magnolia ; i got you • 458 | part (2/?)
“Guys, ayo siap-siap. Satu setengah kilometer lagi kita sampai. Langsung bawa ponco ya, sama boots langsung dipakai.” Namjoon berkata, memecah keheningan yang benar-benar memenuhi seisi mobil sejak tadi. Ia lalu menghela napas, melirik layar handphonenya yang menunjukkan pukul sembilan malam tepat.
Sudah enam jam lamanya mereka menempuh perjalanan dari Ciumbuleuit sampai tiba di daerah Cikole dengan selamat. Mereka melewati kemacetan yang tidak kunjung berkurang, hujan deras yang berkali-kali sekadar 'numpang lewat' saja, dan aspal jalanan yang cukup licin—membuat adiknya itu harus ekstra hati-hati mengemudikan van sebesar ini hanya dengan bermodalkan aplikasi maps dihandphone mereka.
Beberapa saat setelah kejadian pertengkaran kecil antara Taehyung dan Jeongguk tadi, Jimin terlebih dulu terbangun karena ia sempat mendengar samar-samar sahabatnya bertanya pada penduduk sekitar, apakah ada jalan pintas yang lebih cepat untuk dapat dilewati. Namjoon yang merasakan bahunya tidak ada beban, lantas terbangun dan memicingkan matanya kemudian.
“Belum dekat ya, Tae?” Namjoon bertanya pada adiknya singkat, lalu seketika merasa ada yang aneh dengan atmosfer di mobil saat itu. Ia sempat melirik ke arah Jeongguk yang terlihat sedang menyandarkan kepalanya pada kaca mobil di sampingnya.
Jeongguk seperti sedang tertidur.
Apa yang sudah ia lewatkan? batinnya dalam hati.
“Belum, kak. Masih jauh. Lo tidur aja lagi,” jawab Taehyung sekenanya, tanpa menoleh ke arah Namjoon.
Kakak Taehyung itu lantas menoleh ke arah Jimin yang sedang terlihat mengetik sesuatu dihandphonenya. Ia lalu merasakan benda elektronik yang sedang ada dipangkuannya bergetar, tanda pesan singkat baru saja masuk.
Namjoon lalu mengambil handphonenya dan menyalakan tombol power, melihat sekilas pesan singkat dari kekasihnya sambil mengernyitkan dahi.
'Kata anak-anak, Taehyung sama Jeongguk habis berantem, Moni.'
Namjoon yang membaca pesan itu pun langsung menoleh dengan cepat ke arah kekasihnya. Jimin hanya menggeleng sambil mengangkat kedua bahunya. Namjoon lalu mengucapkan sesuatu tanpa suara pada kekasihnya, menanyakan apa sebabnya adiknya dan Jeongguk bertengkar. Sahabat Taehyung itu hanya menjawab tanpa suara bahwa ia juga tidak tahu.
Sepanjang perjalanan dari tempat itu hingga sampai di Cikole, suasana didalam mobil benar-benar hening, hanya terdengar sayup-sayup beberapa lagu dari saluran radio yang sedari tadi sudah terulang sebanyak tiga kali.
Tidak ada satupun dari mereka yang memulai pembicaraan. Hanya sesekali Namjoon mendengar helaan napas kasar adiknya yang terlihat sedang menumpukan kepalanya dengan kepalan tangan, pun sikunya disandarkan pada pintu mobil.
Namjoon hanya menggelengkan kepala melihat adiknya benar-benar tidak bergeming. Ia lalu mengambil handphonenya dan mengetik sesuatu, kemudian mengirimkannya pada Taehyung.
;
Berkat arahan dari warga sekitar yang bersukarela menjadi pengarah parkir, akhirnya Taehyung berhasil menemukan satu tempat untuknya memarkirkan van itu. Cukup jauh memang dari pintu masuk, namun Taehyung ingin mencari aman saja.
Jujur, saat mereka sebentar lagi tiba di lokasi festival, Taehyung benar-benar melihat lajur kanan tidak bergerak sama sekali. Mobil rasanya seperti mengantre dalam kemacetan. Taehyung kira, semua mobil dan motor itu tengah parkir.
Namun tidak, ia bisa melihat jelas dari dalam mobil bahwa semua kendaraan itu berpenumpang. Ia hanya bisa menggelengkan kepala heran saat melihat itu.
Kenapa sampai bisa gila begini ya? So weird, batin Taehyung.
Sebenarnya, mereka sudah sempat melewati pintu masuk wilayah tempat festival diadakan, namun Namjoon menyarankan untuk tidak mencari parkir di sana. Seorang bapak yang sedang berdiri di tengah jalan pun tidak memperbolehkan mereka masuk untuk mencari parkir.
Akhirnya, Taehyung berinisiatif untuk mencari parkir di tempat lain.
Setelah merasa aman dengan slot parkir yang ia pilih, Taehyung akhirnya mematikan mesin van itu lalu melepas seatbeltnya. Jeongguk masih terlihat tertidur pulas di sampingnya. Taehyung lalu meminta tolong pada Jimin untuk mengambilkan kantong plastik miliknya dan Jeongguk yang berisi boots.
