mobil, karena bagaimanapun, mereka akan menempuh perjalanan jauh ke Bandung. Jeongguk sudah mengingatkan Taehyung untuk melakukan hal yang sama tadi pagi, sebelum mereka berdua bertolak dari apartemen Jeongguk dan berangkat ke kantor.

Sebelum berangkat, Jeongguk tidak lupa mengucapkan doa dalam hati, meminta perlindungan dan kelancaran selama perjalanan ke Bandung.

Akhirnya setelah semua siap, Jeongguk lalu menstarter mobil Taehyung yang gagah itu, mengambil waktu sebentar untuk menyetel GPS yang ada di dasbor mobil Taehyung, dan menginjak pedal gas terlebih dahulu, mengawal perjalanan mereka kali ini.

;

Jimin terdengar sedang sibuk melakukan komunikasi satu arah dengan layar handphonenya, membuat Taehyung seketika paham bahwa sahabatnya itu sedang melakukan video call dengan Namjoon. Sedari tadi, Jimin tidak berkomentar sama sekali saat Taehyung dan Jeongguk sedang membicarakan sesuatu hal lalu tertawa terbahak-bahak. Jeongguk melihat dari kaca spion tengah bahwa rekan kerjanya itu sedang mengenakan earphone.

Pantas saja ia tidak bergeming, batin Jeongguk.

Taehyung sebenarnya sudah ingin mengulurkan tangannya dan menarik tangan kiri Jeongguk dari kemudi untuk ia pegang. Namun sepertinya kekasihnya itu lebih nyaman menyetir dengan kedua tangannya. Maka skin contact yang hanya dapat Taehyung lakukan adalah dengan menaruh tangannya pada sandaran kepala milik Jeongguk. Taehyung menaruh tangannya di sana, sambil sesekali mengusap-usap puncak kepala kekasihnya itu pelan.

Sesekali Taehyung pun menarik tangannya dari sandaran kepala Jeongguk untuk menyentuh pipi kekasihnya itu dan mengusapnya dengan punggung tangannya. Taehyung mendapati dirinya sendiri tersenyum melihat Jeongguk hanya melirik sekilas padanya, lalu dengan pelan mendorong pipinya untuk lebih menempel pada punggung tangan Taehyung.

“Sayang, capek nggak?” Taehyung bertanya sambil berbisik pada Jeongguk, tidak ingin mengganggu Jimin yang saat ini terdengar sedang asyik membicarakan tanaman milik Namjoon di Bandung.

Jeongguk lantas hanya menggumam pelan lalu menggelengkan kepalanya. “Nggak kok, Tae. Kamu kalau ngantuk, tidur aja nggak apa. I'm totally fine.” Ia lalu melemparkan senyumnya pada Taehyung di sampingnya, yang terlihat memajukan kepalanya mendekat ke arah Jeongguk.

Tanpa aba-aba, Taehyung mendaratkan ciuman pada pipi Jeongguk singkat, tak lupa bibirnya menyunggingkan senyum yang masih menempel pada pipi Jeongguk. Aksi Taehyung barusan membuat Jeongguk lalu menggeram dan melepas tangan kirinya dari setir untuk mencubit lengan Taehyung.

“Tae! Kalau mau cium tuh kasih aba-aba dulu kenapa sih?!” Jeongguk mengomel sambil mendesis, membuat Taehyung tertawa terbahak-bahak sambil meraih tangan Jeongguk. Ia lalu meninggalkan beberapa ciuman pada punggung tangan kekasihnya.

“Iya, maaf, Jeonggukie. Habisnya, aku pasti nggak akan dibolehin kalau tadi kasih aba-aba dulu. Jadi aku modal nekat aja. I needed to kiss you, can't resist, sayang. Sori.” Taehyung menjawab sekenanya sambil tersenyum. Taehyung lalu menarik tangannya kembali dan memposisikannya di belakang kepala Jeongguk lagi.

Jeongguk hanya bisa melirik tajam, sesaat sebelum ia dan Taehyung mengaduh, merasakan pukulan yang cukup keras pada pundak mereka.

“Jangan pacaran di sini,” kata Jimin santai, membalas perkataan Taehyung siang tadi, yang membuat mereka bertiga akhirnya tertawa terbahak-bahak.

Lalu lintas hari ini cukup sepi, mengingat mereka berangkat lebih awal untuk menghindari kemacetan. Taehyung sempat mengecek kembali aplikasi Google Maps yang ada dihandphonenya sebelum berangkat. Ia memastikan bahwa selama perjalanan tidak akan ada kemacetan, agar Jeongguk tidak terlalu lelah menyetir.

Selama perjalanan, Jeongguk mempersilahkan Taehyung memilih lagu apapun untuk mereka dengarkan dan nyanyikan. Merasa tidak berhasil menemukan lagu yang pas untuk mereka dengarkan saat ini, akhirnya Taehyung mencari lagu favoritnya pada aplikasi itu dan menyetel lagunya.

Saat ia memilih lagu yang dirasa pas untuk menemani perjalanan mereka ke Bandung, Jeongguk lalu menoleh sekilas, terlihat mengernyitkan dahinya bingung.

“Ini lagunya Alextbh, sayang. Nanti dia ada perform juga di festival. Kamu belum pernah dengar yang ini, ya?” Jelas Taehyung sambil mengklik tombol heart pada aplikasi Spotify milik Jeongguk, bermaksud menambahkan lagu favoritnya pada playlist Jeongguk.

Jeongguk hanya bisa menggelengkan kepalanya, sambil mencoba mengikuti irama lagu yang memenuhi seisi mobil Taehyung dengan beatnya yang membuat Jeongguk jatuh cinta. Tentu, liriknya yang benar-benar pas dengan hubungan antara ia dan Taehyung saat ini. Jimin pun terdengar ikut memukul-mukul tangannya pada pahanya sendiri, berusaha mengikuti instrumen lagu yang terdengar oleh mereka.

This bar's about to close so, we should head home right now...” Jeongguk mendengar Taehyung bernyanyi mengikuti lagu berjudul 'Like That' itu. Ia hanya bisa tersenyum mendengar suara rendah Taehyung yang sangat seksi ditelinganya. “The gin's finally hit me, guess I should just let it out...”

Taehyung bernyanyi dengan sangat menghayati, mengekspresikan setiap lirik dengan tangannya ke sana ke mari, membuat Jeongguk hanya dapat melirik ke arah kekasihnya sambil terkekeh.

Hmm, don't need explaining, no, I'm not complaining, when our hands are touching, bodies do the talking, hands on the steering wheel. I stole a glance and I'm locked in...” Taehyung berhenti sebentar, menggeser tubuhnya dan mengubah posisi duduknya untuk memandangi Jeongguk di sampingnya, lalu memulai lagi. “How can I resist, when you look at me like that?”

Jesus Christ, I'm the one who can't resist, guys.” Jimin memotong, berkomentar dari jok belakang, membuat Jeongguk yang kedua pipinya sedang memerah karena Taehyung langsung tertawa keras. Sedang Taehyung dari joknya langsung memutar tubuhnya menghadap belakang, lalu menepuk lengan Jimin keras.

“Bajingan, gue lagi serenading Jeongguk, Jim! Bener-bener lo, ya,” keluh Taehyung sambil mendesis. Jimin dan Jeongguk tidak henti-hentinya tertawa; dengan alasan yang berbeda. Jimin tertawa karena melihat sahabatnya sekarang benar-benar kelewat romantis, sedang Jeongguk melakukannya karena ia ingin menyembunyikan rasa geli karena kupu-kupu sepertinya sedang main komidi putar diperut dan dadanya.

Jeongguk hanya dapat menggelengkan kepalanya sambil terkekeh geli mendengar Taehyung dan Jimin saat ini tengah memperdebatkan gaya pacaran antara mereka berdua, dengan Jimin dan kak Namjoon.

Ditengah-tengah suara keras Taehyung dan Jimin, Jeongguk berusaha menikmati lagu favorit Taehyung yang sedari tadi masih terdengar dari speaker mobil. Jeongguk yang sedari tadi sedang memperhatikan jalan tol yang kosong sambil mengetuk-ngetukkan jari-jarinya pada setir, lantas membelalakan matanya saat mendengar lirik lagu itu lagi.

I'll pour over your skin I'll put my words in your mouth This is what it feels like Love without a second of doubt

Mendengar itu membuat Jeongguk tersenyum lebar. Ia tersenyum lebar dan merasakan sepertinya sebentar lagi kedua pipinya akan terasa pegal. Taehyung tidak pernah lupa untuk mengatakan dan meyakinkan Jeongguk bahwa ia mencintai Jeongguk.

Kekasihnya itu tidak pernah absen mengutarakan rasa cintanya padanya, setiap saat, dengan cara yang berbeda-beda.

Jeongguk lantas berpikir, Taehyung sepertinya ingin mengatakan padanya bahwa dirinya mencintai Jeongguk tanpa ragu-ragu.

Sesederhana menyanyikan lagu favoritnya pada Jeongguk agar ia tahu.

Jeongguk pun membatin dalam hati, oh Tuhan, I love him too, without a second of doubt. I hope he knows that.

magnolia ; i got you • 380

Taehyung akui, ia adalah pribadi yang sangat strict pada hal apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Ia akan mengesampingkan hubungan pertemanannya dengan siapapun saat ia bekerja.

Menurut Taehyung, being professional is a must, walaupun dengan kekasihnya sendiri.

Mengenal Jeongguk, yang juga sama strictnya dengan Taehyung, membuatnya berpikir bahwa segala sesuatu dapat diselesaikan dengan kepala dingin. Eventhough Jeongguk tends to say something hurtful when he's mad or angry, or disappointed.

But well, mungkin Taehyung terlalu cepat berbicara.

Jujur, Taehyung sebenarnya tidak ingin menegur Jeongguk, karena toh, mereka berdua memang sama-sama sedang emosi dan lelah karena pekerjaan. Taehyung mencoba mengerti posisi Jeongguk yang sedang ditekan sana-sini, ditanya macam-macam yang sama sekali bukan bidangnya. Atau ya, sama sekali bukan urusannya. Namun ia mengurungkan niatnya untuk diam saja saat membaca pesan balasan Jeongguk pada Jimin kemudian, dan entah mengapa, Taehyung merasa jengah karenanya.

Tipikal Jeongguk jika merasa sudah 'diujung' kesabarannya.

Pesan itu berbunyi: “No wonder staff lo keluyuran. Bos-nya aja is doing the same thing right now.”

And oh my God, Taehyung is seriously pissed off.

Pengalaman yang dirasakan Jeongguk selama ini adalah, bekerja di Jo & Ste Group secara tidak langsung dituntut untuk bekerja secara fleksibel. Fleksibel yang dimaksud oleh Steve adalah mampu untuk mengerjakan apapun and taking care of it.

Seringkali Jeongguk ditanyai mengenai hal-hal yang bukan ranahnya dan ia menjawab serta melakukan sebisanya. Namun juga tidak jarang, Jeongguk rasanya ingin berteriak dan mengeluh, karena hello? This is not my job and I am afraid I will ruin it. Walaupun memang, baik Jeongguk maupun teman-temannya bersyukur karena dengan bekerja dibawah naungan Steve, mereka masing-masing dapat belajar banyak hal, hampir setiap hari.

Namun, tidak jarang Jeongguk 'diganggu' dan berakibat pekerjaan pokoknya yang berhubungan dengan marketing jadi terbengkalai, secara tidak langsung. Ia sangat kesal jika seseorang sudah membuyarkan konsentrasinya.

Sebenarnya, seiring berjalannya waktu, kebiasaan Jeongguk untuk menanggapi apapun dengan “amarah” dan/atau kata-kata yang menyakiti hati orang lain dapat berkurang. Selain keinginan dari dirinya sendiri, Taehyung adalah satu-satunya orang yang Jeongguk jadikan contoh.

Bagaimana Taehyung selalu tenang dalam menyingkapi apapun, tidak terburu-buru dan panik seperti yang biasanya ia lakukan.

Dengan Taehyung, Jeongguk belajar bagaimana cara mengontrol dirinya sendiri dan emosinya.

Bagi Jeongguk, Taehyung bisa menjadi teman bicara, kekasih, sekaligus guru sehari-harinya.

;

Beberapa waktu lalu, saat siang hari Taehyung sedang menemani ibunya berbelanja di Plaza Indonesia (the perks of being the youngest son, of course), ia sempat mengajak beliau untuk makan siang di Eight Treasures, salah satu restoran hotpot favorit Taehyung.

Saat menyantap makan siang bersama ibunya, Taehyung akhirnya memberanikan diri untuk menceritakan mengenai hubungannya dengan Jeongguk. Jujur, baik Namjoon dan juga Taehyung adalah saudara yang sehati sepikir. Mereka berdua tidak akan menceritakan hubungan percintaan yang sedang masing-masing dijalani pada orang tuanya, jika mereka berdua belum merasa 'siap' dan yakin.

Putra bungsu keluarga Kim itu bercerita pada ibunya tentang awal mula hubungannya dengan Jeongguk. Selama Taehyung bercerita dengan bersemangat (sambil menyembunyikan senyum kotaknya akibat terlalu bahagia), ibu Taehyung menanggapi dengan reaksi yang sama. Selama mendengarkan Taehyung, beliau terlihat berseri-seri dan tersenyum lebar, karena beliau tahu persis apa yang dialami oleh putra bungsunya saat masih menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya.

Ibu Taehyung dengan santai menasihatinya, tentang bagaimana suatu hubungan itu dapat selalu terjalin dengan baik, bagaimana cara memelihara hubungan dengan berkomunikasi dua arah, dan bagaimana cara 'memberi' yang sewajarnya.

