magnolia ; i got you • 380

Taehyung akui, ia adalah pribadi yang sangat strict pada hal apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Ia akan mengesampingkan hubungan pertemanannya dengan siapapun saat ia bekerja.

Menurut Taehyung, being professional is a must, walaupun dengan kekasihnya sendiri.

Mengenal Jeongguk, yang juga sama strictnya dengan Taehyung, membuatnya berpikir bahwa segala sesuatu dapat diselesaikan dengan kepala dingin. Eventhough Jeongguk tends to say something hurtful when he's mad or angry, or disappointed.

But well, mungkin Taehyung terlalu cepat berbicara.

Jujur, Taehyung sebenarnya tidak ingin menegur Jeongguk, karena toh, mereka berdua memang sama-sama sedang emosi dan lelah karena pekerjaan. Taehyung mencoba mengerti posisi Jeongguk yang sedang ditekan sana-sini, ditanya macam-macam yang sama sekali bukan bidangnya. Atau ya, sama sekali bukan urusannya. Namun ia mengurungkan niatnya untuk diam saja saat membaca pesan balasan Jeongguk pada Jimin kemudian, dan entah mengapa, Taehyung merasa jengah karenanya.

Tipikal Jeongguk jika merasa sudah 'diujung' kesabarannya.

Pesan itu berbunyi: “No wonder staff lo keluyuran. Bos-nya aja is doing the same thing right now.”

And oh my God, Taehyung is seriously pissed off.

Pengalaman yang dirasakan Jeongguk selama ini adalah, bekerja di Jo & Ste Group secara tidak langsung dituntut untuk bekerja secara fleksibel. Fleksibel yang dimaksud oleh Steve adalah mampu untuk mengerjakan apapun and taking care of it.

Seringkali Jeongguk ditanyai mengenai hal-hal yang bukan ranahnya dan ia menjawab serta melakukan sebisanya. Namun juga tidak jarang, Jeongguk rasanya ingin berteriak dan mengeluh, karena hello? This is not my job and I am afraid I will ruin it. Walaupun memang, baik Jeongguk maupun teman-temannya bersyukur karena dengan bekerja dibawah naungan Steve, mereka masing-masing dapat belajar banyak hal, hampir setiap hari.

Namun, tidak jarang Jeongguk 'diganggu' dan berakibat pekerjaan pokoknya yang berhubungan dengan marketing jadi terbengkalai, secara tidak langsung. Ia sangat kesal jika seseorang sudah membuyarkan konsentrasinya.

Sebenarnya, seiring berjalannya waktu, kebiasaan Jeongguk untuk menanggapi apapun dengan “amarah” dan/atau kata-kata yang menyakiti hati orang lain dapat berkurang. Selain keinginan dari dirinya sendiri, Taehyung adalah satu-satunya orang yang Jeongguk jadikan contoh.

Bagaimana Taehyung selalu tenang dalam menyingkapi apapun, tidak terburu-buru dan panik seperti yang biasanya ia lakukan.

Dengan Taehyung, Jeongguk belajar bagaimana cara mengontrol dirinya sendiri dan emosinya.

Bagi Jeongguk, Taehyung bisa menjadi teman bicara, kekasih, sekaligus guru sehari-harinya.

;

Beberapa waktu lalu, saat siang hari Taehyung sedang menemani ibunya berbelanja di Plaza Indonesia (the perks of being the youngest son, of course), ia sempat mengajak beliau untuk makan siang di Eight Treasures, salah satu restoran hotpot favorit Taehyung.

Saat menyantap makan siang bersama ibunya, Taehyung akhirnya memberanikan diri untuk menceritakan mengenai hubungannya dengan Jeongguk. Jujur, baik Namjoon dan juga Taehyung adalah saudara yang sehati sepikir. Mereka berdua tidak akan menceritakan hubungan percintaan yang sedang masing-masing dijalani pada orang tuanya, jika mereka berdua belum merasa 'siap' dan yakin.

Putra bungsu keluarga Kim itu bercerita pada ibunya tentang awal mula hubungannya dengan Jeongguk. Selama Taehyung bercerita dengan bersemangat (sambil menyembunyikan senyum kotaknya akibat terlalu bahagia), ibu Taehyung menanggapi dengan reaksi yang sama. Selama mendengarkan Taehyung, beliau terlihat berseri-seri dan tersenyum lebar, karena beliau tahu persis apa yang dialami oleh putra bungsunya saat masih menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya.