Melihat kondisi cuaca yang tidak separah tadi selama di perjalanan, ia memutuskan untuk tidak membawa jas hujan ponco ya. Instead, ia hanya mengambil milik Jeongguk dan memasukkannya kedalam tas kecil milik Taehyung.
Taehyung hendak mematikan aplikasi maps yang sudah tidak digunakannya saat ia dengan tidak sengaja melihat notifikasi pesan singkat dari kakaknya untuknya, hampir satu jam yang lalu.
Ia mengernyit sesaat sebelum membaca pesan singkat itu. Taehyung menghela napas berat sesaat setelah membaca pesan itu yang berisi:
'Waktu lo bangunin Jeongguk nanti, minta maaf dulu. Setidaknya minta maaf duluan, biar suasananya lebih enak. Masa mau seneng-seneng tapi lo berdua malah berantem?'
Taehyung hanya membalas pesan kakaknya itu dengan 'yeah, okay' lalu mematikan handphonenya. Ia lalu menggeser posisi duduknya dan menghadap ke arah Jeongguk. Ia sudah tidak mendengar obrolan teman-temannya yang sedang sibuk membereskan barang-barang mereka untuk dibawa turun.
Terakhir, Taehyung hanya mendengar Mingyu dan kakaknya sedang membicarakan tentang boots yang mereka kenakan.
Saat ini, Taehyung sedang fokus memandangi kekasihnya yang terlihat masih tertidur, lalu menghela napas pelan.
Semoga dia nggak bad mood saat bangun, pikir Taehyung.
“Jeonggukie. Sayang.” Panggil Taehyung pelan, sambil tangannya mengusap lengan kekasihnya itu, sedikit menepuk untuk membangunkannya. “Kita sudah sampai nih, bangun yuk.”
Kekasih Taehyung itu pun lantas terkejut lalu mengerjap-ngerjapkan kedua matanya. Terlihat ia meregangkan tubuhnya lalu mengusap kedua matanya dengan mengepalkan kedua tangannya, membuat Taehyung rasanya ingin menarik tangan kekasihnya dan memeluknya.
Namun ia urung. Mungkin tidak sekarang ia meminta maaf. Jeongguk hanya menggumam, mengucapkan terima kasih pada Taehyung, lalu sibuk mempersiapkan diri.
Kekasih Jeongguk itu hanya tersenyum simpul dan memutuskan untuk menyibukkan dirinya. Ia sudah memakai sepatu bootsnya dan hendak membuka pintu mobil untuk melangkahkan kaki ke luar, saat ia merasakan Jeongguk mengalungkan kedua tangannya pada leher Taehyung.
Ia merasakan hembusan napas Jeongguk pada tengkuknya; hangat, ditengah udara dingin Cikole yang menusuk tulangnya.
“Taehyung... maaf,” bisik Jeongguk lirih. Taehyung merasakan bibir Jeongguk yang tengah mengecup belakang kepalanya bergetar; tanda bahwa kesayangannya itu sebentar lagi akan menangis. “Maaf ya, I lashed out and ruined everything.”
Mendengar Jeongguk yang bicaranya sudah mulai asal, Taehyung lantas meraih kedua tangan kekasihnya untuk dilepaskan dari lehernya, lalu ia membalikkan tubuhnya Taehyung sempat melirik ke arah luar mobil, teman-temannya dan kakaknya tengah berbincang mengenai entah apa sambil sesekali tertawa.
Ia mengangkat kedua tangannya untuk menangkup wajah Jeongguk, lalu mengusapkan kedua ibu jarinya pada daerah kantung mata bulat kekasihnya itu. “Sayang, ngomong apa deh? You didn't ruin anything, okay? Aku juga minta maaf ya kalau bercandanya kelewatan. I chose the wrong words.”
Taehyung lalu memajukan wajahnya untuk mencium bibir Jeongguk, pelan namun pasti, berusaha memberikan rasa nyaman dan menyampaikan permintaan maafnya lewat ciuman itu. Ia merasakan otot wajah Jeongguk yang tegang seketika meregang. Ia lalu menyunggingkan senyum diantara ciuman mereka, lalu membisikkan kata-kata maaf.
“I love you, maaf ya, Jeonggukie.” Kata Taehyung singkat lalu mendaratkan ciuman di kedua pipi dan dahi kekasihnya. “Turun, yuk? Biar bisa ngejar performance artis lain.”
Jeongguk lantas menggumam tanda setuju dan membalas Taehyung dengan 'I love you too, Tae,' lalu dengan cepat merapikan pakaian yang agak kusut karena tertimpa saat ia tertidur tadi. Jeongguk pun tidak lupa untuk mengambil bucket hatnya yang sempat ia lepas dan letakkan di dasbor mobil. Mengenakan sepatu bootsnya kemudian, ia lalu membuka pintu mobil dan melangkah turun.