Yang terakhir, adalah saat ibu Taehyung dengan elegan dan wibawanya berbicara, beliau menyesap teh ocha hangatnya sesaat sebelum berkata pada Taehyung. “Kalau misal kamu sedang bertengkar dengan pacarmu, jangan sampai berhari-hari, kalau bisa. Kalau kamu bertengkar saat siang hari, coba selesaikan sebelum kalian berdua mau tidur malam.”

Beliau lalu meletakkan cangkirnya, memandang Taehyung sayang dan menyambung lagi.

“Kalau kejadiannya pagi hari, usahakanlah sebelum matahari terbenam, kalian sudah baikan. Yang ini Mama dengar di ibadah kemarin sore.”

Taehyung yang sedang mendengarkan dengan serius, lantas tertawa renyah dan memutar kedua bola matanya.

“Mama serius, lho, ini! Kok kamu malah ketawa, sih. Dasar kebiasaan,” protes ibu Taehyung sambil membalas dengan memutar kedua bola matanya juga.

Nasihat ibu Taehyung itulah menjadi alasan mengapa saat ini putra bungsunya sedang duduk di teras gerai Starbucks di lobi apartemen Jeongguk. Sejak ia pamit pulang pada Jeongguk tadi, ia sudah berencana untuk pergi ke apartemen Jeongguk dan menunggu kekasihnya itu datang, tanpa sepengetahuannya.

Sebelumnya ia memang pamit pulang, namun saat ia mengabari Jeongguk kalau ia sudah sampai di tujuan, Taehyung memang dengan sengaja tidak memberitahu Jeongguk.

Ini adalah kali pertama dirinya dan Jeongguk bertengkar, terlibat adu argumen yang sebenarnya sepele. Sangat sepele menurut Taehyung. Namun ia tidak ingin membiarkan pikirannya, dan terutama Jeongguk, berkelana kemana-mana.

Memikirkan hal yang negatif dan buruk dapat menimbulkan penyakit, which wasn't supposed to be there in the first place.

Taehyung teringat akan nasihat ibunya, untuk tidak membiarkan salah paham dengan Jeongguk berlarut terlalu lama.

Ia hanya berharap malam ini usahanya tidak sia-sia.

Taehyung sudah menunggu sekitar dua jam, namun ia tidak peduli. Ia akan menunggu sampai Jeongguk datang—menunggu sampai mobil kekasihnya itu terlihat melewati lobi dan menuju ke gedung parkir. Setelah itu, ia akan naik ke apartemen Jeongguk untuk mendahuluinya.

Sebelumnya, Taehyung sudah memberitahu salah satu barista yang ia kenal, bahwa ia akan duduk di salah satu meja agak lama. Barista itu lantas mengiyakan dan mengatakan bahwa Taehyung tidak perlu khawatir, karena gerai itu biasanya cenderung sepi saat sudah menjelang malam.

Taehyung pun sudah mengganti pakaiannya di toilet gedung kantornya sesaat setelah membayar billing pesanan untuk Jeongguk sore tadi.

And now, all he has to do is just wait. ;

Saat Jeongguk menyetir mobilnya keluar dari parkiran gedung kantor tadi, ia sudah menyerahkan iPad-nya pada Yugyeom. Jeongguk memberikan kebebasan pada sahabatnya itu memilih lagu dari playlist manapun untuk mereka berdua nyanyikan.

Yugyeom hanya mengangkat bahunya lalu mengambil iPad milik Jeongguk, dan memilih playlist bernama “don't choose this playlist. this is for emergency” asal. Ia sama sekali tidak tahu bahwa isi dari playlist itu bermacam-macam, namun rata-rata adalah lagu yang biasa Jeongguk dengarkan saat sedih.

Saat lagu pertama dipilih oleh Yugyeom, Jeongguk lantas menoleh dan menatap pria yang duduk di sampingnya itu dengan tajam.

“Lo jangan bilang milih playlist emergency, ya, Gyeom?” Tanya Jeongguk cepat, menunggu sahabatnya yang tidak mengerti apapun itu menjawab.

“Iya. Kenapa emang? Lo mau ganti?” Yugyeom menjawab dan balik bertanya.

Ia hanya mengangkat alisnya sebelah saat melihat sahabatnya itu langsung berdecak dan menjawab, “Hajar, lah. Gue lagi pengen nangis beneran sambil teriak-teriak juga.”

Benar saja, Jeongguk bernyanyi sambil berteriak-teriak, dan berakhir menangis saat mendengar Magnolia memenuhi seisi mobil dengan lembut.

Ia rindu Taehyung. Hari ini adalah hari terburuk untuknya. Tidak ada seorang pun yang dapat memeluk dan menenangkannya sama seperti yang Taehyung selalu lakukan padanya. Pekerjaannya membuatnya ingin marah, semua orang dari segala penjuru bertanya padanya, even small things.

Biasanya Jeongguk tidak sampai emosi seperti tadi, namun sepertinya ia sedang mengalami bad day sepanjang hari.

Memikirkan kejadian tadi di mobil membuat ia ingin menangis lagi. Yugyeom sempat menasihatinya singkat, membuat Jeongguk sedikit lebih tenang dan mencoba untuk meluruskan pikirannya yang sudah mulai berlari ke arah yang negatif.

Couples fight, bro. All the time. Apalagi kalau lo berdua sekantor gini, dan lo berdua pegang peran penting. It's okay. Wajar kok beda pendapat. Lagian Taehyung juga masih baik-baik aja, 'kan, pas pamit lo pulang?”

Jeongguk mengangguk, lalu menghela napasnya berat.

“Tenang aja, besok juga lo berdua sudah baikan lagi. Knowing Taehyung, the most professional person, gue rasa dia nggak akan marah sama lo outside work.” Yugyeom berkata demikian untuk menenangkan sahabatnya yang terlihat sudah kelewat murung di sampingnya.

Thanks, Gyeom. I hope so, though.”

;

Jeongguk melangkah keluar dari lift dengan gontai sambil menunduk, membawa tas laptopnya yang berat di bahu kirinya. Ia rasanya lemas dan ingin cepat mandi dan pergi tidur, kepalanya pusing dan tenggorokannya kering akibat karaoke yang ia lakukan di mobil dengan Yugyeom selama perjalanan pulang.

Ia sibuk merogoh saku celananya dan hendak mengeluarkan access cardnya lagi saat akhirnya Jeongguk mendongak dan melihat sesosok pria yang terlihat berdiri di depan apartemennya, seperti menunggu ia datang.

Taehyung.

Kekasih Jeongguk itu terlihat sedang memusatkan fokusnya pada layar handphonenya, telinganya tersumbat earbuds yang sering Taehyung gunakan saat bekerja. Ia terlihat mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam, dengan celana hitam favoritnya yang beberapa kali Taehyung kenakan saat bepergian dengan Jeongguk. Taehyung selalu terlihat cocok dengan pakaian seperti ini, membuat Jeongguk akhirnya menghela napas kasar.

Mungkin Taehyung akhirnya sadar, melihat dari ujung matanya bahwa ada orang lain yang sedang berdiri tak jauh darinya.

Lantas ia mendongak dan tatapan matanya bersirobok dengan Jeongguk.

Ia lantas memencet tombol pada earbudsnya untuk menghentikan lagu yang sedang ia dengar, dan melepas kedua barang itu dari dalam telinganya, Lalu Taehyung memasukkan barang kecil itu ke saku celananya bersamaan dengan handphonenya.

Taehyung mendengar Jeongguk menghela napas berat lalu mengusap wajahnya kasar dengan kedua telapak tangannya. Menunduk dan kedua bahunya bergetar. Tas laptop Jeongguk sudah melorot dari bahunya dan tergeletak di lantai koridor apartemen.

Ia lalu mengangkat kepalanya, bertatapan lagi dengan Taehyung. Ia tahu sebentar lagi tangisnya akan pecah. Lelah, rindu, dan kesal melebur jadi satu. Jeongguk memanggil Taehyung lirih, merindukan pelukan dan suara Taehyung untuknya. “Tae—”

“Sayang...” Taehyung menjawab Jeongguk lembut, sambil berjalan menghampiri kekasihnya, sudah dengan kedua tangannya yang terbuka.

Taehyung lantas merangkul Jeongguk dan membawanya dalam pelukan, merasakan hangat dan getaran tubuh kekasihnya itu menyetrum sekujur tubuhnya. Ia pun merindukan Jeongguk. Rasanya hampa jika tidak ada indirect skin contact dengan kekasihnya itu.

Jeongguk membenamkan wajahnya pada ceruk leher Taehyung, menemukan kenyamanan di sana, merasa bahwa tempatnya untuk bersandar adalah pada Taehyung. Ia lalu membalas pelukan Taehyung yang terasa erat pada punggungnya dengan mengulurkan kedua tangannya, lalu mengalungkannya pada leher Taehyung.

Mereka berdua terdiam dalam pelukan masing-masing, menikmati keheningan koridor apartemen yang dipenuhi oleh lantunan instrumen jazz dari speaker yang tertanam di langit-langit.

My sweet baby...” Panggil Taehyung lirih. “Capek, ya?”

Kekasih Taehyung itu mengangguk lemah, sambil menghirup dalam-dalam wangi tubuh Taehyung, seperti energi yang meresap langsung dari hidung Jeongguk untuk 'membangunkan' sekujur tubuh Jeongguk yang sudah lelah.

You did a great job today, Jeonggukie. Despite everything.” Jeongguk merasakan Taehyung mencium puncak kepalanya berkali-kali dengan pelan, membuat tubuhnya serasa hampir meleleh. “I am so proud, okay? Sorry I let my ego consumed me so I didn't tell you earlier.”

's okay,” Jeongguk menggumam, membuat Taehyung tertawa pelan. Jeongguk merasakan getaran tawa kekasihnya itu dari dadanya, membuatnya membenamkan wajah lesunya lebih dalam dan mengeratkan pelukannya.

Taehyung lalu meninggalkan ciuman bertubi-tubi di seluruh wajahnya; kelopak sepasang matanya yang agak bengkak akibat menangis, kedua alis, pipi, hidung, bibir, dan tentu saja dahinya. Jeongguk lalu menghela napas lagi, merasakan bibir Taehyung yang meninggalkan jejak diseluruh wajahnya, membuatnya lalu mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan Taehyung.

“Tae, I'm sorry...” Jeongguk berkata, lalu menyandarkan dahinya pada dagu Taehyung.

“Iya sayang, I'm sorry too, okay? Masuk, yuk. Kamu rebahan, nanti kita bicara. Oke?” Jawab Taehyung disela-sela ciuman yang ia tinggalkan didahi Jeongguk.

Jeongguk lantas mengangguk, melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah pintu apartemen untuk membukanya. Taehyung mengambil tas laptop Jeongguk yang tergeletak tadi lalu berjalan mengikuti kekasihnya dari belakang.

;

I tend to say something hurtful when something's pissing me off. And I know I shouldn't do that, Tae,” kata Jeongguk sambil menggeser tubuhnya lebih dekat pada Taehyung, yang sedang memijat kedua pelipisnya lembut. “Aku minta maaf. Aku harap kamu sudah tidak marah sama aku.”

Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk duduk dan bicara di sofa ruang tengah. Jeongguk mengurungkan niatnya untuk mengajak Taehyung mengobrol sambil merebahkan diri di kasur. Ia yang sudah lelah akibat hari yang panjang hari ini, khawatir akan segera memejamkan mata dan tertidur pulas jika kepalanya bersentuhan dengan bantal tidurnya.

Jeongguk sudah sempat mandi, pun Taehyung, secara bersamaan di kamar mandi terpisah. Mereka memutuskan untuk merilekskan tubuh dan menenangkan pikiran mereka terlebih dahulu sebelum akhirnya berbicara.

Taehyung lebih dulu selesai, membuat dirinya berinisiatif untuk membuat teh chamomile untuk dirinya dan Jeongguk. Kekasihnya itu benar-benar terlihat lemas dan lelah tadi, ia harap dengan mandi terlebih dahulu lalu ditemani teh buatannya, tubuh Jeongguk akan lebih rileks.

Jeongguk terlihat lebih nyaman saat Taehyung mengulurkan tangannya dan memegang pelipisnya untuk dipijat. Ia lalu menghela napas pelan, menikmati setiap tekanan yang disalurkan oleh Taehyung untuk setidaknya, membuat kepala Jeongguk tidak lagi pusing dan rasanya seperti ditinju berkali-kali.

Shit happens, sayang. Aku tahu kok, kamu pasti tadi emosi. Tahu aku nggak ada dekat kamu, malah pergi makan di luar. Staf aku semuanya juga malah pergi. Kamu nggak ada yang dimintai tolong. Aku paham kok, been there done that,” balas Taehyung tersenyum sambil melepaskan pijatannya, untuk menangkup wajah Jeongguk.

Ia lalu membawa ibu jarinya untuk mengusap kantung mata Jeongguk. “Aku nggak marah, oke? Tapi kamu nggak bisa bilang begitu, sayang, ke siapapun itu. It will make them angry because they feel like 'you don't know shit about me and my team, why you bother?' Something like that.

“Aku cuma kaget, kayak, wah, apa ini yang selama ini Jeongguk pikirin ya soal tim gue? Tadi aku sempat mikir begitu—”

Jeongguk lalu memotong cepat. “NO! Nggak, Tae. Oke?” Ia sedikit berteriak, menanggapi Taehyung dengan suara putus asa sambil memegang punggung tangan Taehyung yang sedang menangkup wajahnya. “Aku nggak mikir seperti itu. I swear. I just... I felt so exhausted and mad tired so I felt like needed a punching bag. That was a bad move, and I am so sorry.”

