magnolia ; i got you • 467 | part (3/3)

Lautan manusia yang memenuhi wilayah hutan itu akhirnya membubarkan diri setelah Diskoria Selekta menutup pertunjukannya. Waktu menunjukkan tepat pukul satu lebih tiga puluh menit dini hari saat Taehyung mengecek layar handphonenya.

Ia dan teman-temannya benar-benar menikmati penampilan apik yang dipersembahkan oleh dua orang disc jockey ternama itu. Duo itu berada di panggung tempat Alextbh sebelumnya tampil, membuat mereka harus berjalan naik menyusuri hutan lagi yang jalannya menanjak. Trio kucil beberapa kali terengah-engah lantaran sudah cukup lelah, ditambah lagi dengan banyaknya penonton yang berjalan berlawanan arah dengan mereka untuk menuju pintu keluar hutan.

Namun rasa lelah mereka terbayarkan saat mendengar Diskoria memainkan lagu-lagu hits pada tahun 90-an hingga 2000-an yang diberi sentuhan musik disko sedemikian rupa.

Lagu-lagu yang dibawakan oleh mereka berdua membuat suasana di festival menjadi seru, dan juga panas, dalam arti yang sesungguhnya. Seluruh tubuh Taehyung dan teman-temannya basah kuyup karena keringat, akibat berlompat-lompat mengikuti irama musik bersama para penonton.

Setelah membawakan beberapa lagu lawas yang Jeongguk dan Taehyung hafal betul, akhirnya duo itu mengakhiri penampilan mereka dan akhirnya turun dari panggung.

Jeongguk dan Taehyung mendahului teman-temannya, memimpin jalan di depan untuk sesekali memberitahu bagaimana medan mereka saat turun menuju ke pintu keluar festival. Mereka tidak bisa mempercepat langkahnya untuk segera keluar karena banyaknya manusia yang membubarkan diri bersamaan. Tidak hanya itu, banyaknya sampah bekas jas hujan ponco yang kotor memenuhi jalanan dan taman di kanan kiri mereka.

Jujur, sejak tadi Taehyung tahu bahwa kakaknya sudah kelewat kesal melihat hutan itu dipenuhi sampah. Namun Namjoon berusaha menahan amarah dan kekesalannya. Taehyung yakin, kakaknya itu benar-benar akan berkomentar dan meluapkan amarahnya panjang lebar saat sudah masuk kedalam mobil mereka.

“Gimana, geng, kesan dan pesan? Tahun depan mau ke sini lagi?” Tanya Taehyung pada teman-temannya sambil terkekeh, memancing emosi mereka dengan kata-katanya.

Jimin yang berjalan di belakang Taehyung itu hanya menanggapi dengan menjitak bagian kepala belakang sahabatnya itu. Taehyung hanya bisa meringis sambil tertawa.

Para sahabat Jeongguk menjawab dengan diwakili Mingyu, yang berkata panjang lebar dengan nada kesal dan mengumpat. “Anjing, menurut lo aja, Tae. Gue ogah ya. Pokoknya kita habis ini kalau nonton apapun mending di dalam ruangan aja, atau yang sudah ketahuan track recordnya bagus deh, dari segi apapun.”

Mendengar Mingyu tidak henti-hentinya berbicara sambil diselingi dengan kata-kata kasar, Jeongguk hanya bisa tertawa sambil melihat ke sekeliling. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya bingung.

Festival ini benar-benar diluar dugaannya.

“Kalau aku sih, nggak mau, deh, Tae. Cukup sekali, sekian terima kasih,” kata Jeongguk menimpali, sambil menggandeng telapak tangan Taehyung yang hangat. “It was fun because of the performers and you guys.”

Jeongguk lalu mengangkat tangannya yang sedang Taehyung genggam lalu melanjutkan lagi untuk bertanya pada kekasihnya. “And because it was with you. Did you have fun?”

Sambil berjalan bersisian, Taehyung lalu tersenyum dan merangkul bahu Jeongguk, memeluk kekasihnya itu erat. Ia lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Jeongguk untuk mencium pelipis kekasihnya. “Of course I did, Jeonggukie. Walaupun agak capek, but I enjoyed it.”