Setelah Taehyung dan Namjoon melakukan double check, akhirnya mereka pergi dari sana, menuju pintu masuk festival.
;
“Gila, becek banget, jir. Celana lo naikin deh, kak Namjoon. Atau masukin dalam boots. Mana pakaian lo dari atas sampai bawah warnanya bikin kelihatan kalau kotor,” usul Eunwoo setelah menemani Taehyung menukar tiket mereka dengan wristbands di salah satu loket yang masih buka.
Saat mereka tiba di pintu festival, jujur, Jeongguk benar-benar rasanya ingin menganga hingga rahangnya jatuh ke tanah. Ia tidak menyangka bahwa jalanan itu benar-benar digenangi oleh lumpur. Ia merasa beruntung dan berterima kasih pada Taehyung, karena telah menyarankan mereka untuk mengenakan sepatu boots tinggi ke festival ini.
Jeongguk sempat melihat beberapa penonton festival yang hendak berjalan ke pagar pintu masuk festival, kaki dan pakaian mereka sudah kotor karena lumpur hingga ke bagian lutut.
Hujan deras yang beberapa kali mengguyur Lembang dan sekitarnya tanpa ampun sepertinya benar-benar melelehkan tanah dari mana, Jeongguk juga tidak tahu. Gerombolan penonton festival lainnya yang melihat rombongan Jeongguk dan kawan-kawan berjalan ke arah pintu masuk, terdengar memuji mereka.
“Wah, rombongan itu pakai boots, lihat deh. Mestinya kita begitu ya, biar nggak kena lumpur begini,” celetuk salah satu pria yang sedang berbicara dengan teman-temannya.
Taehyung yang mendengarnya lantas menunduk untuk menyembunyikan senyumnya, rasanya senang secara tidak langsung mendengar orang lain yang tidak ia kenal, memuji inisiatifnya mengenakan sepatu boots.
Mereka berjalan menuju pintu masuk; Taehyung yang sedang merangkul pundak Jeongguk, diikuti oleh Jimin dan Namjoon di belakangnya. Para sahabat Jeongguk terlihat berjalan beberapa langkah mendahului mereka, sambil mencari tahu letak festival itu berlangsung.
Jalanan benar-benar gelap, tidak ada tanda-tanda sebuah festival berlangsung. Seharusnya, suaranya keras sound system dan riuh penonton sudah terdengar dari pintu masuk.
Namun, mengapa mereka sama sekali tidak mendengar apapun?
“Mas, maaf, ini festivalnya di mana, ya?” Taehyung bertanya pada salah satu panitia yang sedang memindai barcode yang tertera pada wristbands mereka. Ia mengernyit bingung, berusaha mencari dengan kedua telinganya, sumber suara para performer festival.
Mendengar pertanyaan itu, sang panitia lalu menjawab pertanyaan Taehyung. “Nanti kakak tunggu aja, ada shuttle yang membawa kakak dari sini sampai lokasi. Pasti ada yang lewat kok, ditunggu aja, kak.”
Taehyung hanya membalas dengan ber-oh-ria lalu memasuki wilayah hutan yang gelap, tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Ia hanya melihat dengan jarak pandang matanya, beberapa orang dengan sepeda motor, seperti sedang 'mangkal' di pinggir jalan.
“Tae, mau nunggu shuttle atau naik ojek ke atas? Ini masih tiga kilometer nanjak. Nggak mungkin jalan kaki, kan?” Tanya Jimin pada Taehyung, sedang Namjoon terlihat sedang bertanya pada beberapa ojek di sana, sepertinya menanyakan tentang tarif.
“TIGA KILOMETER?” Jeongguk berteriak agak kencang karena kaget. “Lo yang bener?” Jeongguk bertanya lagi kemudian.
Pantas saja, lokasinya ternyata masih jauh! Jeongguk pun melihat ke arah jalan di depannya yang benar-benar menanjak dan seperti tidak berujung.
Jimin hanya mengangguk menanggapi Jeongguk, lalu berkata pada Taehyung yang terlihat kaget dengan informasi bahwa perjalanan masih tiga kilometer lagi. “Menurut gue sih yaudah bayar aja berapa ojeknya nggak sih? Tadi gue lihat ada shuttle, tapi ya penuh. And yet lo mau ngejar Alextbh yang harusnya kalau on schedule, bentar lagi manggung, Tae.”
Setelah berembuk dengan teman-temannya dan kakaknya, akhirnya Taehyung memutuskan untuk mereka menumpangi ojek masing-masing untuk sampai di pintu masuk festival yang kedua. Taehyung mempersilahkan Jeongguk untuk pergi lebih dulu, disusul oleh trio krucil dan Jimin, lalu Taehyung, dan yang terakhir adalah kakaknya. Mereka berhasil menawar pada beberapa ojek untuk mengenakan tarif sebesar dua puluh lima ribu rupiah saja.
Saat sudah diatas motor dan dibonceng oleh seorang bapak, Taehyung akhirnya bertanya pada beliau. “Pak, ini tadi yang ke festival, semuanya naik motor? Atau pakai mobil?”