Ibu Taehyung dengan santai menasihatinya, tentang bagaimana suatu hubungan itu dapat selalu terjalin dengan baik, bagaimana cara memelihara hubungan dengan berkomunikasi dua arah, dan bagaimana cara 'memberi' yang sewajarnya.

Yang terakhir, adalah saat ibu Taehyung dengan elegan dan wibawanya berbicara, beliau menyesap teh ocha hangatnya sesaat sebelum berkata pada Taehyung. “Kalau misal kamu sedang bertengkar dengan pacarmu, jangan sampai berhari-hari, kalau bisa. Kalau kamu bertengkar saat siang hari, coba selesaikan sebelum kalian berdua mau tidur malam.”

Beliau lalu meletakkan cangkirnya, memandang Taehyung sayang dan menyambung lagi.

“Kalau kejadiannya pagi hari, usahakanlah sebelum matahari terbenam, kalian sudah baikan. Yang ini Mama dengar di ibadah kemarin sore.”

Taehyung yang sedang mendengarkan dengan serius, lantas tertawa renyah dan memutar kedua bola matanya.

“Mama serius, lho, ini! Kok kamu malah ketawa, sih. Dasar kebiasaan,” protes ibu Taehyung sambil membalas dengan memutar kedua bola matanya juga.

Nasihat ibu Taehyung itulah menjadi alasan mengapa saat ini putra bungsunya sedang duduk di teras gerai Starbucks di lobi apartemen Jeongguk. Sejak ia pamit pulang pada Jeongguk tadi, ia sudah berencana untuk pergi ke apartemen Jeongguk dan menunggu kekasihnya itu datang, tanpa sepengetahuannya.

Sebelumnya ia memang pamit pulang, namun saat ia mengabari Jeongguk kalau ia sudah sampai di tujuan, Taehyung memang dengan sengaja tidak memberitahu Jeongguk.

Ini adalah kali pertama dirinya dan Jeongguk bertengkar, terlibat adu argumen yang sebenarnya sepele. Sangat sepele menurut Taehyung. Namun ia tidak ingin membiarkan pikirannya, dan terutama Jeongguk, berkelana kemana-mana.

Memikirkan hal yang negatif dan buruk dapat menimbulkan penyakit, which wasn't supposed to be there in the first place.

Taehyung teringat akan nasihat ibunya, untuk tidak membiarkan salah paham dengan Jeongguk berlarut terlalu lama.

Ia hanya berharap malam ini usahanya tidak sia-sia.

Taehyung sudah menunggu sekitar dua jam, namun ia tidak peduli. Ia akan menunggu sampai Jeongguk datang—menunggu sampai mobil kekasihnya itu terlihat melewati lobi dan menuju ke gedung parkir. Setelah itu, ia akan naik ke apartemen Jeongguk untuk mendahuluinya.

Sebelumnya, Taehyung sudah memberitahu salah satu barista yang ia kenal, bahwa ia akan duduk di salah satu meja agak lama. Barista itu lantas mengiyakan dan mengatakan bahwa Taehyung tidak perlu khawatir, karena gerai itu biasanya cenderung sepi saat sudah menjelang malam.

Taehyung pun sudah mengganti pakaiannya di toilet gedung kantornya sesaat setelah membayar billing pesanan untuk Jeongguk sore tadi.

And now, all he has to do is just wait. ;

Saat Jeongguk menyetir mobilnya keluar dari parkiran gedung kantor tadi, ia sudah menyerahkan iPad-nya pada Yugyeom. Jeongguk memberikan kebebasan pada sahabatnya itu memilih lagu dari playlist manapun untuk mereka berdua nyanyikan.

Yugyeom hanya mengangkat bahunya lalu mengambil iPad milik Jeongguk, dan memilih playlist bernama “don't choose this playlist. this is for emergency” asal. Ia sama sekali tidak tahu bahwa isi dari playlist itu bermacam-macam, namun rata-rata adalah lagu yang biasa Jeongguk dengarkan saat sedih.