Taehyung hanya tersenyum menatap Jeongguk, lalu memajukan kepalanya untuk mencium dahi kekasihnya dengan sayang. Ia lalu merasakan Jeongguk seperti meleleh karena ciumannya, Taehyung mendengar Jeongguk berkali-kali menghela napas. “Okay, then. At least there's no doubt in my mind anymore. And I forgave you already, okay?

Taehyung sebenarnya sudah sempat berpikir demikian, membuatnya hanya diam seribu bahasa saat di kantor, memikirkan apakah Jeongguk benar-benar berpikir seperti itu terhadap timnya? Namun ia akhirnya lega mendengar jawaban Jeongguk.

“Maaf juga kalau aku malah 'lari' dari kantor, karena aku benar-benar lagi penat. Aku bisa bikin seisi ruangan tegang dengan sikapku kalau aku tadi diam di kantor. Jadi aku lebih baik pergi ke luar tadi saat makan siang. Maaf ya, sayang?” Taehyung berkata pada Jeongguk yang saat ini sudah menyandarkan tubuhnya dipelukan Taehyung.

Jeongguk hanya menggumam tanda mengiyakan, lalu menengadahkan kepalanya.

Ia lalu berkata dengan hati-hati. “There's nothing to forgive, though, Tae. I love you. I hate fighting with you.”

Kekasih Jeongguk itu lalu tertawa pelan, terdengar suara tawanya yang rendah, membuat Jeongguk rasanya ingin lebih dalam tenggelam dipelukan Taehyung.

I love you too. Couples fight, baby. Wajar, yang penting nggak sering-sering bertengkarnya. Nggak mau aku lihat kamu matanya bengkak karena nangis gini.” Taehyung berkata sambil mencium kedua kelopak mata Jeongguk dengan sayang.

“Eh, sebentar. Ini nangis karena berantem sama aku, bukan? Aku sempat nangis juga soalnya tadi karena that was our first time fighting,” sambung Taehyung lagi sambil terkekeh, membuat Jeongguk akhirnya membelalakan kedua matanya. Taehyung melihat sepasang mata kekasihnya itu membulat akibat terkejut.

“Serius?” Tanya Jeongguk kemudian, lalu memajukan wajahnya untuk mencium bibir Taehyung dengan cepat. “Kalau aku nangis karena kangen dicium kamu, sih, Tae.”

Taehyung lalu tertawa terbahak-bahak, menarik wajah Jeongguk yang sedang sibuk tertawa, lalu membalas ciuman kekasihnya lebih dalam. “That too, sayang. That too.”

magnolia ; i got you • 340

Setelah membaca pesan Taehyung panjang lebar dan sukses membuatnya menangis di kamar tidurnya, Jeongguk akhirnya dengan cepat bangkit dari duduknya di kasur dan melangkah keluar dari sana. Sebelumnya, Jeongguk sudah membawa kain tipis dari kamar mandinya. Menangis sedikit saja dapat membuat kedua mata bulatnya membengkak, mengharuskannya untuk membasahi kain itu dengan air dingin untuk dikompreskan pada matanya.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi saat Jeongguk berhenti menangis. Sebentar lagi ia harus berangkat menuju kantor jika tidak ingin terlambat menghadiri meeting; untuk membahas segala macam masalah yang tiba-tiba datang bertubi-tubi.

Jeongguk lalu membuka kulkasnya untuk mengambil air mineral dingin untuk ia tuang di baskom, merendam kain itu kemudian, dan akhirnya ia berjalan ke arah sofa di ruang tamu. Sesaat sebelum akhirnya Jeongguk merebahkan dirinya di sofa dan mengompres kedua matanya, ia menyetel alarm dihandphonenya, untuk membangunkannya tiga puluh menit lagi.

Ia berpikir, ini adalah waktu yang tepat untuk memperpanjang waktu tidurnya barang sebentar; hari ini akan menjadi hari yang panjang.

;

God damn, this wasn't supposed to be like this, Anggia...

This is a part of my job, Taehyung! I am the one that should take care of it!

I know... I know. Tapi ini akan memperlambat semuanya, terutama pekerjaan tim gue dan Jeongguk! God damn, kenapa nggak lo consult sama kita dulu, ya?! Ini by the way, Purchasing dan Legal mana?! Coba minta tolong panggil dulu, Jim.

Oke, Tae, sebentar gue telepon orangnya.”

Pak Jeongguk, ini ada tim Legal mau tanya mengenai logo, signage, dan banner untuk promosi, Pak. Berhubungan dengan pajaknya nanti. Maunya bicara dengan Bapak, nggak mau dengan saya dan teman-teman staf Marketing...

Shit!

Jeongguk hanya bisa tercekat mendengar Taehyung mengumpat barusan. Ia hanya bisa menghela napas berat sambil mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangannya. Rasanya ia ingin berteriak sekencang-kencangnya mendengar timnya sedang adu argumen seperti ini, kalau saja mereka tidak sedang berada di ruangan meeting yang dekat dengan area dining.

Belum lagi mendengar stafnya yang menanyakan hal yang sepele, namun menurutnya bodoh.

Apa mereka tidak bisa membaca situasi?! Jeongguk hanya bisa mengumpat dalam hati.

Tell them I will call back later. Apa kamu nggak lihat ini kita sedang meeting heated begini?” Jeongguk menjawab nada sedikit tinggi, namun berusaha untuk tetap tenang. Ia tidak ingin para stafnya malah menangis ditengah-tengah meeting karena mendengarnya marah.

Staf Jeongguk hanya mengangguk cepat tanda paham lalu menyampaikan persis seperti yang Jeongguk katakan pada tim Legal yang mencarinya.

Masalah yang dibahas pada meeting saat ini saja belum selesai, ditambah lagi dengan tim Legal yang mencarinya dan ingin berbicara dengannya langsung. Semua ini pasti berkaitan dengan logo dan hak paten yang sejak kemarin belum selesai dibahas.

Beberapa masalah yang kemarin juga sempat Jeongguk bereskan hingga malam hari berawal dari ide Anggia untuk mengganti vendor signage, yang ternyata sudah mendapat approval Steve. Entah mengapa ide itu mencuat begitu saja dari Anggia, yang notabene adalah orang baru, untuk dengan seenaknya mengganti vendor tanpa persetujuan Taehyung dan Jeongguk. Ya, singkatnya, Anggia sudah 'melangkahi' mereka berdua. Yang menjadi pertanyaan dikepala Jeongguk adalah, apa privilege yang Anggia miliki sehingga wanita itu melangkahi ia dan kekasihnya dan langsung mendapat persetujuan.

Oleh karena 'aksi' Anggia, otomatis produksi signage akan mundur dan akan berpengaruh pada jadwal pembukaan restoran yang tinggal beberapa minggu lagi. Secara langsung pun akan mempengaruhi seluruh marketing plan yang digarap oleh Jeongguk dengan susah payah sejak jauh hari.

Jeongguk pun sendiri sudah ingin marah besar dan mengeluarkan kekesalannya. Namun ia merasa, ia akan hanya memperkeruh suasana saja. Semua orang sudah tegang dan takut dengan amarah Taehyung yang sudah akan meledak. Ia berusaha untuk mengimbangi suasana dengan menahan emosi. Jika Taehyung sedang naik pitam sekarang, Jeongguk ingin mengimbanginya, sehingga ada seseorang yang bisa menenangkan Taehyung.

Jika saja Anggia dan tim Purchasing mencoba menunggu kabar barang beberapa hari dari vendor existing langganan mereka, pihak vendor bisa mendahulukan project ini dan akan sangat menghemat waktu.

Maka Jeongguk tidak heran jika Taehyung yang sedang duduk di hadapannya terlihat emosi, sebentar lagi akan 'meledak'. Semua proses yang tim mereka berdua rencanakan seperti layaknya planning abal-abal yang dihancurkan begitu saja.

Jeongguk rasanya ingin mengulurkan tangannya untuk menenangkan Taehyung yang sekarang terlihat seperti orang kebakaran jenggot. Urat-urat tangan dan leher Taehyung sudah tercetak jelas di kulit kekasihnya itu, salah satu tangannya mengepal erat; terlihat dari buku-bukunya yang mulai memutih. Kedua bahu Taehyung terlihat turun naik, berusaha menahan emosi sejak meeting dimulai.

Jujur, Jeongguk sudah lama sekali tidak melihat Taehyung seperti ini. Kekasihnya itu jarang sekali menunjukkan kemarahannya, tidak seperti dirinya, blame his staffs though. Jika Taehyung sudah terlihat seperti seorang iblis yang sebentar lagi akan mengeluarkan tanduknya, tandanya seseorang dan/atau sesuatu sudah kelewatan.

Maka dengan segala keberanian dan keinginan untuk menenangkan Taehyung, namun tetap menjaga profesionalitas mereka berdua, Jeongguk lalu diam-diam melepas sepatu yang ia kenakan dengan kedua kakinya bergantian dibawah meja. Jeongguk lalu memajukan kursinya hingga mengenai meja untuk menjulurkan kakinya, menyentuh pergelangan kaki Taehyung dengan kakinya. Ia mengusap pelan ibu jari kakinya pada pergelangan kaki Taehyung, membuat kekasihnya itu lantas terlihat rileks, kedua bahunya tak lagi terlihat tegang. Taehyung yang terlihat emosi, perlahan mulai mencoba mengatur napasnya, lalu menyambar gelas yang berisi air mineral di sebelah laptopnya dan menegak isinya hingga habis.

Taehyung lantas mengangkat kepalanya dan memandang sepasang mata Jeongguk. Kekasih Taehyung itu akhirnya menyunggingkan senyum simpulnya lalu melafalkan kalimat dengan bibirnya tanpa suara, “Sabar, sayang. We will solve this together, okay?

Thank you, baby. I know we will. I am sorry for lashing out.” Kata Taehyung kemudian, sambil menatapnya teduh dan merasa bersalah karena telah membiarkan emosinya ikut andil dalam meeting siang ini.

Jeongguk hanya membalas dengan tersenyum lebar, membalas Taehyung kemudian, sambil tetap mengusap pergelangan kaki kekasihnya itu, ibu jari kakinya masih tetap bekerja dibawah meja. “It's okay, Tae. Shit happens.”

magnolia ; i got you • 322

Taehyung hanya terkekeh melihat Jeongguk yang melakukan aksi ngambek karena membeberkan 'kegiatan' mereka barusan dimedia sosial. Menurut kekasih Taehyung yang lebih muda darinya dua tahun itu, ia merasa hal-hal seperti itu tidak perlu diumbar-umbar. Menurutnya pula, itu adalah hal yang hanya boleh dinikmati berdua. Tentu Taehyung harus membayar dengan mencium Jeongguk berkali-kali; ditangan, dikening, dipipi, dan tentu, dibibirnya. Yang diminta demikian hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum menyerang Jeongguk dengan hujan ciuman.

Mereka sedang tenggelam dalam keheningan masing-masing; Jeongguk sedang berkutat dengan handphonenya, merasakan tangan Taehyung yang lebar sedang mengusap-usap betisnya pelan. Ia lantas tersenyum dengan gestur Taehyung, sesaat sebelum dirinya melirik ke arah Taehyung yang terlihat sedang melamun.

Selama mengenal seorang Taehyung, Jeongguk jarang sekali melihat kekasihnya zone-out seperti ini. Taehyung seperti tenggelam dalam pikirannya, yang Jeongguk sendiri tidak tahu apa. Sejak tadi Taehyung masuk ke kamarnya dan membawa tray dengan dua cangkir diatasnya, Jeongguk sudah merasakan ada yang aneh. Sebenarnya, Taehyung adalah orang yang sedikit tertutup. Ia jarang sekali mencurahkan isi hatinya pada orang lain, Jimin sekalipun.

Menurut Taehyung, lebih baik pikiran dan/atau masalah yang ada sebaiknya disimpan untuk dirinya sendiri.

Jeongguk lalu tersenyum simpul, menaruh cangkir kopi buatan Taehyung untuknya di nakas dekat kepala kasur, dan menggeser tubuhnya mendekat. Ia akhirnya memberanikan diri untuk mengajak Taehyung berbicara, yang sedari tadi hanya menatap kosong ke arah jendela apartemen.

Cuaca hari ini mendung, langit terlihat memunculkan gradasi warna putih keabu-abuan, membuat Jeongguk rasanya lebih ingin menarik tangan Taehyung dan memeluknya dalam selimut. Ia lalu mengulurkan tangannya untuk merangkul Taehyung dan menyandarkan dagunya pada bahu kekasihnya itu. Taehyung yang sedang melamun sempat terkejut, lalu melemparkan senyum kikuk pada Jeongguk. Taehyung pun meninggalkan tiga kecupan di pipi kanannya yang cukup lama.

“Tae, mind to share your thoughts?” Jeongguk bertanya, sambil memindahkan tangannya untuk mengusap-usap punggung Taehyung naik turun. “You seemed different. Apa kamu mau cerita ke aku?”

Pria itu hanya menjawab dengan gumaman lalu menghela napas berat. Jeongguk masih mengusap-usap punggung Taehyung saat berkata, “Aku nggak akan maksa kamu cerita, oke? It's totally up to you.”

Mendengar kata-kata Jeongguk, Taehyung hanya menggeleng lalu menolehkan wajahnya, menempelkan hidung mancungnya pada tulang rahang kekasihnya sambil tersenyum. “It's fine, sayang. I will tell you shortly, okay?” Taehyung lalu mengecup pelan rahang hingga ujung bibir Jeongguk lembut, seperti mengikuti ritme napas mereka berdua, sebelum akhirnya mengecup pelan bibir Jeongguk.