Angin dingin Lembang benar-benar menusuk kulit Taehyung yang hanya tertutup hingga sikunya. Ia seketika mengumpat, berpikir mengapa ia tidak menggunakan pakaian lengan panjang hari ini.
Tanpa menoleh, sang supir ojek itu menjawab Taehyung dengan santai, lengkap dengan logat Sundanya. “Dari tadi juga banyak shuttle, A',” jawab supir ojek padanya dengan sebuatan Aa* sebelum menyambung lagi. “Tapi ya gitu, A', kayak nunggu jodoh. Lama. Hehehe.”
Taehyung rasanya ingin tertawa keras, kalau saja angin tidak membuat bibirnya bergemeletuk karena kedinginan.
Tiba-tiba tidak lama kemudian, Taehyung hampir terjatuh dari motor itu karena sang supir ojek ternyata menerabas jalanan berlubang.
“Pak, hati-hati atuh. Kalau saya jatuh barusan gimana?” Kata Taehyung setengah mengeluh, namun tetap berusaha untuk sopan.
“Kalau jatuh ya, jatuh aja, A'. Paling juga sakit, ya kan?” Sang bapak menjawab pertanyaan Taehyung sekenanya sambil tertawa dari balik helm, membuat Taehyung hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sesampainya mereka di pintu masuk kedua, akhirnya mereka masuk untuk diperiksa tas dan pakaiannya. Taehyung yang memakai sling bag tiba-tiba diberhentikan oleh seorang wanita dan diminta untuk bergeser ke samping dan diperiksa ulang.
Mengernyit, Taehyung bertanya singkat. “Ada apa, ya? Apa ada barang saya yang harus diambil?”
Salah satu panitia berkata sambil membongkar isi tas Taehyung. “Iya, kak, ini harus diambil,” kata seorang panitia itu sambil mengambil senter dari tasnya. Senter kecil itu memang sengaja ia bawa untuk digunakan saat masuk ke kawasan hutan itu. Hanya Taehyung yang membawa benda kecil itu diantara rombongannya untuk menerangi saat mereka menyusuri area yang terlihat gelap.
“Lho, tadi dengan panitia yang di depan, yang Mbak itu, katanya boleh?” Taehyung menunjuk salah satu panitia yang tadi meloloskannya. Padahal panitia yang memeriksanya di depan tadi sudah memperbolehkan Taehyung masuk dengan membawa senter itu; senter kesayangan milik ibunya yang selalu ia bawa ke mana-mana.
Panitia yang mengambil senter Taehyung itu menggeleng. “Nggak boleh, kak. Maaf.”
Taehyung rasanya ingin marah, over the goddamn flashlight, yes. Namun tenaganya sudah habis terbuang saat perjalanan menuju Cikole tadi, jadi ia memilih diam lalu menyerahkan senter milik ibunya itu.
Namjoon yang sudah melewati pemeriksaan itu akhirnya menghampiri Taehyung dan menepuk bahu adiknya. “Nanti gue cariin di Bandung. Mama pernah info katanya ada lagi toko yang jual senter serupa. Tenang aja.”
Adik Namjoon itu lalu hanya menghela napas, untuk kesekian kalinya, dan mengucapkan terima kasih pada perempuan itu.
Ia lalu berjalan menghampiri Jeongguk yang sudah mengulurkan tangannya untuk digandeng. Taehyung lantas menyambutnya dengan tersenyum, melihat Jeongguk yang tengah lompat-lompat kegirangan, because they fucking finally arrived at the festival. For real now.
Sesampainya mereka di area festival, banyak sekali penonton yang melihat ke arah mereka sambil mengangguk-angguk. Jeongguk sempat mendengar lagi beberapa komentar dari orang asing di sana, menyesal bahwa mereka tidak menggunakan sepatu boots seperti yang dilakukan olehnya dan teman-temannya. Ada rasa bangga menyeruak dari dalam hatinya. Ia ingin memberi Taehyung ciuman singkat di pipi, namun ia urungkan.
Berjalan beberapa langkah dari sana, akhirnya kedua telinga Jeongguk seperti mendengar lagu favoritnya samar-samar dinyanyikan. Berusaha mengingat-ingat lagu itu, walaupun agak sulit karena suara riuh penonton, akhirnya Jeongguk ingat dan langsung menarik-narik tangan Taehyung dan Jimin yang ada di samping kiri kanannya.
“Sayang, itu Alextbh! Ayo, ayo, cepet!” Jeongguk setengah berteriak dan melompat-lompat seperti kelinci, membuat Taehyung tertawa renyah.
Jimin dan Namjoon hanya dapat menggelengkan kepala mereka sambil tertawa. Sedang trio krucil; Eunwoo, Mingyu, dan Yugyeom sudah mengeluarkan handphonenya untuk merekam musisi asal Malaysia itu bernyanyi di atas panggung.