Tak lama kemudian, mereka berhasil keluar dari kawasan hutan itu dan disambut oleh banyaknya kendaraan yang berhenti. Oleh karena gelap dan minim penerangan, Jeongguk sama sekali tidak menyadari bahwa kendaraan yang ada; mobil, minibus, van, bahkan bus besar sedang berhenti, bukan karena sedang parkir.

Setelah berjalan beberapa langkah sambil menunduk, karena ia khawatir terpeleset, Taehyung dengan sigap menggandeng tangan kekasihnya untuk membimbing. Ia lalu mengangkat kepalanya untuk mengucapkan terima kasih, melihat Jimin dan Namjoon berjalan di depannya, sedang teman-temannya mengekor dari belakang.

Mereka berjalan ke bawah menuju jalanan utama tanpa suara, hanya sesekali terbatuk-batuk karena udara dingin mulai menusuk tubuh. Jeongguk yang sedari tadi masih tetap melangkahkan kakinya dengan menunduk, mencoba untuk mengangkat kepalanya karena lehernya pegal.

Jeongguk lalu melihat jalanan utama yang masih cukup jauh dari jarak pandang matanya, namun masih melihat banyak kendaraan di sampingnya.

Sebentar..., batinnya.

“Taehyung, ini mobil... semua... ada penumpangnya?” Jeongguk bertanya dengan heran pada Taehyung yang berjalan di depannya, masih menggandeng tangannya erat.

Kekasih Jeongguk itu hanya menggumam, menoleh sekilas padanya lalu melihat ke arah depan lagi. “Iya, sayang. Ini mereka kena macet. Nggak jalan sama sekali tadi aku dengar, sudah dari jam dua belas.”

“Hah? Ini mereka sama sekali nggak gerak dari tadi? Hah...,” tanya Jeongguk dengan nada tidak percaya, mencoba berkali-kali memahami jawaban kekasihnya. Apa karena efek mengantuk dan lelah, maka ia merasa kata-kata Taehyung kurang jelas?

“Ini macet, sayang,” jelas Taehyung lagi, sambil mengusap pelan punggung tangan Jeongguk. “Makanya dari tadi aku sama kakak lagi mikir, kita mau lewat mana pulangnya; jalan tadi atau lewat Tangkuban Perahu.”

Oh my God, berapa lama lagi mereka harus menempuh perjalanan? Mereka sudah sangat lelah dan rasanya ingin rebahan saat ini juga. Ini sudah gila, bagaimana nasib orang-orang yang terjebak macet itu dan tidak bisa keluar dari daerah Cikole?

“Kamu mau nyetir lagi?” Tanya Jeongguk kemudian pada Taehyung dengan nada khawatir.

Gila sekali, melihat banyak kendaraan sedari tadi sudah mematikan mesin, karena sepertinya tidak ada harapan kemacetan akan terurai.

Ia melihat Taehyung menggeleng pelan, lalu menjawab pertanyaan Jeongguk dengan menghela napas. “Tadi kakak sudah bilang, dia aja yang nyetir pulang. Nanti kita mau tanya orang dulu, sayang, sebaiknya lewat mana.”

Oh Tuhan, apakah mereka tidak bisa membawa mobil mereka terbang saja? pikir Jeongguk.

Setelah perjalanan yang cukup panjang dari pintu keluar festival, akhirnya mereka sampai di jalan raya utama dan disambut dengan banyaknya kendaraan yang semrawut, dan tentu, berhenti. Mereka mendengar riuh manusia sedang marah-marah, berbicara ditelepon, tertawa, dan mengeluh. Semua bercampur jadi satu.

Jalanan yang tadi mereka lewati sekarang sudah dipenuhi dengan kendaraan yang turun satu arah.

Jeongguk hanya bisa menganga, melihat lalu-lintas benar-benar berhenti, tidak bergerak sama sekali.

Jimin yang saat ini sudah berjalan bersisian dengan Jeongguk lalu berkata, “Gue udah capek banget, jujur, Gguk. Mau sampai jam berapa kita di sini?” Terdengar suara Jimin sudah serak seperti kelelahan. Sahabat kekasihnya itu juga terdengar mengeluh.

Pantas lah Jimin bereaksi demikian, perjalanan pulang mereka masih sangat lama.