“Jeonggukie.” Taehyung berbisik lirih disela ciuman mereka, yang dibalas oleh kekasihnya hanya dengan menggumam. “I love you,” bisik Taehyung lagi sambil menghela napas, membuat napas Jeongguk menjadi pendek-pendek. “So much, you have no idea.”

Mendengarnya, Jeongguk hanya bisa menyunggingkan senyumnya dan menggigit bibirnya sendiri. “And I love you, Tae.”

;

Tidak membutuhkan waktu untuk Taehyung akhirnya bercerita sambil merebahkan tubuh mereka di kasur besar milik Jeongguk. Kamar Jeongguk lebih luas sedikit dari kamar tamu yang Taehyung tempati untuk istirahat selama weekend ini. Ia pun sebelum menempati apartemen ini, benar-benar meminta izin pada orang tuanya untuk mendekor seisi apartemen sesuai dengan apa yang ia inginkan.

Jeongguk bersyukur, beliau berdua membebaskan dirinya untuk memilih, toh orang tuanya sendiri yang mengatakan, satu unit apartemen dengan luas seratus enam puluh lima meter persegi itu dihadiahkan untuknya.

Berkat bantuan Yugyeom, ia akhirnya bisa mengisi seluruh apartemen sesuai dengan keinginannya. Jeongguk pun dahulu sempat meminta pada Yugyeom, bahwa ia ingin kamarnya bernuansa monokrom; dan tentu ingin didekorasi sedemikian rupa sehingga nyaman untuk dapat ditempati dua orang. Ia ingat betul, Yugyeom lalu memukulnya dengan buku katalog kain sofa tebal yang sedang dipegangnya.

Mereka berdua sedari tadi sudah merebahkan diri di kasur sambil berhadapan, menemukan posisi nyaman untuk mengobrol dari hati ke hati.

Taehyung lalu bercerita tanpa henti, membahas sedikit banyak tentang keluarganya; terutama kakak-kakaknya, Seokjin dan Namjoon. Jeongguk sudah pernah mendengar nama kakak kedua kekasihnya, yang juga kekasih Jimin yang menetap di Bandung sejak Namjoon menempuh perkuliahan di sana.

Pria yang sedang memandangi Jeongguk sambil memegang dan mengusap punggung tangannya itu pun bercerita tentang kakak pertamanya, Seokjin. Ia akan pulang ke Indonesia bersama Ayahnya, setelah empat tahun lebih menjalani pendidikan master dan meniti karir di negeri orang.

Kakak pertama Taehyung, yang 'meninggalkan' kekasih Jeongguk itu 'sendirian' di Jakarta tanpa memikirkan perasaannya. Menurut Taehyung, Seokjin tidak pernah memberi, bahkan menanyakan kabar mengenai keluarganya sama sekali. Taehyung dahulunya bersemangat, hingga akhirnya pasrah dengan tingkah laku kakaknya yang aneh dan menurut Taehyung, mudah melupakan keluarganya.

Selama Taehyung bercerita, tidak sedikitpun Jeongguk berusaha untuk memotong dan menasihati kekasihnya itu. Justru sebaliknya, ia dengan serius mendengarkan cerita Taehyung dari awal hingga akhirnya selesai. Selama ini, Jeongguk sudah hidup 'sendiri', ia tidak memiliki saudara kandung. Saudara terdekatnya hanyalah Yoongi, kakak sepupunya yang berbeda empat tahun darinya. Mereka berdua pun sudah jarang bertemu, karena pekerjaan dan kesibukan masing-masing yang membuat rencana temu kangen mereka selalu gagal.

Taehyung akhirnya memberi sinyal pada kekasihnya bahwa ia sudah selesai bercerita dengan mengikis jarak diantara mereka berdua lalu mencium kening Jeongguk. Taehyung pun mengucapkan terima kasih pada Jeongguk, lalu mempersilahkan kekasihnya untuk menanggapi. Ia tahu, pria di hadapannya itu sudah tidak sabar untuk menanggapi cerita panjang lebarnya tentang kakak laki-lakinya.

Jeongguk berdehem, membalas ciuman Taehyung tepat di bibir, lalu menarik kepalanya untuk menatap sepasang manik hazel yang selalu membuatnya merasa 'aman'.

First of all, Taehyungie, terima kasih karena kamu sudah mau terbuka dengan aku. Aku tahu, kalau masalah dan cerita tentang keluarga itu terkadang adalah hal yang cukup sensitif,” kata Jeongguk sambil menangkup wajahnya dan mengusap pipi Taehyung dengan ibu jarinya. Taehyung lantas menempelkan pipinya lebih erat dengan telapak tangan Jeongguk yang mungil.

“Yang kedua, Tae, kalau menurut aku, ya,” jeda Jeongguk sambil mengambil napas sambil merangkai kata-katanya di otaknya. “...apa nggak sebaiknya kamu temui aja, kakak dan Papa kamu? Mereka pasti kepengin ketemu kamu, lho, Tae. It's been too long, no?

“Lagipula menurut aku, ya. Siapa tahu kak Seokjin juga mau... I don't know, menjelaskan kenapa dia selama ini seperti itu? He's doing it for a reason, I'm sure, Tae.”

Perlahan, Taehyung meraih tangan Jeongguk yang menangkup wajahnya, lalu membawanya tepat didepan bibirnya, mengecupnya lama hingga Jeongguk merasakan kasarnya bibir Taehyung dipunggung tangannya.

“Iya, sayang, aku tahu. Maka itu aku cerita ke kamu. I need some advices though, how to face him.” Taehyung lalu membuka sepasang matanya yang tadi terpejam dan menatap Jeongguk. “Aku tadi sudah berpikir seperti itu juga, persis dengan apa yang kamu bilang barusan. I just need to reassure myself.”

Jeongguk dengan jelas melihat Taehyung seperti masih memiliki cerita yang disembunyikan. Pun ia sendiri berpikir, ia tahu, Taehyung pasti akan memberitahunya saat ia siap. Jikalau memang kekasihnya itu tidak akan bercerita padanya, tidak masalah. Ia akan menghargai privasi Taehyung, sampai kapanpun. Jeongguk tidak akan memaksa Taehyung apapun; kecuali meminta Taehyung untuk menciumnya berkali-kali yang akan membuat bibir mereka ngilu karenanya.

Memikirkannya membuat Jeongguk lantas tersenyum malu, membuat kedua pipinya memerah. Jeongguk sadar betul, Taehyung sudah memandanginya dengan kerling berbeda, sambil menaikkan satu alisnya dan tersenyum jahil.

“Ugh, I love you, okay?” Jeongguk lantas mengalihkan perhatian Taehyung dengan berkata demikian, menyembunyikan rona wajahnya. “Kamu orang yang kuat kok, Tae, aku tahu. And I know you will do just fine. Pacarnya siapa dulu, ya 'kan?”

Taehyung hanya menjawab dengan suara seraknya dan rendah seperti bas, membuat bulu kuduk disekujur tubuh Jeongguk meremang.

“Pacarmu, dan cuman punyamu. Okay?”

Ia tidak lagi meneruskan jawabannya dengan kata-kata. Setelah menjawab, Taehyung hanya tersenyum lebar, menunjukkan senyum kotaknya dan mengangkat tubuhnya, untuk memeluk Jeongguk, lalu menarik selimut yang mereka kenakan sampai menutupi kepala.

Jeongguk hanya tertawa lalu berteriak kencang karena Taehyung menghujani wajahnya dengan ciuman bertubi-tubi sambil menggelitik pinggang rampingnya.

“TAEHYUNG!”

magnolia ; i got you • 291

Jumat merupakan hari yang cukup santai bagi para anggota tim yang selama ini sudah bekerja dibawah komando Steve. Biasanya, mereka hanya akan melakukan morning briefing jika ada sesuatu yang mendesak. Namun jika semua pekerjaan sudah rampung, mereka hanya akan berkutat pada load pekerjaan masing-masing.

Sejak pagi, Jeongguk terus menggerak-gerakkan kedua kakinya turun naik seperti sedang menjahit dengan mesin. Tidak jarang ia melirik ke arah Taehyung, yang tentunya terlihat sedang mencurahkan seluruh konsentrasinya pada layar laptopnya. Kedua telinga Taehyung yang terlihat dibalik rambut lebatnya pun ditutup oleh sepasang earbuds kecilnya yang berwarna silver.

Mingyu yang duduk di sampingnya itu hanya beberapa kali melirik tajam dan berdesis saat gerakan kaki Jeongguk lama-kelamaan mengganggu pandangan matanya. Ia lantas hanya berdecak dan segera menghentikan gerakan kakinya dan memberitahu Mingyu tanpa ditanya.

“Deg-degan nih gue, Gyu. Sori.”

Saat Mingyu menanyakan ada apa dengan kerlingan mata jahil seperti ingin mengulik gosip, Jeongguk membalas dengan memutar kedua bola matanya. Namun akhirnya ia membeberkan juga rahasianya pada teman dekatnya itu.

“Taehyung actually is going to sleep over at mine until Monday morning.” Ia lalu menarik napas, membuangnya kasar (karena terlalu gugup), dan menyambung lagi. “And I actually covered a song last night for him. Mampus nggak, lo? Dobel-dobel nih deg-degannya!”

Entah siapa yang lebih dulu berteriak dan/atau tertawa (Jeongguk juga tidak sadar), tiba-tiba Eunwoo dan Yugyeom yang sedang fokus bekerja, pun Jimin serta Anggia (oh dia tidak mungkin ketinggalan), dengan cepat menoleh ke arah sumber suara. Kedua teman dekatnya yang duduk persis berhadapan dengannya dan Mingyu hanya menggeleng-gelengkan kepala.

Sedang Anggia, Jeongguk tidak tahu apa yang ada didalam pikiran wanita itu. Saat mereka berdua bertemu mata, Anggia hanya mengerjapkan sepasang mata bulatnya beberapa kali lalu melempar senyum penuh arti padanya. Tentu Jeongguk yang sama sekali tidak tahu apa arti dibalik senyum itu, hanya tersenyum lebar dengan kikuk sambil memperlihatkan sederet giginya yang putih.

Sebenarnya, Anggia sempat menanyakan pada Jeongguk mengapa tidak membalas pesannya kemarin saat tadi pagi ia tiba di kantor. Ia bersyukur Taehyung belum terlihat batang hidungnya tadi pagi saat wanita itu menyapanya dan menanyakan hal itu. Jeongguk dengan segala keahlian berkomunikasinya, hanya menjawab bahwa ia tidak sempat membalas pesan wanita itu dengan alasan pesannya tertumpuk dengan pesan yang berhubungan dengan pekerjaan.

Entah Anggia adalah tipe manusia yang mudah percaya atau sudah malas mendengar alasannya, wanita itu akhirnya hanya mengangguk dan tersenyum simpul. Saat Jeongguk berjalan ke arah mejanya, ia hanya mengernyitkan dahinya bingung dan berpikir, apa yang sebenarnya wanita itu inginkan dengan mengajaknya makan siang bersama. Namun yang pasti, Jeongguk sudah memberitahu Taehyung bahwa dirinya tidak akan mengiyakan ajakan wanita itu jika hanya berdua saja.

Jeongguk tidak melihat Taehyung dari meja kerjanya bergeming, sepertinya pria yang semalam menciumnya itu sedang sibuk. Ia akhirnya hanya berbalasan tatap dengan Jimin, yang terlihat mengerlingkan matanya jahil, persis seperti yang dilakukan oleh Mingyu. Apakah Jimin tahu bahwa sahabatnya itu akan menginap di apartemennya hingga hari Senin? Membayangkan Jimin tahu saja sudah membuat bulu kuduknya meremang. Ia tidak ingin seisi kantor tahu bahwa mereka akan menghabiskan waktu bersama saat weekend. Jeongguk malas jika harus menjadi bahan ledekan untuk waktu yang cukup lama, karena sejak dulu, ia dan Taehyung dikenal seperti anjing dan kucing; tidak pernah akur dan selalu 'adu mulut'.

Benar kata orang, minuman paling nikmat adalah air liur sendiri.

Ia lantas menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kerjanya, mencoba mengatur napasnya yang sama sekali tidak karuan. Sejak tadi malam, Jeongguk entah mengapa tidak bisa tidur nyenyak. Ciuman singkat selama dua menit dengan Taehyung kemarin malam membuat perutnya mulas, kepalanya pusing, dan dadanya berdegup kencang. Sebut saja Jeongguk benar-benar norak, ia tidak peduli, karena memang benar adanya. Belum pernah ada satu orangpun yang mencium Jeongguk sambil membisikkan kata-kata manis untuknya disela-sela ciuman itu. Garis bawahi, belum pernah ada.

Rasanya dengan Taehyung, ia seperti diajak berpetualang ke tempat yang belum pernah ia singgahi. Pun dengan Taehyung, Jeongguk merasakan pria itu selalu mengistimewakan dirinya, tanpa tidak mengacuhkan dirinya sendiri.

Setelah tiga tahun lamanya ia 'hiatus' dari hobinya meng-cover lagu dan bermain gitar, tiba-tiba saja malam tadi setelah Taehyung keluar dari apartemennya, dengan cepat ia menutup dan mengunci pintu, lalu melangkahkan kakinya ke arah wardrobe room. Ruangan itu terletak didalam kamar tidurnya, berbentuk seperti walking closet kecil yang Jeongguk dekor sedemikian rupa agar ia selalu nyaman bila berganti pakaian.