Tujuan Jimin sendiri menonton festival ini adalah performance HONNE di main stage; yang sudah diketahui bahwa mereka akan ditaruh di-line up terakhir, Payung Teduh; yang sayangnya terlewatkan karena mereka tiba sangat terlambat, dan Diskoria; yang jadwal tampilnya dilaksanakan setelah HONNE, tepat di panggung tempat Alextbh saat ini sedang bernyanyi.
Taehyung saat ini tengah bernyanyi dengan Jeongguk sambil menggerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri, seperti rumput yang bergoyang-goyang karena ditiup angin. Mereka menyanyikan 'Stoop So Low', salah satu lagu hits milik Alextbh yang menjadi salah satu lagu favorit Taehyung dan Jeongguk. Para penonton yang terlihat mengenakan jas hujan ponco pun ikut menggerakkan tubuh mereka, menikmati suara indah pria yang sedang berada di atas panggung itu.
Jeongguk sempat membatin, penampilan para penonton yang saat ini mengenakan jas hujan itu sudah benar-benar lepek dan kuyu. Kasihan sekali, pasti mereka sudah dari siang hari di sini, batin Jeongguk dalam hati, seketika merasa bersyukur karena ia dan teman-temannya masih berada di perjalanan pada saat hujan turun dengan deras.
Sesaat setelahnya, sang pria di atas panggung mulai menyapa para penonton dan saling bertukar sapa. Taehyung tidak memperhatikan dengan jelas, karena ia sekarang sedang menatap ke arah Jeongguk yang terlihat sedang tersenyum lebar.
Literally ear to ear.
Taehyung lalu meraih tangan Jeongguk dan mengusap punggung tangan kekasihnya itu pelan. “Are you happy?” Ia bertanya pada Jeongguk, yang akhirnya menatap sepasang manik hazel Taehyung sambil tersenyum lebar.
“So fucking happy, Tae! Thank you so much, ya. Aku bener-bener seneng banget!” Jeongguk menjawab sambil terkekeh, mulutnya mengeluarkan asap karena udara yang terlalu dingin, setiap kali ia berbicara. Membuat Jeongguk lantas mengucapkan kata apapun sehingga bisa melihat asap lagi dari mulutnya sendiri.
Melihat kekasihnya seperti itu, Taehyung hanya tersenyum teduh, lalu menarik tangan Jeongguk untuk merangkul bahunya. Taehyung lalu mendaratkan kecupan di hidung Jeongguk, membuat kekasihnya itu hanya terkekeh lalu membalas Taehyung dengan memeluk punggungnya.
“Sama-sama, sayang,” bisik Taehyung lirih, lalu mengecup puncak kepala Jeongguk sambil memeluknya lebih erat. “By the way, you're warm, just like my hotpack. Kamu nggak kedinginan?”
“Bisa aja gombalnya ya, Pak Bos. Di mana pun, kapan pun,” ledek Jeongguk kemudian, membuat mereka berdua akhirnya tertawa. “Nggak, aku nggak kedinginan sama sekali. Kamu pakai aja ponco aku, Tae?”
Taehyung lantas menggeleng. Jeongguk dapat merasakan dagu kekasihnya itu sedikit menusuk puncak kepalanya karena Taehyung menggerak-gerakkan dagunya memutar. “Nggak perlu, Gguk. Aku takut kegerahan, karena kita bakal banyak lewat medan turun-naik nanti?”
Ia ingat tadi saat menumpangi ojek untuk sampai di pintu festival kedua. Tanjakan jalan yang mereka lewati tadi cenderung curam. Itu berarti, medan hutan tempat festival itu diadakan juga akan curam, sama seperti jalan di luar area festival.
Jeongguk hanya menanggapi dengan gumaman, lalu melepas pelukannya dari tubuh Taehyung dan menghadap ke arah panggung. Sang musisi favoritnya saat ini sedang menyanyikan lagu 'Like That', membuat Jeongguk lantas menoleh, memandangi kekasihnya.
Taehyung terlihat sedang tersenyum, wajahnya terkena lampu sorot panggung yang terang. Kulit indah Taehyung mengkilap layaknya madu. Rahangnya tegas. Senyum kotaknya lebar, memperlihatkan gigi putihnya. Kedua matanya yang berbinar, serius menonton tanpa menyadari bahwa sedari tadi Jeongguk memperhatikannya.
Suara Taehyung, damn, his voice, suara rendahnya yang membuat Jeongguk rasanya hampir gila.
Bagi Jeongguk, memiliki seorang kekasih seperti Taehyung layaknya anugerah sekali seumur hidup dari Tuhan. Momen istimewa seperti ini, membuat Jeongguk rasanya ingin bersyukur tanpa henti karena memiliki Taehyung. Kekasihnya itu selalu sabar, perhatian, tidak pernah meninggikan nadanya saat berbicara dengan Jeongguk.
Taehyung, layaknya malaikat yang selalu ada di sisinya. Rasanya tidak nyata, namun ia ada.
Sepertinya emosi Jeongguk karena perjalanan mereka tadi, pertengkaran kecilnya, dan karena suasana festival, melebur jadi satu.