Saat lagu pertama dipilih oleh Yugyeom, Jeongguk lantas menoleh dan menatap pria yang duduk di sampingnya itu dengan tajam.

“Lo jangan bilang milih playlist emergency, ya, Gyeom?” Tanya Jeongguk cepat, menunggu sahabatnya yang tidak mengerti apapun itu menjawab.

“Iya. Kenapa emang? Lo mau ganti?” Yugyeom menjawab dan balik bertanya.

Ia hanya mengangkat alisnya sebelah saat melihat sahabatnya itu langsung berdecak dan menjawab, “Hajar, lah. Gue lagi pengen nangis beneran sambil teriak-teriak juga.”

Benar saja, Jeongguk bernyanyi sambil berteriak-teriak, dan berakhir menangis saat mendengar Magnolia memenuhi seisi mobil dengan lembut.

Ia rindu Taehyung. Hari ini adalah hari terburuk untuknya. Tidak ada seorang pun yang dapat memeluk dan menenangkannya sama seperti yang Taehyung selalu lakukan padanya. Pekerjaannya membuatnya ingin marah, semua orang dari segala penjuru bertanya padanya, even small things.

Biasanya Jeongguk tidak sampai emosi seperti tadi, namun sepertinya ia sedang mengalami bad day sepanjang hari.

Memikirkan kejadian tadi di mobil membuat ia ingin menangis lagi. Yugyeom sempat menasihatinya singkat, membuat Jeongguk sedikit lebih tenang dan mencoba untuk meluruskan pikirannya yang sudah mulai berlari ke arah yang negatif.

Couples fight, bro. All the time. Apalagi kalau lo berdua sekantor gini, dan lo berdua pegang peran penting. It's okay. Wajar kok beda pendapat. Lagian Taehyung juga masih baik-baik aja, 'kan, pas pamit lo pulang?”

Jeongguk mengangguk, lalu menghela napasnya berat.

“Tenang aja, besok juga lo berdua sudah baikan lagi. Knowing Taehyung, the most professional person, gue rasa dia nggak akan marah sama lo outside work.” Yugyeom berkata demikian untuk menenangkan sahabatnya yang terlihat sudah kelewat murung di sampingnya.

Thanks, Gyeom. I hope so, though.”

;

Jeongguk melangkah keluar dari lift dengan gontai sambil menunduk, membawa tas laptopnya yang berat di bahu kirinya. Ia rasanya lemas dan ingin cepat mandi dan pergi tidur, kepalanya pusing dan tenggorokannya kering akibat karaoke yang ia lakukan di mobil dengan Yugyeom selama perjalanan pulang.

Ia sibuk merogoh saku celananya dan hendak mengeluarkan access cardnya lagi saat akhirnya Jeongguk mendongak dan melihat sesosok pria yang terlihat berdiri di depan apartemennya, seperti menunggu ia datang.

Taehyung.

Kekasih Jeongguk itu terlihat sedang memusatkan fokusnya pada layar handphonenya, telinganya tersumbat earbuds yang sering Taehyung gunakan saat bekerja. Ia terlihat mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam, dengan celana hitam favoritnya yang beberapa kali Taehyung kenakan saat bepergian dengan Jeongguk. Taehyung selalu terlihat cocok dengan pakaian seperti ini, membuat Jeongguk akhirnya menghela napas kasar.

Mungkin Taehyung akhirnya sadar, melihat dari ujung matanya bahwa ada orang lain yang sedang berdiri tak jauh darinya.

Lantas ia mendongak dan tatapan matanya bersirobok dengan Jeongguk.

Ia lantas memencet tombol pada earbudsnya untuk menghentikan lagu yang sedang ia dengar, dan melepas kedua barang itu dari dalam telinganya, Lalu Taehyung memasukkan barang kecil itu ke saku celananya bersamaan dengan handphonenya.

Taehyung mendengar Jeongguk menghela napas berat lalu mengusap wajahnya kasar dengan kedua telapak tangannya. Menunduk dan kedua bahunya bergetar. Tas laptop Jeongguk sudah melorot dari bahunya dan tergeletak di lantai koridor apartemen.