Saat melangkah masuk ke ruangan itu, Jeongguk lalu berbelok ke kiri, ke arah lemari pakaian yang jarang ia tengok sejak ia bekerja di perusahaan milik Steve. Kesibukan membuatnya benar-benar mengabaikan dua hobinya itu. Pun sebenarnya Jeongguk selalu 'berlari' dari realita dengan memainkan gitarnya dan memainkan lagu sedih yang seakan meremas dan menyayat hati hingga larut malam.

Jeongguk lalu membuka lemari pakaiannya dengan yakin dan melihat gitarnya yang dibalut dengan kain hitam disisi ujung belakang lemari pakaiannya. Alat musik itu bersembunyi dibalik pakaian dengan warna monotonnya yang digantung rapi berhimpitan. Ia lalu mengambil beberapa pakaian yang menghalangi gitarnya dan menaruhnya diatas kursi bulat pendek berwarna hitam yang diletakan persis di belakangnya. Ia mengulurkan tangannya dan akhirnya mengangkat gitar itu untuk dikeluarkan dari lemari.

Memori yang ia habiskan dengan gitarnya itu perlahan muncul didalam kepalanya, berputar-putar seperti roll film rekaman tempo dulu, menampilkan beberapa potong memori yang membuatnya tersenyum kecil.

Akhirnya Jeongguk bertekad untuk memainkan beberapa lagu yang mengingatkannya pada Taehyung. Ia pun berencana untuk melakukan kembali hobinya dan mempersembahkannya pada Taehyung.

;

Selama perjalanan menuju apartemen, Taehyung tidak henti-hentinya meninggalkan kecupan pada punggung tangan Jeongguk sambil sesekali memejamkan matanya. Ia pun lalu menarik tangan kanan Jeongguk untuk ia genggam dan menempelkannya pada pipinya sendiri. Jeongguk yang melihatnya hanya ber-oh-ria sambil menatap pria yang di sampingnya itu teduh.

Mereka berdua tidak mengobrol banyak, hanya sesekali berbicara saat diperlukan. Lagu-lagu favorit Taehyung mengalun lembut mengisi keheningan. Sesekali Jeongguk mendengar Taehyung bersenandung mengikuti irama lagu. Ia hanya tersenyum, melihat pria di sampingnya yang ia sukai itu, menikmati lagu walaupun raut wajahnya tidak bisa berbohong jika ia saat ini sedang lelah.

“Tae, you seemed so busy all day. Capek ya?” Tanya Jeongguk pada Taehyung saat mereka berdua sudah sampai di apartemennya. Jeongguk mempersilahkan pria itu untuk masuk ke apartemennya terlebih dahulu karena ia membawa tas laptop pada bahu kanannya dan menjinjing tas yang biasa ia gunakan saat gym. Jeongguk lalu menutup pintu apartemennya dengan sikunya, mendorong pelan lalu berjalan mengekor di belakang Taehyung.

Taehyung hanya membalas Jeongguk dengan menggumam, menaruh kedua tasnya di sofa. Ia lalu membalikkan dan menyandarkan beban tubuhnya pada bagian belakang sofa. Jeongguk hanya tersenyum melihat ke arahnya lalu menghampiri Taehyung, mengulurkan tangannya untuk memeluk Taehyung, yang sudah siap menyambutnya dengan membentangkan kedua tangannya.

“Sini, gue mau peluk. Butuh skin contact, Gguk.” Taehyung berkata singkat saat ia merengkuh Jeongguk dalam pelukannya. Sedang pria yang sedang dipeluknya hanya tertawa kecil dan menopangkan kepalanya pada bahu Taehyung. “And yes, I'm so freaking exhausted today. Tim Legal baru kasih laporan soal kerjaannya dari siang. Jadilah gue kelabakan sama Jimin,” jelas Taehyung kemudian.

You did great today, Taehyungie,” kata Jeongguk menanggapi. Tak lama kemudian, ia lalu mengangkat kepalanya bingung. “Lho, Anggia? Dia ngerjain apa? Lo nggak minta tolong dia, Tae?” Pertanyaan Jeongguk lalu membuat Taehyung menghela napas berat dan mengusap keningnya kasar.

“Anggia juga lagi ribet ngerjain kerjaan dari Steve. Jadi ya sudahlah, kita bertiga sibuk masing-masing. Tapi puji Tuhan sudah kelar. Lama nggak ribet kayak begini, jadi lupa rasanya, Gguk.” Taehyung akhirnya terkekeh karena statementnya sendiri. Jeongguk hanya tersenyum mendengarnya, sambil mengusap punggung Taehyung pelan. “Jeonggukie hari ini santai, ya?”

Pria yang ditanya hanya mengangguk lucu dan menatap Taehyung lekat, membuat Taehyung lalu tersenyum lebar dan dengan berani memajukan kepalanya untuk mengecup hidung Jeongguk. Hari ini mereka berdua pun tidak banyak mengobrol di kantor, keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing; membuat Taehyung benar-benar mati karena rindu.

“Gue kangen banget, Gguk, padahal kita masih seruangan tadi seharian,” kata Taehyung sambil mengusap kantung mata Jeongguk dengan ibu jarinya.

Jeongguk yang saat ini merasakan dadanya berdegup kencang tidak karuan, hanya tersenyum lebar seperti kelinci. Ia lalu membalas dengan mengecup pipi Taehyung dan berkata, “Gue juga kangen, Tae. Duduk, yuk? Gue buatkan chamomile tea supaya rileks. Ya?”

Taehyung akhirnya mengangguk tanda setuju lalu mengangkat kedua tangannya untuk menangkup wajah Jeongguk, lalu mengecup kening pria itu singkat. Ia hanya mendengar pria di hadapannya itu melenguh protes dan mencubit lengannya keras, lalu tertawa terbahak-bahak dan berlari menuju dapur. Taehyung hanya bisa meringis kesakitan dan akhirnya ikut tertawa.

Saat Jeongguk sedang membuat teh chamomile favorit mereka berdua di dapur, ia sekilas melirik ke arah Taehyung yang terlihat sedang mengernyit bingung sambil melihat handphonenya. Jeongguk lalu melihat Taehyung yang sedang duduk di sofa akhirnya berdiri dan melangkah menuju speaker portable miliknya yang ia letakkan di buffet dekat televisi.

Ia hanya tersenyum melihat Taehyung yang sedang asyik sendiri sambil menuangkan air panas dari steamer kedalam cangkir yang perlahan airnya berubah warna menjadi hijau kekuningan.

Setelah selesai berkutat di dapur, Jeongguk lalu membawa tray dengan dua cangkir teh buatannya dan melangkahkan kakinya. Namun ia tidak menyembunyikan ekspresi terkejutnya saat melihat Taehyung sudah berdiri dan bersandar pada kaca jendela apartemen. Ia mendengar satu lagu yang belum pernah ia dengar, melantun lembut dari speaker miliknya. Jeongguk pun melihat lilin aromaterapi di samping tempat Taehyung berdiri menyala, memenuhi seisi ruangan dengan wangi favoritnya, vanilla.

Okay...? What's the occasion, Tae?”

“Nggak ada, sayang.” Oh, how Jeongguk loves it when Taehyung calls him that. “Just wanted to make us both relax,” kata Taehyung sambil berjalan ke arahnya dan mengambil tray itu dari tangan Jeongguk dan meletakkannya di meja.

Dance with me, Gguk? Please?

What?

Jeongguk lantas menggeleng namun tetap membiarkan tangannya diraih oleh Taehyung untuk mendekat. “Tae, gue nggak bisa slow dance, according to this song you chose,” katanya sambil tertawa geli, melihat Taehyung yang sedang bergerak ke kanan dan kiri di hadapannya, mengikuti lantunan lagu. Jeongguk pun akhirnya membiarkan kedua tangannya digerak-gerakkan oleh Taehyung.

Sesaat lagu yang tidak Jeongguk kenali itu selesai, tiba-tiba lagu berganti menjadi satu lagu yang sangat ia kenal. Seketika ia memandang Taehyung dengan tatapan terkejut sambil terbelalak. Kedua matanya membulat tidak percaya.

“Tae...?” Tanya Jeongguk singkat, seperti kehabisan kata-kata. Lagu ini, the exact song was his favorite. Ia pernah sekali meng-cover lagu penyanyi kondang John Legend ini dan menjadi viral. Dahulu, Jeongguk cukup dikenal oleh masyarakat luas karena secara rutin mengunggah rekaman cover lagunya di media sosial dan mendapat respon yang positif.

Maka Jeongguk sangat terkejut saat lagu berjudul 'Start' ini diputar oleh Taehyung.

What goes underneath your armor Underneath your clothes Do you know? Let's find out together Let's find what we're looking for We'll explore

Jeongguk hanya memandangi Taehyung lekat, entah mengapa ia ingin menangis saat melihat pria di hadapannya ini tengah melafalkan setiap lirik tanpa suara, sambil memeluknya erat. Seakan Taehyung sedang menumpahkan seluruh perasaannya pada Jeongguk. Seakan Taehyung sedang mengeluarkan hatinya dari dadanya dan membiarkannya menganga di depan Jeongguk.

Leave your house of mirrors, hear me out Fear no consequence, forget your doubts

Taehyung hanya memandangnya dengan penuh cinta, sambil tetap membimbing Jeongguk bergerak pelan ke kanan dan kiri mengikuti instrumen lagu. Ia seperti tidak peduli dengan bisingnya suara klakson kendaraan bermotor di sepanjang jalan yang terdengar sampai apartemen Jeongguk berada. Ia tidak peduli dengan chamomile tea buatan Jeongguk yang masih hangat. Ia tidak peduli betapa cringey dirinya saat ini. Ia hanya peduli dengan seseorang yang sedang berdiri di hadapannya saat ini.

Hanya Jeongguk yang berarti untuk Taehyung saat ini.

I don't know where the road leads You don't know if I'll break your heart We don't know how the winds will blow And we won't know We won't go unless we start Ooh, ooh, start

“Gguk, gue sayang banget sama lo. More than you'll ever know.”

Fall into the sea of possibility And hope We're letting go Float away with me Until we can't see any coast That we know Hold on tight until we become one Find our island underneath the sun

Do you want to fight this crazy world with me, together, Jeongguk?

Kedua lutut Jeongguk lemas, ia takut sebentar lagi akan tersungkur di lantai apartemen dan menangis kemudian. Namun dengan sigap, Taehyung menopang tubuhnya dan memeluknya erat. Jeongguk sama sekali tidak menyangka bahwa pria yang ia sayangi saat ini tengah menyatakan cintanya lewat lagu favoritnya. Lagu yang sama sekali sudah ia lupakan sejak lama, entah karena apa.

I don't know where the road leads You don't know if I'll break your heart And we don't know how the winds will blow And we won't know We won't go unless we start Ooh, ooh, ooh, start, yeah

Jeongguk menggeleng keras berkali-kali, berusaha menghentikan air matanya yang sudah mengalir deras tanpa aba-aba. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Taehyung dengan kata-kata. Jeongguk hanya bisa menempelkan keningnya pada bahu Taehyung, berusaha untuk berhenti menangis.

Taehyung menyatakan cintanya, disaat yang tidak pernah ia sangka. Taehyung, seseorang yang sudah menjadi rekan kerjanya bertahun-tahun. Taehyung, teman bertengkarnya hampir setiap hari. Taehyung, seseorang yang menjadi role modelnya selama ini.

Taehyung, yang tahu bagaimana caranya membuat Jeongguk belajar bahwa menjalani hidup tidak perlu dirasakan seperti beban.

Taehyung, yang tahu bagaimana caranya membuat Jeongguk yakin bahwa pria itu benar-benar peduli dan menyayanginya.

Akhirnya, dengan keberanian dan keyakinan, ia menjawab pertanyaan Taehyung dengan mengalungkan kedua tangannya di leher pria itu erat dan mengikis jarak diantara keduanya.

Jeongguk mendekatkan wajahnya, menatap kedua manik hazel dan bibir mungil Taehyung bergantian, sesaat sebelum ia berbisik “I definitely do, Taehyung.” dan mencium bibir pria itu.

Jeongguk merasakan pelukan Taehyung di punggungnya mengencang. Ia merasakan Taehyung memperdalam ciuman mereka. Tidak terburu-buru. Justru, Taehyung seperti mengikuti ritme lagu yang lambat untuk menciumnya. Tak lama, Jeongguk merasakan tetesan asin di bibirnya. Ia lalu membuka matanya, melihat kedua bulu mata Taehyung yang panjang itu basah.

Taehyung menangis, bersamaan dengan hujan yang membasahi Jakarta malam itu.

Thank you for trusting your heart to me, Jeongguk. I definitely will keep it safe as long as I can. As long as I love you.”

magnolia ; i got you • 234

Gguk? Gue sudah di lobi. Boleh jemput? Maaf ya, ngerepotin lo,” pinta Taehyung singkat sambil tersenyum kecil, mendengar Jeongguk menyapa dengan suara seraknya setelah nada sambung pertama. Jika ada orang yang kebetulan melihat Taehyung saat ini di lobi, mungkin ia akan dicap sebagai orang aneh.

Ia mendengar Jeongguk meresponnya dengan nada kaget, seperti tergesa-gesa. “Eh, okay, Taehyung. Sebentar ya. Gue baru selesai mandi, hehe.” Taehyung mendengar Jeongguk tertawa kecil, membuat dirinya sendiri tidak bisa menahan senyum kotaknya dan memejamkan matanya. Sudah gila kah, dia? Hanya karena mendengar suara Jeongguk lewat telepon saja membuat sekujur tubuhnya lemas dan kedua pipinya nyeri.

“Nggak usah bawa apa-apa dan ganti baju!” Taehyung memotong cepat. Ia sadar ia lupa untuk memberitahu Jeongguk. “Gue sudah belanja banyak makanan, minuman dan sereal buat lo sarapan, makan siang, dan makan malam. Okay? Just bring your cute self down here. Gue di depan Starbucks ya, Gguk.”