“Taehyung,” panggil Jeongguk lirih, lalu kedua tangannya meraih salah satu tangan Taehyung yang sedang dimasukkan kedalam saku celananya.
Seketika Taehyung menoleh sambil tersenyum, sesaat luntur setelah melihat genangan pada kedua mata bulat Jeongguk.
“Sayang.” Jawab Taehyung sambil mengernyitkan dahinya khawatir. “Ada apa, Jeonggukie? Kamu mau duduk?” Taehyung bertanya sambil mengangkat tangan kanannya dan mengusap wajah Jeongguk dengan sayang.
Taehyung terlalu baik. Taehyung terlalu lembut.”
Jeongguk hanya bisa menggeleng lalu tersenyum, membuat genangan air matanya luber dan turun membasahi pipinya. Tangannya lalu memegang tangan Taehyung yang sedang menangkup pipinya.
“Aku bersyukur deh, Tae, punya kamu,” jawab Jeongguk dengan suara bergetar. Tangisnya hampir pecah, namun ia tidak ingin memancing perhatian beberapa penonton festival yang sudah melirik ke arah mereka berdua.
Taehyung hanya tersenyum, lalu hanya menjawab singkat. Damn, apa udara dingin memiliki pengaruh pada perasaan seseorang sehingga mereka bisa dengan mudahnya menjadi sensitif?
“Sayang, jangan nangis. Malu sama hujan.”
Ia lalu merasakan tinju dari Jeongguk dibahunya, yang lalu menghapus air matanya kasar dengan punggung tangannya.
“Lagi mellow gini emang paling bisa ya kamu ngerusak!”
;
“Geng, laper nggak, sih, anjrit. Perut gue udah nyanyi nih, dari tadi.” Jimin berkata saat mereka sedang berjalan pada conblock yang membentuk jalan setapak. Eunwoo dan Mingyu sudah berjalan mendahului mereka untuk pergi ke toilet. Sedang Namjoon sudah berjalan di depan sambil memegang handphonenya dan menyalakan fitur senternya sebagai sumber penerangan.
Jeongguk dan Taehyung tengah membicarakan beberapa hal dengan santai, sambil mengedarkan pandangan ke kanan dan kiri mereka. Festival ini sangat minim cahaya. Jeongguk perlu memicingkan matanya untuk melihat ada apa atau siapa di sampingnya. Terlihat banyak sekali sampah yang berserakan di kiri kanan hutan itu, ditambah lagi langit yang benar-benar gelap, membuat para penonton festival tidak bisa membedakan antara conblock dengan lumpur.
Tak jarang mereka berpapasan dengan penonton lainnya di jalan setapak itu, mengharuskan mereka untuk beberapa kali menggeser posisi agar orang lain dapat lewat dan berjalan. Taehyung beberapa kali terlihat menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Ini adalah kali pertama ia menonton festival di alam terbuka dan sudah membuatnya trauma.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh lebih dua puluh lima menit malam hari, Taehyung baru saja mengecek layar handphonenya, saat Jimin berteriak lega karena menemukan satu area yang dipenuhi oleh manusia.
Ya, manusia, dengan suara riuh keramaian. Jeongguk yang sedang serius melihat handphonenya untuk membalas pesan ibunya, mengangkat kepalanya saat mendengar suara Jimin.
“Akhirnya, nemu juga tempat makan!” Seru Jimin sesaat sebelum ia melanjutkan dengan nada kecewa. “Damn, penuh, geng,” keluhnya.
Taehyung lalu mengedarkan pandangannya. Terlihat area di depannya itu seperti kantin terbuka, dengan menjual beberapa macam warung makanan yang benar-benar dipenuhi oleh orang yang mengantre untuk membeli. Ia sempat melihat tulisan soto, bakso, nasi goreng, dan beberapa warung yang menjual makanan umum lainnya yang bisa dinikmati.
Selain itu, di area bawah, terlihat beberapa warung yang menjual minuman, dengan antrean yang panjang dan hampir mengular.
Jujur, Taehyung sudah benar-benar haus dan membutuhkan minum, atau setidaknya makan. Pun ia memikirkan Jeongguk dan teman-temannya serta kakaknya yang sejak tadi seperti sudah loyo karena membutuhkan asupan energi. Ia pernah mendengar, udara di hutan pada malam hari tidak begitu sehat. Manusia yang begitu banyak di sana pasti sedang bersaing menghirup oksigen untuk diri sendiri, apalagi ditambah dengan pohon-pohon yang memang menghasilkan gas karbon dioksida pada malam hari dan ikut menghirup oksigen.
Melihat area 'kantin' terbuka itu penuh sesak semakin membuat Taehyung rasanya ingin muntah.
Sebenarnya ia bisa mengusulkan pada teman-temannya dan kakaknya untuk duduk di luar saja, namun ya, tetap saja tidak ada tempat. Jeongguk sudah menghilang sejak tadi dari sisinya, sepertinya kekasih Taehyung itu sedang sibuk mencari tempat duduk.