Ia lalu mengangkat kepalanya, bertatapan lagi dengan Taehyung. Ia tahu sebentar lagi tangisnya akan pecah. Lelah, rindu, dan kesal melebur jadi satu. Jeongguk memanggil Taehyung lirih, merindukan pelukan dan suara Taehyung untuknya. “Tae—”

“Sayang...” Taehyung menjawab Jeongguk lembut, sambil berjalan menghampiri kekasihnya, sudah dengan kedua tangannya yang terbuka.

Taehyung lantas merangkul Jeongguk dan membawanya dalam pelukan, merasakan hangat dan getaran tubuh kekasihnya itu menyetrum sekujur tubuhnya. Ia pun merindukan Jeongguk. Rasanya hampa jika tidak ada indirect skin contact dengan kekasihnya itu.

Jeongguk membenamkan wajahnya pada ceruk leher Taehyung, menemukan kenyamanan di sana, merasa bahwa tempatnya untuk bersandar adalah pada Taehyung. Ia lalu membalas pelukan Taehyung yang terasa erat pada punggungnya dengan mengulurkan kedua tangannya, lalu mengalungkannya pada leher Taehyung.

Mereka berdua terdiam dalam pelukan masing-masing, menikmati keheningan koridor apartemen yang dipenuhi oleh lantunan instrumen jazz dari speaker yang tertanam di langit-langit.

My sweet baby...” Panggil Taehyung lirih. “Capek, ya?”

Kekasih Taehyung itu mengangguk lemah, sambil menghirup dalam-dalam wangi tubuh Taehyung, seperti energi yang meresap langsung dari hidung Jeongguk untuk 'membangunkan' sekujur tubuh Jeongguk yang sudah lelah.

You did a great job today, Jeonggukie. Despite everything.” Jeongguk merasakan Taehyung mencium puncak kepalanya berkali-kali dengan pelan, membuat tubuhnya serasa hampir meleleh. “I am so proud, okay? Sorry I let my ego consumed me so I didn't tell you earlier.”

's okay,” Jeongguk menggumam, membuat Taehyung tertawa pelan. Jeongguk merasakan getaran tawa kekasihnya itu dari dadanya, membuatnya membenamkan wajah lesunya lebih dalam dan mengeratkan pelukannya.

Taehyung lalu meninggalkan ciuman bertubi-tubi di seluruh wajahnya; kelopak sepasang matanya yang agak bengkak akibat menangis, kedua alis, pipi, hidung, bibir, dan tentu saja dahinya. Jeongguk lalu menghela napas lagi, merasakan bibir Taehyung yang meninggalkan jejak diseluruh wajahnya, membuatnya lalu mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan Taehyung.

“Tae, I'm sorry...” Jeongguk berkata, lalu menyandarkan dahinya pada dagu Taehyung.

“Iya sayang, I'm sorry too, okay? Masuk, yuk. Kamu rebahan, nanti kita bicara. Oke?” Jawab Taehyung disela-sela ciuman yang ia tinggalkan didahi Jeongguk.

Jeongguk lantas mengangguk, melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah pintu apartemen untuk membukanya. Taehyung mengambil tas laptop Jeongguk yang tergeletak tadi lalu berjalan mengikuti kekasihnya dari belakang.

;

I tend to say something hurtful when something's pissing me off. And I know I shouldn't do that, Tae,” kata Jeongguk sambil menggeser tubuhnya lebih dekat pada Taehyung, yang sedang memijat kedua pelipisnya lembut. “Aku minta maaf. Aku harap kamu sudah tidak marah sama aku.”

Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk duduk dan bicara di sofa ruang tengah. Jeongguk mengurungkan niatnya untuk mengajak Taehyung mengobrol sambil merebahkan diri di kasur. Ia yang sudah lelah akibat hari yang panjang hari ini, khawatir akan segera memejamkan mata dan tertidur pulas jika kepalanya bersentuhan dengan bantal tidurnya.

Jeongguk sudah sempat mandi, pun Taehyung, secara bersamaan di kamar mandi terpisah. Mereka memutuskan untuk merilekskan tubuh dan menenangkan pikiran mereka terlebih dahulu sebelum akhirnya berbicara.

Taehyung lebih dulu selesai, membuat dirinya berinisiatif untuk membuat teh chamomile untuk dirinya dan Jeongguk. Kekasihnya itu benar-benar terlihat lemas dan lelah tadi, ia harap dengan mandi terlebih dahulu lalu ditemani teh buatannya, tubuh Jeongguk akan lebih rileks.