Taehyung pun mendengar Jeongguk menggeram dari ujung telepon. Ia tahu Jeongguk sedikit kesal dan mungkin dirinya akan dimarahi saat pria itu sudah turun dan menemuinya. Ia pun lalu memutuskan sambungan telepon saat mendengar Jeongguk memberitahunya bahwa pria itu akan segera turun dan menjemputnya.

Pria yang lebih tua usianya dari Jeongguk itu lalu memasukkan handphonenya kekantong celananya, melihat sekilas jam tangan yang ia kenakan di tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh menit malam hari. Beruntung ia sudah berbelanja beberapa barang untuk Jeongguk, sehingga mereka berdua bisa menghemat banyak waktu.

;

Taehyung memutuskan untuk mengambil lembur barang satu jam berkat beberapa to-do-list dari Jeongguk yang ia tahu harus diselesaikan dengan cepat. Ia sempat bercengkrama sebentar dengan Jeongguk di mejanya, saat pria itu hendak pulang dan bermaksud untuk berpamitan pada Taehyung dan Jimin.

Taehyung sedari tadi sedang melakukan gerakan diam seribu bahasa dengan Jimin. Mereka berdua hanya diam karena tidak ingin berbicara apapun dengan Anggia, yang mejanya tepat berada di hadapan mereka berdua. Namun Taehyung mendadak berubah seratus delapan puluh derajat, saat ia melihat Jeongguk berjalan ke arahnya dengan menenteng tas kerjanya. Tentu Jimin dengan cepat memutar kedua bola matanya dan melirik tajam ke arah mereka berdua.

“Hei, Jeonggukie. Sudah mau pulang?” Tanya Taehyung lembut sambil meraih salah satu tangan Jeongguk yang dirinya gunakan untuk menumpu tubuhnya di meja Taehyung. Jimin hanya meledek dengan bersiul, diikuti oleh ejekan lainnya yang terdengar dari ujung ruangan. Jeongguk hanya menggelengkan kepala dan menjulurkan lidahnya, sambil melayangkan tinjunya di udara, seakan-akan ingin meninju Mingyu dan Eunwoo yang terlihat terkekeh. Sedangkan Taehyung terlihat seperti seseorang yang sedang menerima piala karena menang perlombaan akbar. Cerah.

Jeongguk terlihat mengangguk dan memajukan badannya ke arah Taehyung. “Yes. Tae, nanti malam nggak jadi, ya?” Kata Jeongguk sambil berbisik di telinganya.

Mengernyit, Taehyung berpikir apa janji yang sudah ia buat nanti malam dengan Jeongguk. Jujur, load pekerjaan yang datang bertubi-tubi seketika membuatnya lupa akan janjinya.

“Emang kita mau ngapain, Gguk?” Tanya Taehyung kikuk, berusaha mengingat-ingat janjinya.

Pria yang sedang duduk di kursi kerjanya dengan menggerakkan sandaran kursinya maju mundur, mendengar Jeongguk hanya mendengus dan tertawa kecil. Jeongguk memukul pelan dahi Taehyung dan membuatnya meringis kesakitan. “Our plan, Taehyung. To buy groceries, remember?”

Jimin yang sedang meminum air mineralnya dari tumbler pemberian Namjoon, seketika memuntahkan isinya dan terbatuk-batuk. Taehyung dengan sigap menyambar laptop Jimin yang menyingkirkan semua barang diatas meja sahabatnya itu yang hampir terkena air. Tak lupa ia memberikan beberapa helai tisu pada Jimin untuk membersihkan mulut dan bagian atas bajunya. Jimin tersedak mendengar jawaban santai Jeongguk bahwa mereka berdua akan belanja bersama.

Groceries shopping? Jesus Christ, how domestic you both are.” Kata Jimin terbata-bata karena batuk dengan nada mengejek, sambil tetap mengelap meja kerjanya dengan tisu. “Kok gue nggak diajak?”

“Sialan lo, Jim. Gue kira lo mau ngatain kita berdua. Kita mau pacaran, makanya nggak ajak-ajak. Ya, 'kan, Gguk?” Goda Taehyung pada Jeongguk.

“Ngarang aja!” Jeongguk dengan cepat menyanggah sambil mencubit pelan lengan Taehyung. “Belum resmi nggak boleh sesumbar tahu, Tae.”

Jeongguk hanya terkekeh, sedang Taehyung meringis lagi karena ulahnya.

“Maaf ya, Gguk, gue harus lembur sebentar.” Taehyung merespon dengan nada menyesal. Ia lupa bahwa ia memiliki janji dengan Jeongguk malam ini. “Sudah sana pulang. Hati-hati, ya. I will text you about tonight. Siapa yang nganter?” Tanya Taehyung sambil jarinya memainkan gelang berwarna silver yang dipakai di pergelangan tangan kiri Jeongguk.

Jeongguk hanya mengangguk pengertian. Ia pun sadar bahwa hari ini Taehyung tidak se-berisik biasanya. Jika Taehyung sudah diam, berkutat pada laptop, dan menyumbat kedua telinganya dengan earbuds, itu menandakan bahwa ia sangat sibuk dengan pekerjaannya.

It's okay, Tae. Take your time. Nggak harus hari ini nggak apa, kok.” Jeongguk menjawab dengan tulus sambil mengulurkan tangannya untuk mengelus bahu Taehyung, sebelum menyambung lagi. “Yang antar anaknya pak Bos. Mantep ya? Anak pak Bos ada kerjaan sampingan antar-jemput staf. Hahaha,” jawab Jeongguk sambil tertawa lalu mengaduh, kala ia merasakan bahu kanannya dipukul oleh si empunya predikat.

“Yugyeom, at your service,” kata Yugyeom sambil membungkukkan badannya, membuat Anggia tertawa.

Anggia, yang sedari tadi seperti dianggap tidak ada oleh mereka.

Taehyung lalu melirik tajam ke arah Yugyeom karena mendengar pukulan yang agak keras pada bahu Jeongguk tadi. Sedangkan Yugyeom hanya menjulurkan lidahnya sambil menggoda mereka berdua dengan mengangkat kedua alisnya.

Nope, promise is a promise. Gue selesaiin kerjaan gue dulu, nanti gue ke apartemen. Ya?” Taehyung berkata lembut sambil melempar senyum teduhnya. Membuat Jeongguk rasanya ingin segera mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Taehyung, saat ini juga.

Okay, see you soon?” Akhir Jeongguk sambil bersiap untuk pulang, memberi sinyal pada Yugyeom untuk bersiap-siap.

“Iya, see you real soon, Jeonggukie,” jawab Taehyung sambil tersenyum.

;

“Ngapain sih, Tae, sampai belanja enam kantong besar begini?” Omel Jeongguk lagi saat mereka berdua berhenti di depan pintu apartemennya. Ia lalu menaruh dua plastik besar belanjaan di lantai, yang tadi dibawanya masing-masing satu kantong dengan kedua tangannya. Jeongguk merogoh kantong hoodie hitam yang ia kenakan dan mengeluarkan access card untuk membuka pintu apartemen.

Taehyung hanya tertawa kecil sambil membuka dan menahan pintu untuk mempersilahkan pria itu masuk terlebih dahulu, saat lampu warna hijau menyala dari balik handle pintu apartemen Jeongguk.

“Ya kan bisa hemat waktu, Jeonggukie. Kalau masih ada yang kurang, kita bisa groceries shopping lagi kok besok. Gue temani besok, tenang aja.” Taehyung menjawab singkat sambil menjulurkan kakinya untuk menutup pintu.

Jeongguk lalu menghela napas berat saat akhirnya berhasil menaruh kantong belanjaan yang ia bawa di kitchen island berlapis marmer miliknya. Berat sekali sih, seperti bawa batu, keluh Jeongguk dalam hati.

“Lo belanja batu ya, Tae? Berat banget. Kita, 'kan, baru mau pergi ke Bandung dua minggu lagi. Ini jajanan buat di Bandung? Banyak banget, Taehyung.” Jeongguk tak henti-hentinya mengomel sambil membuka kantong hasil belanjaan Taehyung itu. Ia bukannya tidak suka, bukan. Justru sebaliknya, ada juga rasa senang yang menyeruak dari hati Jeongguk.

Hal yang membuat Jeongguk jengkel adalah karena ia merasa selalu merepotkan Taehyung. Padahal mereka berdua belum resmi berpacaran atau melangkah ke jenjang yang lebih jauh, namun pria itu tidak henti-hentinya melakukan hal-hal kecil yang membuatnya seakan tidak fair.

Ia merasa belum banyak melakukan apapun untuk Taehyung, and yet Taehyung is constantly doing things for him.

Taehyung merasakan respon Jeongguk tidak seperti yang ia harapkan. Ia kira, Jeongguk akan senang dengan surprise kecil-kecilan yang ia lakukan. Namun melihat Jeongguk yang seperti jengah, ia merasa bersalah. Tidak ada maksud Taehyung untuk 'mengambil hati' Jeongguk dengan jalan pintas. Tidak. Semua hal itu ia lakukan murni karena ia ingin. Taehyung ingin lebih lama menghabiskan waktu berdua malam ini dengan Jeongguk, maka ia berinisiatif untuk menghemat waktu. Ternyata, pria itu tidak sepemikiran dengannya.

Maka Taehyung yang sedang membantu Jeongguk membereskan belanjaan, akhirnya meletakkan satu kotak sereal yang ia pegang dan berjalan ke arah Jeongguk yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Ia lalu berdiri di belakang Jeongguk dan mengulurkan kedua tangannya untuk memegang bahu pria itu.

“Hei, maaf, oke? Maaf gue nggak izin dulu. Gue benar-benar hanya mau mempersingkat waktu kok, Gguk. Supaya gue bisa lebih lama ngobrol sama lo.” Bisik Taehyung lembut sambil memijat kedua bahu Jeongguk yang keras, bermaksud membuat pria itu lebih rileks. “I don't have any special or tricky intention, I just wanted not to waste our time.”

Jeongguk yang berada tepat di depan Taehyung terlihat mengangguk lesu lalu membalikkan badannya, menghela napas berat dan akhirnya membalikkan tubuhnya. Ia sekilas menatap Taehyung dengan sorot mata yang sayu, lalu akhirnya menyandarkan kepalanya di bahu kiri Taehyung.

“Capek, ya, Gguk?” Tanya Taehyung pelan, yang langsung ditanggapi Jeongguk dengan anggukan cepat. Taehyung mendengar Jeongguk menggumam pelan, ia tidak bisa mendengar suara pria itu. “Hmm? Ngomong apa barusan, Gguk? Maaf gue nggak dengar.”

“Iya, capek, Tae. Maaf jadi marah-marah. And I was just excited because it would be our first time to do grocery shopping together.”

Taehyung menanggapinya dengan ber-oh-ria, lalu dengan berani mengangkat tangannya dan memeluk tubuh Jeongguk erat; memberikan rasa nyaman dan berusaha membuat lelah Jeongguk hilang dengan perlahan. Ia merasakan tubuh Jeongguk perlahan mengendur, tidak lagi tegang dan kaku seperti tadi saat ia baru memeluk Jeongguk.

“Maaf ya? Nanti weekend kita belanja bareng, okay?” Tanya Taehyung. Ia berharap Jeongguk mengiyakan ajakannya. “Have I told you that you did great today, hmm, Jeonggukie?”

Jeongguk hanya menggeleng, masih tetap berada didekapan Taehyung. Merasa nyaman berada dipelukan pria itu. Sedangkan Taehyung merasakan hembusan napas Jeongguk menyapu lehernya lembut, membuatnya geli.

You did well today, sweetheart. Duduk di sofa, yuk? Lo capek nanti berdiri terus.” Tawar Taehyung sambil menarik tangannya dari punggung Jeongguk, berusaha mengangkat dagu Jeongguk yang terlihat sedang nyaman bersandar di bahunya untuk menatapnya.

“Hmm, jalan ke sofa sambil peluk gini boleh nggak, Tae?” Tanya Jeongguk sambil mengangkat wajahnya berani, membuatnya hanya berjarak tiga puluh sentimeter dari wajah Taehyung.

Taehyung hanya mengangguk dan menunjukkan senyum kotaknya, lalu dengan cepat mencium ujung hidung Jeongguk.

“Boleh dong. Apa yang nggak coba buat Jeonggukie?”

Jeongguk hanya membalas dengan mencubit hidung Taehyung, merasakan seluruh wajahnya panas karenanya.

;

“Nih, baca aja di handphone gue ya, Anggia bilang apa tadi siang,” kata Taehyung sambil mengambil benda itu dan menyerahkannya pada Jeongguk.

Waktu sudah berlalu sekitar tiga puluh menit. Mereka berdua menghabiskan waktu dengan mengobrol banyak hal; mulai dari hobi mereka hingga keluarga, sambil diselingi dengan memakan beberapa cemilan yang dibeli Taehyung tadi. Pun tak lupa minuman bersoda menjadi pendamping malam ini.

Pria yang sedang duduk di samping Taehyung itu hanya mengernyit bingung sambil berpikir, apa Taehyung sudah benar-benar memercayainya sampai menyerahkan handphonenya pada Jeongguk untuk dilihat?

“Eh, nggak perlu, Tae. Lo cukup cerita aja kok ke gue. No need to do that. I trust you,” tolak Jeongguk dengan halus. Ia merasa, walaupun mereka berdua sudah cukup dekat, namun tidak berarti ia memiliki wewenang apapun untuk melihat hal-hal pribadi Taehyung.