Tak lama kemudian, ia melihat Jeongguk dan Jimin sudah melambai-lambaikan tangan mereka dari sebuah meja panjang yang cukup untuk rombongan mereka duduki.
Akhirnya, Namjoon dan Taehyung segera melangkah ke arah mereka berdua dan mengambil duduk, sebelum ditempati oleh orang lain.
“Gue mau beli minum dulu, ya, Tae. Kalian pada mau apa?” Namjoon bertanya sambil berdiri dari duduknya, lalu mengeluarkan dompet lipat dari saku belakang celananya. “Mau beli minum di situ, tuh,” kata kakak Taehyung itu menunjuk ke arah antrean warung minuman yang panjang seperti ular tadi. Trio krucil sejak tadi sudah kembali dari toilet dan duduk bergabung dengan mereka.
Jeongguk yang melihat antrean itu lantas mengernyit. “Lo yakin, kak? Emang cuman toko itu doang yang jualan, ya?” Mendengar kakak kekasihnya itu menjawab ya, ia lalu bertanya lagi pada Namjoon. “Lo mau makan apa, kak? Biar nanti gue dan Taehyung beliin.”
“Apa, ya?” Namjoon berpikir sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari makanan yang ingin ia pesan. Tak menemukan yang menarik, ia lalu menjawab dan bertanya pada Jimin. “Bingung deh gue. Kamu makan apa, Jimi?”
Tak kunjung mendapatkan jawaban dari mereka berdua, Taehyung dan Jeongguk akhirnya memutuskan untuk mengantre terlebih dahulu. Mereka juga sempat menanyakan pada para sahabat Jeongguk dan diberikan hak untuk membeli apa saja.
Yang penting makanan, Tae, jawab Mingyu tadi. Mengantre lebih dari lima belas menit di toilet yang sangat ramai dan sesak tampaknya membuat mereka agak lelah.
“Yang, kita beli bakso aja, ya? Enak lagi dingin begini. Nggak apa?” Taehyung bertanya pada kekasihnya yang terlihat sedang mengusap-usap kedua lengannya sendiri, mengeratkan pelukan kedua tangannya untuk menghangatkan tubuhnya.
Taehyung tersenyum melihat tingkah lucu kekasihnya, lalu merangkul bahunya, dan menarik tubuh Jeongguk dalam pelukannya. “Sini aku peluk, biar hangat.” Tidak lupa Taehyung mendaratkan beberapa ciuman di pipi dan pelipis kekasihnya, membuat Jeongguk merasa nyaman dan kedua bahunya melemas.
“Aku ngantuk, jujur. HONNE masih lama ya, Tae?” Jeongguk bertanya sambil menguap lebar, mengepalkan tangannya untuk menutup hidungnya saat ia menguap.
Jujur, mungkin ini rasanya jika sudah lelah selama perjalanan namun tujuan yang ingin dilakukan belum tercapai. Jadi beginilah Jeongguk sekarang, menyandarkan tubuhnya pada dada Taehyung dan menaruh kepalanya di bahu kekasihnya sambil mengantre untuk membeli makanan.
Kekasih Jeongguk itu hanya menggumam, sambil melirik layar handphone yang ia keluarkan dari saku celana. “HONNE masih jam setengah dua belas, sayang. Satu jam lagi.”
“Masih lama. Ngantuk,” ujar Jeongguk pelan sambil mengerjap-ngerjapkan kedua mata bulatnya, berusaha keras agar ia tidak tertidur sambil berdiri. Ia merasakan pelukan Taehyung mengerat dan bibir kekasihnya itu tak henti-hentinya mengecup keningnya.
Taehyung terkekeh melihat kekasihnya sebentar lagi benar-benar akan tertidur. Masih tersisa waktu sekitar empat puluh menit untuk mereka makan dan minum, bersantai, sebelum HONNE akhirnya tampil.
“Jeonggukie merem aja, begini aja sandaran sama aku. Nanti kalau aku udah selesai pesan, aku bangunin. Okay?”
Menggeleng, Jeongguk menjawab sinis sambil menguap. “Nggak mau, nanti aku nggak bisa melototin orang-orang yang dari tadi ngelirik kamu.” Ia lalu menjulurkan lidahnya meledek Taehyung yang terlihat sedang tertawa karena jawaban kekasihnya barusan.
Bahkan Taehyung sama sekali tidak menyadari ada yang memperhatikan dan/atau meliriknya sedari tadi. Mungkin Jeongguk tidak sadar bahwa dirinyalah yang menarik perhatian karena parasnya dan outfitnya yang menurut Taehyung, sangat khas Jeongguk; serba hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Fashionable.
Jeongguk hanya bisa meringis karena Taehyung memukul dahinya barusan karena celotehannya. “Ngarang, Jeonggukie. Mereka mau sampai melotot sama aku pun, aku lihatnya cuman kamu.”