Trio kucil, Namjoon, dan juga Taehyung terlihat sedang mengobrol dengan seorang bapak, sepertinya menanyakan sebaiknya jalan mana yang harus mereka lewati untuk kembali ke Bandung. Jeongguk lalu menghampiri mereka, menempelkan dadanya pada punggung Taehyung untuk mendengarkan pembicaraan mereka.

Jeongguk menaruh dagunya pada bahu Taehyung, membuat kekasihnya itu refleks menoleh lalu mencium pelipisnya.

“Dari sini ke pintu tol hanya tiga puluh menit, A',” kata bapak itu sambil menunjuk layar handphone Namjoon yang menampilkan rute jalan kembali ke vila.

Namjoon lantas mengangguk dan mengucapkan terima kasih, lalu mengajak teman-teman adiknya untuk segera berjalan menuju tempat mobil mereka diparkir.

Kakak Taehyung itu lantas meminta kunci mobil dari Taehyung lalu langsung membuka sisi pintu kemudi, melangkahkan kakinya masuk kedalam mobil.

Jimin dan Jeongguk sudah terlihat berjalan ke arah jok belakang saat Jeongguk mendengar Taehyung mengajaknya berbicara.

“Sayang, aku duduk di depan nemenin kakak, ya. Kamu duduk di belakang dengan Jimin aja, supaya bisa tidur. Ya?” Taehyung lalu menghampiri Jeongguk, merengkuh tubuhnya dan memeluknya erat. Ia lalu memundurkan wajahnya untuk mencium kening kekasihnya. “Pisah dulu ya, nanti peluk cium lagi kalau sudah sampai vila.”

Jeongguk hanya tertawa pelan, lalu mengangkat tangannya untuk mencubit hidung kekasihnya. “Ampun deh kamu, cuman sebentar kok. Katanya cuman tiga puluh menit, kan, ke Bandung? Nanti jam tiga juga sudah bisa peluk cium lagi kok.” Ia lalu mencium bibir Taehyung cepat yang terdengar meringis.

“Ya tapi aku bakal tetap kangen,” kata Taehyung sambil membalas ciuman Jeongguk lebih lama. Sebagai bekal selama berpisah nanti, katanya.

“Gue kira kebucinan kalian bakal berkurang karena capek, nggak tahunya masih sama aja ya,” kata Yugyeom asal, membuat mereka semua tertawa karenanya.

;

Tiga puluh menit? Tidak. Tiga jam.

Namjoon beruntung, Taehyung menemaninya di kursi depan selama ia menyetir.

Hell, entah ia salah jalan atau memang seorang bapak yang ia tanyai tadi salah memberi informasi. Mobil mereka benar-benar melewati jalanan sempit di perkampungan. Tidak ada cahaya apapun, tidak ada satu kendaraan pun yang lewat dengan mereka, ataupun berpapasan dengan mereka.

Namjoon yang sedikit penakut, beruntung ditemani oleh Taehyung yang tidak berhenti mengajaknya mengobrol, untuk menghindari kantuk.

Jam digital pada dasbor van itu menunjukkan pukul lima pagi saat akhirnya Namjoon melihat pintu tol Padalarang dari kejauhan. Ia menghela napas panjang karena lega, seperti menemukan titik terang sehabis berputar-putar di dalam labirin.

“Tae, lo tidur aja. Gue kalau dari pintu tol sini sudah tahu jalan. Thanks, ya, sudah nemenin gue.” Namjoon berkata sambil menoleh pada adiknya yang sudah terlihat mengantuk. Kedua mata Taehyung sudah terlihat berat, sebentar lagi adik Namjoon itu pasti akan tertidur.

No worries. Tapi nanti mampir McD yang buka 24 jam ya, kak? Beliin anak-anak makan dulu. Kita udah kelaparan kan dari tadi, mending kita drive-thru aja, lalu nanti makan di vila. Baru setelah itu istirahat dan tidur, how's that sound?” Taehyung mengusulkan sambil mengerjapkan matanya yang sudah sakit, lalu menguap karena benar-benar mengantuk.

Taehyung melihat kakaknya mengangguk, menjawabnya setuju di sampingnya.

Tak sanggup lagi membuka matanya, akhirnya Taehyung tiba-tiba terlelap karena sudah tidak bisa menahan lelah dan rasa kantuknya.