“Yakin? Ini gue mau kasih tahu lo juga kok, Gguk. Biar lo tahu bedanya seperti apa orangnya, kalau lagi ngobrol sama teman-teman kantor dan gue via text.” Taehyung berkata, sambil tetap memegang handphonenya di udara, masih menawarkan pada Jeongguk.

Jeongguk menggeleng, tetap menolak tawaran Taehyung. “Gue percaya sama lo, Taehyung. Tadi kan lo sudah cerita. It's not my place to see your messages whatsoever, okay?” Jeongguk menjawab santai sambil mengunyah salmon onigiri yang sempat ia hangatkan tadi. Ia lalu menawarkan onigiri yang sudah ia gigit itu pada Taehyung, mengucapkan terima kasih karena makanan itu cukup enak.

Taehyung dengan sigap menggeser duduknya, lalu mengambil onigiri itu dari tangan Jeongguk dan menggigitnya. Ia masih lapar, walaupun sudah menyantap ramen dan telur rebus dua butir.

Setelah selesai membereskan sisa makanan dan minuman yang mereka nikmati, akhirnya Taehyung kembali ke ruang tamu dan melirik ke arah jam dinding yang tergantung di atas televisi Jeongguk. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tanda bahwa ia harus pulang cepat.

Sehari sebelumnya, ibu Taehyung menginfokan via grup keluarga, bahwa beliau akan pergi ke luar kota dan rumah akan kosong. Akan hanya ada dua orang ART di rumah dan ibu Taehyung tidak ingin meninggalkan Yeontan, anjing peliharaan Taehyung, untuk ditinggalkan bertiga saja dengan ART mereka. Mereka berdua belum cukup berani dengan Yeontan yang terkenal galak walaupun tubuhnya mungil.

“Gguk, kayaknya gue harus pulang cepat. Nggak apa, 'kan? Rumah soalnya kosong.” Kata Taehyung sambil membereskan barang-barangnya, melihat Jeongguk sekilas dari ujung matanya yang sedang berjalan ke arahnya.

Jeongguk lantas menjawab tanda mengerti, lalu membantu Taehyung membereskan barang-barangnya, menyerahkan kunci mobil Taehyung yang tadi ia taruh diatas meja di samping sofa, serta tas laptopnya.

Thank you for today, Tae. Maaf ya tadi sempat kesal dikit,” kata Jeongguk sambil berjalan berdampingan dengan Taehyung ke arah pintu apartemennya. They had fun, of course. Namun Jeongguk merasa ingin menunjukkan rasa terima kasihnya lebih pada Taehyung.

Maka tanpa memperingatkan Taehyung, Jeongguk dengan sigap menghadapkan badannya ke samping dan memeluk Taehyung. Ia merasakan punggung Taehyung mengenai dinding apartemennya dan mengaduh dan meringis.

“Jeonggukie, kenapa? Kok tiba-tiba?” Tanya Taehyung bingung, namun tetap mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk Jeongguk erat.

Jeongguk lalu mengendurkan pelukannya dan memandang rekan kerjanya itu lekat-lekat sambil tetap mengalungkan kedua tangannya pada leher Taehyung.

“Nggak apa, just want to thank you for tonight. Thank you, Taehyung. Lo baik banget.”

Taehyung dengan senyum jahil dan satu alis terangkat, memandang Jeongguk teduh. “Oh. Sama-sama, Jeonggukie. My pleasure. Thank you for tonight. You had fun?”

Mengangguk, Jeongguk menjawab, “Tentu! Terima kasih ya, Tae. Sudah berkali-kali nih gue bilang thank younya. Nggak apa lah, ya?” Kata Jeongguk sambil terkekeh dan hendak melepas pelukannya, saat ia merasakan kedua tangan Taehyung menahannya.

Wajah mereka terlalu dekat saat ini. Taehyung dan Jeongguk masing-masing dapat merasakan deru napas mereka yang berat. Jeongguk merasakan tubuhnya melemah, menatap kedua manik hazel Taehyung yang seperti membawanya larut dalam tatapannya.

Sedangkan Taehyung, sedang tersenyum sambil berbisik lirih.

Can I kiss you, Jeonggukie?”

Jeongguk diam. Ia panik. Ia khawatir napasnya sedang tidak wangi, dan/atau giginya terdapat sisa makanan yang akan membuat Taehyung jijik.

Namun tidak. Tidak ada tatapan jijik dari Taehyung, dan membuat Jeongguk berpikir...

Oh God, this is it. This is the time, no?

Of course, Taehyungie.” Jawab Jeongguk tersenyum kecil.

Taehyung merasakan napas Jeongguk yang menyapu wajahnya dengan radius dekat saat melihat senyuman itu tersungging di wajahnya.

Taehyungie.

Oh, betapa hanya Tuhan dan dirinya yang tahu bahwa panggilan itu membuatnya semakin yakin bahwa perasaannya pada Jeongguk sudah tidak bisa dibendung lagi.

Tidak tahu siapa yang lebih dulu mendekatkan wajahnya, namun yang pasti, Jeongguk saat ini merasakan letupan kembang api didalam kepala dan hatinya. Merasakan betapa lembut bibir Taehyung menyapu bibir mungilnya, seperti layaknya roti yang diolesi mentega leleh.

He's a good kisser, batin Jeongguk. Ia merasakan Taehyung dengan sangat hati-hati menciumnya. Ia pun merasakan bulu kuduknya meremang, saat ia merasakan pria yang tengah menciumnya tersenyum ditengah ciuman mereka, sambil berkata lembut.

You dork. I like you so much.”

Jeongguk lalu mengecup pelan bibir Taehyung, membalasnya sambil tersenyum lebar “Same here, Taehyungie. I like you too. Way more than you do.”

magnolia ; i got you • 191

Taehyung memutuskan untuk mengambil langkah lebar-lebar dan berjalan cepat dari lift hingga lobi apartemen Jeongguk, saat pengemudi ojek daring mengabarinya bahwa makanan yang ia pesan sudah sampai di lobi apartemen. Jalanan sore ini tidak terlalu padat, mereka berdua sudah tiba di tempat tinggal Jeongguk sejak sepuluh menit lalu. Selama sepuluh menit itu, dihabiskan dengan mencari lot parkir terdekat dengan pintu masuk apartemen, membereskan barang-barang mereka di jok mobil belakang, berjalan ke arah lift penghuni apartemen, hingga akhirnya sampai di flat Jeongguk.

Taehyung sebelumnya sudah bertanya pada Jeongguk saat di perjalanan, makanan apa yang pria itu inginkan untuk makan malam. Dengan antusias, Jeongguk menjawab ingin memesan Ayam Penyet Bu Vesti yang terletak di Jalan Barito, Jakarta Selatan, yang sudah ia incar selama beberapa hari belakangan.

Mendengar jawaban Jeongguk, Taehyung hanya tertawa kecil, lalu dengan santainya mengulurkan tangan kirinya untuk mengacak-acak rambut Jeongguk, sambil tangan kanannya tetap pada kemudi. Gestur sederhana Taehyung yang tentu membuat tidak hanya rambut Jeongguk, namun juga hatinya menjadi berantakan.

Ia hanya dapat mendengus kasar karena malu sambil dengan cepat memegang kedua pipinya yang terasa menghangat. Taehyung selalu membuat perut dan dada Jeongguk geli seperti dihinggapi kupu-kupu karena komentar dan gesturnya tanpa tedeng aling-aling, seperti ombak di pesisir pantai yang menyapu pasir di sana tanpa henti.

Entah mengapa, Taehyung merasa Jeongguk sudah mulai nyaman untuk terbuka dengannya. Maka ia pun mencoba dan melakukan hal yang sama. Terbuka tidaklah mudah, ia tahu itu. Butuh effort dan kesabaran yang lebih, namun bagi Taehyung, ia akan melakukannya untuk mengenal Jeongguk lebih jauh. For him, it's worth it.

Taehyung menyerahkan handphonenya pada Jeongguk dan memberinya kebebasan untuk memesan apa saja yang ia inginkan untuk makan malam. Jeongguk sempat menyebutkan bahwa ia ingin membeli minuman dari kedai Banban Tea yang hampir setiap minggu menjadi minuman wajib untuknya. Taehyung pun mengiyakan, mempersilahkan pria yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya untuk menggunakan aplikasi online miliknya dan membayar dengan saldo miliknya terlebih dahulu.

Saat Jeongguk memencet tombol power pada handphone Taehyung, sesaat senyum di wajahnya memudar, melihat layar benda milik Taehyung itu memampangkan swafoto dirinya yang ia ambil beberapa hari lalu dan mengunggahnya di Twitter. Ia mengernyit. Apa Taehyung sadar bahwa Jeongguk bisa kapan saja menanyakannya mengenai hal ini? Walaupun ya, Jeongguk pun memasang foto pria yang lebih tua darinya itu menjadi home screen handphonenya.

“Tae?” Panggil Jeongguk pelan, menoleh ke arah Taehyung dengan raut wajah bingung yang terlihat jelas di wajahnya. “Kok ada foto gue didepan?”

Posisi mobil Taehyung saat ini sedang berhenti karena traffic light. Lampu jalan yang mengenai perpotongan wajah Taehyung tidak begitu terang, namun Jeongguk melihat dengan jelas raut wajah Taehyung yang entah, tidak bisa Jeongguk baca sama sekali saat menoleh ke arahnya. Otaknya bermain dan berputar, berusaha menebak raut itu. Jeongguk pun melihat cengkeraman Taehyung pada kemudi mengeras, blame the veins that popped up. Ia melihat raut di kening Taehyung dan kedua alisnya menyatu karenanya.

Hening. Tidak ada suara sama sekali yang dikeluarkan oleh keduanya. Mereka berdua hanya mendengar suara napas mereka sendiri dan deru mesin kendaraan di sekeliling mobil Taehyung. Suara lantunan musik yang sedang terdengar melalui speaker mobil Taehyung pun kalah dengan suara napas mereka yang terdengar berat.

Taehyung bingung. Ia harus menjawab apa? Apakah pertanyaan pria yang sudah menempati separuh hatinya itu memiliki maksud tersembunyi? Apakah pertanyaan itu semacam labirin yang akan membuatnya tersesat dan membutuhkan usaha keras untuk keluar dari sana? Taehyung sendiri tidak tahu. Butuh waktu lama untuk Taehyung memikirkan jawabannya.

Namun sejujurnya, tidak ada jawaban yang tepat untuk menanggapi pertanyaan Jeongguk. Karena sebenarnya, Taehyung melakukan hal sederhana itu tanpa alasan yang muluk. Ia hanya ingin. Tidak ada maksud tersembunyi sama sekali.

Maka dengan yakin, Taehyung menjawab lirih sambil tetap menatap Jeongguk, dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Jeongguk. Sepertinya traffic light saat itu dapat membaca situasi mereka.

“Nggak ada apa-apa, Gguk. I just wanted to, because that photo makes me smile. And because it's you,” jawab Taehyung tersenyum, sambil mengelus pelan pipi Jeongguk dengan punggung tangannya. “I'm sorry if I overstepped. Again. Tolong bilang gue kalau lo nggak nyaman ya? Gue akan ganti setelah in—”

No, no! It's okay, Taehyung. I love it,” potong Jeongguk cepat, dengan nada panik. Jeongguk sendiri tidak sadar bahwa ia sudah memegang punggung tangan Taehyung yang sedang menempel di pipinya. “I love it, okay?” Kata Jeongguk pada Taehyung dengan nada memohon, untuk sekadar meyakinkan bahwa ia tidak keberatan sama sekali. Ia tidak ingin apapun yang sedang dipikirkan Taehyung saat ini—yang Jeongguk yakin sudah mulai melalang buana dan akan merugikan diri Taehyung sendiri jika tidak segera dihentikan—benar-benar akan memberi jarak diantara mereka berdua.

“Oke, Jeonggukie. Iya, iya, gue percaya. Thank you,” balas Taehyung lega, tersirat senyum simpul di wajahnya; teduh, membuat Jeongguk rasanya ingin tenggelam dalam senyum itu.

Traffic light sudah berubah menjadi hijau, membuat Taehyung harus menarik tangannya barang sebentar dan kembali memegang setir kemudi. Jeongguk merasa hampa, tangannya seperti kosong. Baru saja ia ingin menghela napas berat, Taehyung mengejutkannya dengan meraih tangan kanannya kembali dan mengecup pelan telapak tangannya. Desir geli tidak hanya menyetrum telapak tangan Jeongguk, pun sekujur tubuh rasanya lemas karena bibir mungil Taehyung.

Sungging senyum di wajah mereka berdua tidak bisa disembunyikan. Jeongguk rasanya ingin membuka kaca mobil saat ini juga dan berteriak kegirangan. Taehyung selalu tahu bagaimana caranya membuat dirinya sendiri malu dan geli. Namun ternyata, sepertinya ia benar-benar menyukainya.

Just tell me everything that bothers your mind, okay?” Taehyung bertanya sambil tetap menggenggam tangan Jeongguk erat, mengelus pelan punggung tangannya dan menaruhnya diatas paha Jeongguk.

“Iya, Taehyung. I always will,” balas Jeongguk singkat sambil tersenyum lebar, menunjukkan gigi putihnya yang terlihat seperti kelinci itu. “Actually there's something I need to tell you. Nggak apa, 'kan?”

Taehyung merespon dengan menggumam sesaat, melirik spion kiri mobilnya untuk berpindah ke lajur kiri yang terlihat sepi. “Iya, boleh dong. Nanti habis makan aja. Ya?”

Jeongguk tersenyum dan mengangguk. “Okay then.”