Jeongguk terlihat lebih nyaman saat Taehyung mengulurkan tangannya dan memegang pelipisnya untuk dipijat. Ia lalu menghela napas pelan, menikmati setiap tekanan yang disalurkan oleh Taehyung untuk setidaknya, membuat kepala Jeongguk tidak lagi pusing dan rasanya seperti ditinju berkali-kali.

Shit happens, sayang. Aku tahu kok, kamu pasti tadi emosi. Tahu aku nggak ada dekat kamu, malah pergi makan di luar. Staf aku semuanya juga malah pergi. Kamu nggak ada yang dimintai tolong. Aku paham kok, been there done that,” balas Taehyung tersenyum sambil melepaskan pijatannya, untuk menangkup wajah Jeongguk.

Ia lalu membawa ibu jarinya untuk mengusap kantung mata Jeongguk. “Aku nggak marah, oke? Tapi kamu nggak bisa bilang begitu, sayang, ke siapapun itu. It will make them angry because they feel like 'you don't know shit about me and my team, why you bother?' Something like that.

“Aku cuma kaget, kayak, wah, apa ini yang selama ini Jeongguk pikirin ya soal tim gue? Tadi aku sempat mikir begitu—”

Jeongguk lalu memotong cepat. “NO! Nggak, Tae. Oke?” Ia sedikit berteriak, menanggapi Taehyung dengan suara putus asa sambil memegang punggung tangan Taehyung yang sedang menangkup wajahnya. “Aku nggak mikir seperti itu. I swear. I just... I felt so exhausted and mad tired so I felt like needed a punching bag. That was a bad move, and I am so sorry.”

Taehyung hanya tersenyum menatap Jeongguk, lalu memajukan kepalanya untuk mencium dahi kekasihnya dengan sayang. Ia lalu merasakan Jeongguk seperti meleleh karena ciumannya, Taehyung mendengar Jeongguk berkali-kali menghela napas. “Okay, then. At least there's no doubt in my mind anymore. And I forgave you already, okay?

Taehyung sebenarnya sudah sempat berpikir demikian, membuatnya hanya diam seribu bahasa saat di kantor, memikirkan apakah Jeongguk benar-benar berpikir seperti itu terhadap timnya? Namun ia akhirnya lega mendengar jawaban Jeongguk.

“Maaf juga kalau aku malah 'lari' dari kantor, karena aku benar-benar lagi penat. Aku bisa bikin seisi ruangan tegang dengan sikapku kalau aku tadi diam di kantor. Jadi aku lebih baik pergi ke luar tadi saat makan siang. Maaf ya, sayang?” Taehyung berkata pada Jeongguk yang saat ini sudah menyandarkan tubuhnya dipelukan Taehyung.

Jeongguk hanya menggumam tanda mengiyakan, lalu menengadahkan kepalanya.

Ia lalu berkata dengan hati-hati. “There's nothing to forgive, though, Tae. I love you. I hate fighting with you.”

Kekasih Jeongguk itu lalu tertawa pelan, terdengar suara tawanya yang rendah, membuat Jeongguk rasanya ingin lebih dalam tenggelam dipelukan Taehyung.

I love you too. Couples fight, baby. Wajar, yang penting nggak sering-sering bertengkarnya. Nggak mau aku lihat kamu matanya bengkak karena nangis gini.” Taehyung berkata sambil mencium kedua kelopak mata Jeongguk dengan sayang.

“Eh, sebentar. Ini nangis karena berantem sama aku, bukan? Aku sempat nangis juga soalnya tadi karena that was our first time fighting,” sambung Taehyung lagi sambil terkekeh, membuat Jeongguk akhirnya membelalakan kedua matanya. Taehyung melihat sepasang mata kekasihnya itu membulat akibat terkejut.

“Serius?” Tanya Jeongguk kemudian, lalu memajukan wajahnya untuk mencium bibir Taehyung dengan cepat. “Kalau aku nangis karena kangen dicium kamu, sih, Tae.”

Taehyung lalu tertawa terbahak-bahak, menarik wajah Jeongguk yang sedang sibuk tertawa, lalu membalas ciuman kekasihnya lebih dalam. “That too, sayang. That too.”