;

Mereka berdua akhirnya bersandar pada kaki sofa sambil memegang perut masing-masing, dan mendengar keduanya bersendawa setelah selesai makan malam. Mereka berdua sudah terlalu kenyang. Entah berapa banyak makanan dan minuman yang tadi dipesan oleh Jeongguk untuk makan malam mereka. Taehyung beberapa kali menggelengkan kepalanya dan tertawa karena harus bergantian dengan Jeongguk untuk bolak-balik turun ke lobi apartemen dan mengambil pesanannya.

Setelah Jeongguk dan Taehyung memutuskan untuk mandi bergantian karena sudah berkeringat akibat naik-turun ke lobi dari flat Jeongguk, akhirnya Taehyung mengganti bajunya di kamar tamu dan mengambil duduk di sofa yang menghadap ke arah jalanan sekitaran Kemang malam ini. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun kendaraan bermotor terlihat sudah mulai jarang yang berlalu-lalang.

Ia mendengar Jeongguk bertanya padanya apakah ingin menikmati white wine atau red wine malam ini. Taehyung hanya membalas dengan teriakan bahwa ia akan mengikuti pilihan Jeongguk malam ini.

Taehyung menghela napas, ia tidak tahu apa yang akan dibicarakan oleh pria itu malam ini. Taehyung memang merasakan bahwa Jeongguk sudah mulai terbuka dengannya, namun terkadang ia merasa gugup dengan apa yang akan Jeongguk lakukan dan/atau katakan. Pengalaman cinta masa lalunya terlalu monoton dan membosankan; Taehyung hanya memberi, memberi, dan memberi, tanpa mendapat balas. Seperti komunikasi satu arah. Ia juga tidak mengerti mengapa memilih untuk bertahan selama beberapa bulan dengan mantan kekasihnya saat itu. Kalau tidak karena untuk menyenangkan hati kakak tertuanya, Seokjin, ia tidak akan bertahan selama itu dengan mantan kekasihnya yang notabene teman baik kakaknya itu.

Jeongguk membawa satu botol white wine dan dua gelas wine dengan tangannya dan melangkahkan kakinya memasuki ruang tengah apartemennya. Sandal yang ia kenakan bergesekan dengan lantai, secara otomatis mencuri perhatian Taehyung. Pria yang lebih tua darinya itu menoleh ke arahnya lalu tersenyum, mengulurkan tangannya untuk meraih botol yang ia jepit diantara lengan dan dadanya.

“Sini, Gguk. Gue ambil biar nggak jatuh,” usul Taehyung kemudian, lalu menaruh botol minuman itu diatas meja. Setelah mengucapkan terima kasih, Jeongguk segera duduk di samping Taehyung dan mencari posisi nyaman untuk mulai berbicara dengan pria itu.

“Jadi, lo mau ngomong apa, Gguk? Is there anything wrong?” Tanya Taehyung hati-hati, mencoba menyusun kata-katanya dan berkata dengan nada senetral mungkin, berusaha untuk memberikan rasa nyaman pada Jeongguk yang sedang menatapnya lekat-lekat.

Taehyung melihat tangan Jeongguk yang menganggur diatas paha pria itu, dengan berani ia lalu meraih tangan itu dan menariknya. Dengan hati-hati, Taehyung mengelus pelan punggung tangan Jeongguk dengan ibu jarinya, melihat Jeongguk akhirnya memejamkan matanya dan menghela napas berat. Ia membatin, sepertinya Jeongguk membutuhkan waktu untuk mengutarakan isi hatinya pada Taehyung.

“Sejujurnya, gue hari ini tadinya ngajak lo ke apartemen adalah untuk minta waktu dan jarak, Tae.”

Gerakan ibu jari Taehyung berhenti. Jeongguk rasanya ingin meminta Taehyung untuk terus melakukannya, namun entah, rasanya ia tidak bisa. Status dan hubungan mereka berdua yang masih diambang ketidak jelasan membuat Jeongguk tidak bisa 'meminta' lebih. Bahkan gestur sederhana yang tak lagi dilakukan Taehyung itu pun membuat Jeongguk murung.

“Oh.” Jawab Taehyung singkat, sambil perlahan melepas genggaman tangannya dari tangan Jeongguk, dan menariknya. Jeongguk tahu betul, ada nada kekecewaan di sana. Sejak tadi mereka sampai di apartemen, Jeongguk merapalkan doa dalam hati, berharap Taehyung tidak akan 'lari' dan meninggalkannya sendirian. Atau bahkan, tidak menghentikan apapun yang sedang Taehyung lakukan untuk memberikan kenyamanan pada Jeongguk seperti yang ia lakukan sejak tadi.

Apa harapannya sudah dipatahkan? Ia bahkan baru memulai pembicaraan.

Taehyung mendengar Jeongguk dengan jelas. Bagaimana pria yang ada di hadapannya mengatakan hal yang selama ini menjadi ketakutan terbesarnya. Saat dirinya sedang benar-benar ingin memberikan perhatian dan kasih sayang pada Jeongguk, pria itu justru ingin meminta jarak dan waktu darinya. Apa Taehyung selama ini salah? Ia merasakan hatinya mencelos. Otaknya dan pikirannya mulai dipenuhi dengan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya.

Apa segala sesuatu yang ia lakukan membuat Jeongguk terganggu, sehingga ia ingin meminta waktu dan jarak darinya?

“Lo terganggu ya, Gguk?” Taehyung akhirnya bertanya, tepat mengenai sasaran. Ia tidak ingin berlama-lama mengulur waktu di apartemen Jeongguk, jika memang benar adanya. Ia akan memberikan Jeongguk waktu, selama apapun itu. Ia tidak ingin membuang waktu Jeongguk berlama-lama. Ia tidak ingin membuat pria dengan senyum manis itu terganggu karenanya.

Jeongguk hanya menunduk, menggelengkan kepalanya berkali-kali, berusaha memberikan jawaban pada Taehyung bahwa ia sama sekali tidak merasa terganggu. Sebaliknya, Jeongguk bahagia dan senang telah dipertemukan dan didekatkan dengan Taehyung. Merasakan bahwa dengan Taehyung, ia belajar banyak hal hampir setiap hari. Bagaimana memisahkan urusan pekerjaan dengan urusan dirinya sendiri, bagaimana caranya menikmati hidup dan tidak melulu memikirkan pekerjaan, dan bagaimana caranya bersosialisasi dengan sekelilingnya.

Ia belajar banyak hal, dan ia berusaha agar Taehyung mengetahuinya.

“Nggak, Tae. Justru— justru sebaliknya,” balas Jeongguk akhirnya. Ia menghela napas berat, mengangkat wajahnya dan menatap Taehyung lagi. “Tae, may I say something? Tapi, please, jangan potong gue?” Pinta Jeongguk dengan nada sedikit memohon. Ia ingin Taehyung mendengarnya dengan lengkap, tidak sepotong-potong yang justru akan menjadi bibit-bibit kesalahpahaman terjadi.

Taehyung mengernyitkan dahi sekilas dan Jeongguk melihatnya dengan jelas. Taehyung lalu mengangguk pelan tanda setuju dan mencoba untuk tersenyum. “Boleh, Jeongguk. Go on.”

Jeongguk akhirnya menceritakan kekhawatirannya, sama seperti yang ia ceritakan pada Yugyeom. Bagaimana ia khawatir Taehyung akan berpikir, bahkan merasakan bahwa phase Jeongguk sangat lambat, tidak tahu kemana arah hubungan ini akan bermuara. Bagaimana Jeongguk merasakan adanya kekhawatiran bahwa Taehyung akan serta-merta meninggalkannya dan melabuhkan hatinya pada Anggia.

Saat dirinya menyebut nama Anggia, dengan jelas Jeongguk mendengar Taehyung mendengus kasar dan hendak memotongnya yang sedang berbicara. Namun Jeongguk menahan Taehyung berbicara, menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya. Jeongguk mendengar Taehyung terkekeh karena aksinya, lalu mengecup telapak tangan Jeongguk yang masih menutupi mulutnya.

“Tae...,” keluh Jeongguk pelan akibat ulah Taehyung barusan. Ia tidak bisa berteriak saat ini, maka ia hanya bisa mengeluh sambil berusaha menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya yang mulai muncul.

“Iya, iya, maaf, ganteng. Ayo lanjutin, Gguk,” kata Taehyung sambil menyentuh hidung Jeongguk dengan jari telunjuknya. Ia ingin menenangkan dirinya sendiri dan Jeongguk, maka dengan berani Taehyung mengarahkan tangannya untuk menyisir rambut Jeongguk yang menutupi matanya. Taehyung lalu menyelipkan rambut Jeongguk di belakang telinganya yang terlihat dihiasi dengan beberapa tindikan.

Wajah mereka hanya berjarak setengah meter saat ini. Jarak ini, mempermudah Jeongguk untuk meneliti wajah pria yang menarik hatinya beberapa bulan belakangan. Ia dapat melihat tahi lalat di ujung hidung Taehyung yang mancung dan di bawah bibir kecilnya. Ia menyadari bahwa kedua kelopak mata Taehyung berbeda. Ia pun dapat melihat manik hazel itu dari dekat, bagaimana sepasang mata itu memancarkan kasih sayang yang begitu besar dapat Jeongguk rasakan. Hanya dari pandangan mata Taehyung, Jeongguk merasa sekujur tubuhnya lemas dan ingin segera tenggelam dalam sorot mata itu.

Jeongguk akhirnya melanjutkan, bagaimana ia berharap Taehyung bersedia menunggunya, sampai kapanpun Jeongguk siap. Ia terdengar egois, oh tentu ini adalah keegoisan Jeongguk yang berbicara. Namun, jauh di dalam hati kecilnya, ia berharap Taehyung menerima keegoisannya itu. Menerima Jeongguk kelak—baik dan buruknya.

Setelah ia mengutarakan seluruh isi hatinya, ia menundukkan kepala, menghindari sorot mata Taehyung yang seperti ingin mencari hal lain darinya. Untuk Jeongguk, sudah tidak ada lagi yang ia sembunyikan dari Taehyung. Seluruh kekhawatirannya sudah ia tumpahkan bersama dengan isi hatinya pada Taehyung.

Membutuhkan waktu sepuluh menit untuk Taehyung menyusun kata-katanya dan mempersiapkan diri sebelum menjelaskan kepada Jeongguk, jawaban yang sebenarnya pria itu perlukan. Taehyung tahu, ia harus benar-benar meyakinkan Jeongguk bahwa saat ini—dan ia berharap untuk waktu yang cukup lama, Taehyung sudah melabuhkan hatinya pada Jeongguk. Tidak ada yang lain. Jeongguk layaknya pelabuhan istimewa yang menarik perhatiannya, dan Taehyung tahu, ia tidak perlu melirik yang lain karena bagi Taehyung, satu Jeongguk sudah lebih dari cukup.

“Jeonggukie, boleh lihat gue sebentar, hmm?” Tanya Taehyung sambil mengelus pelan pipi Jeongguk dengan punggung tangannya, menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya untuk menarik dagu Jeongguk agar mereka bertatapan.

Taehyung akhirnya menatap sepasang mata indah itu lekat-lekat. Kedua mata Jeongguk layaknya galaksi yang ditaburi bintang-bintang terang dan gemerlap. Sorot mata itu, adalah sesuatu yang ingin Taehyung pandang dan simpan selamanya.

First of all, Jeonggukie, gue beruntung bisa membuat lo nyaman dan akhirnya terbuka sama gue. Hal itu nggak gampang, gue tahu,” mulai Taehyung sambil tetap menggerakan ibu jarinya lembut di dagu Jeongguk. Pria itu hanya merespon kata-kata Taehyung dengan menggumam, menekankan dagunya pada ibu jari lawan bicaranya yang membuatnya merasa aman.

Second of all, why Anggia? Don't you realize that I don't even like her, hmm, Jeonggukie?” Tanya Taehyung sedikit menekankan maksudnya. Ia ingin sekali rasanya mengetuk dahi Jeongguk, memaksa pria itu untuk 'sadar' bahwa hanya Jeongguk-lah yang singgah dihatinya. “Haven't I told you that I like you? I will tell you everyday, then, so you won't even doubt it anymore.”

And the last but not least, Gguk, gue akan memberi lo waktu, kapanpun lo mau. Selama apapun lo minta. Well, people may say gue certified bucin, but I don't care.” Taehyung berkata, final. “Bagi gue, Jeongguk, lo terbuka pun gue sudah bersyukur. Kita belajar dari masing-masing; kapan harus maju, kapan harus berhenti—

“—dan bagi gue, kita harus berkomunikasi dua arah. Gue bersyukur hubungan kita yang belum kita kasih nama ini, komunikasi kita selalu lancar. Itu adalah bagian dari belajar. Menurut gue. And I'm willing to learn with you, together, okay?”

Taehyung tidak memberikan celah untuk Jeongguk membalas jawabannya. Ia mengakhiri pembicaraan yang menurutnya sudah cukup menjawab pertanyaan pria itu. Taehyung lalu menarik tangannya dari dagu Jeongguk dan menaruhnya di belakang kepala Jeongguk. Menyisir rambut hitamnya yang tebal lalu memegang belakang kepalanya untuk mendorongnya; mendekatkan wajah mereka.

Ia lalu dengan yakin mendaratkan bibirnya pada dahi Jeongguk, meninggalkan rasa sayang yang cukup lama di sana. Taehyung ingin Jeongguk merasakan betapa besar rasa sayangnya. Ia ingin menunjukkan pada Jeongguk, bahwa ia akan selalu bersama dengan pria itu, kemana pun hubungan itu berlabuh.

I'm willing to learn with you, too, Tae. Pelan-pelan, ya?”

“Iya, Jeongguk. Pelan-pelan. We can do it. I know we do.”