;
“Jadi lo daritadi ngantre setengah jam cuman beli tiga gelas es teh manis, kak...?” Taehyung berkata tidak percaya, saat Namjoon akhirnya menghampiri meja mereka dengan membawa tiga gelas ditangannya. “Gue kira lo beli milkshake, atau minuman apa gitu. Edan. Lama banget?!“”
Namjoon hanya bisa menggelengkan kepalanya heran, lalu mengambil duduk di sebelah Jimin yang baru selesai menyantap satu porsi nasi goreng gila yang ia beli di warung makanan tadi. “Ya, 'kan? Gila. Gue udah kehabisan kata-kata, Tae,” jawab Namjoon sambil membuka mulutnya karena Jimin hendak menyuapinya sesendok besar nasi goreng miliknya itu.
Yugyeom yang sedang meneguk sekaleng minuman bersoda, lalu membuang kaleng kosong itu pada tempat sampah terdekat sambil mengangguk. “Bahkan gue sampai ngobrol sama satu laki-laki, lulusan ITB, waktu gue ngantre beli minum.”
“Ya Tuhan, untung ada HONNE. Setidaknya hari ini gue nggak kesel-kesel amat,” ujar Eunwoo yang ditimpali dengan tawa nanar oleh Mingyu. Mereka berdua sejak tadi sudah diam saja, tidak ada tenaga untuk sekadar mengobrol hal sepele karena sudah lelah.
Mendekati jam setengah dua belas malam, para penonton festival terlihat perlahan meninggalkan area kantin untuk mencari tempat di area stage tempat HONNE akan tampil. Melihat itu, Taehyung lalu mengajak teman-temannya dan Namjoon yang sedang mengobrol serius dengan Jimin, untuk segera pergi ke arah main stage.
Selama mereka berjalan ke arah sana, tidak jarang dikagetkan dengan beberapa orang yang hampir tergelincir karena medan untuk berjalan ke bawah sana dipenuhi lumpur. Jeongguk merasa kasihan, melihat seorang wanita yang memakai celana pendek berwarna putih, sudah terduduk di atas conblock karena terpeleset. Beberapa orang teman wanita itu terlihat menghiburnya yang sudah menangis dan marah-marah karena kesal. Teman lainnya sedang berbicara ditelepon sambil menyerahkan beberapa lembar tisu basah untuk membersihkan lumpur yang sudah mengenai kakinya.
Lagi-lagi, ia merasa beruntung karena hari ini, ia dan teman-temannya memakai sepatu boots yang nyaman dan anti-slip. Ia berharap, semoga tidak ada lagi orang-orang yang terpeleset karena lumpur di hutan ini.
Di dekat area main stage, terdapat area VIP yang dipenuhi dengan beberapa bean bag untuk duduk. Jeongguk teringat, Taehyung sempat menanyakan padanya saat hendak membeli tiket festival dahulu, apakah ia ingin memilih area VIP agar dapat menonton HONNE lebih jelas.
Well, melihat dari kondisi area VIP itu sekarang yang sudah becek karena lumpur dan bean bag yang benar-benar hanya ditaruh begitu saja, ia tidak menyesal hanya membeli tiket yang biasa. Toh, sebenarnya dari area itu, ternyata panggung utama tidak begitu kelihatan.
Setelah sekitar sepuluh menit mencari titik berdiri yang nyaman, akhirnya mereka menemukan posisi yang jelas untuk menunggu dan menonton penampilan terakhir di festival itu. Eunwoo sebenarnya yang memberitahu mereka bahwa sudah tidak ada lagi akses untuk maju mendekati panggung, karena lahan itu sudah dipenuhi lautan manusia. Taehyung pun dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri, lautan manusia itu mengambil duduk di atas tanah dengan beralaskan jas hujan ponco.
Namjoon lalu menggeleng saat Yugyeom bertanya apakah mereka juga akan duduk. “Berdiri aja, Yug. Lebih aman, daripada duduk, nanti lo bisa merosot karena lumpur.”
Akhirnya, mereka sudah dengan nyaman berdiri di satu medan yang rata, aman bagi mereka untuk berdiri di sana dengan cukup lama. Panggung utama tertutup oleh layar besar di depan mereka, membuat mereka tidak akan bisa melihat HONNE secara langsung.
Taehyung sempat bertanya pada Jeongguk apakah kekasihnya itu ingin mencari tempat lain untuk menonton. Kekasih Taehyung itu lalu menggeleng dan tersenyum, meyakinkannya bahwa titik mereka berdiri ini sudah nyaman. Toh, layar besar ini benar-benar ada di depan mereka, membuat mereka dapat menonton dengan nyaman dan leluasa.
“Aku deg-degan, Tae.” Jeongguk berbisik pada Taehyung, yang sedang menggenggam dan mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya. “This is my first time watching them perform!” Pekik Jeongguk pelan, membuat teman-temannya dan Namjoon tertawa. Sedang Taehyung hanya menggumam sambil menarik tangannya, meninggalkan beberapa ciuman pada punggung tangannya.
“Iya, aku juga pertama kali ini. Nggak sabar ya, sayang?” Taehyung bertanya pada Jeongguk, melihat kekasihnya itu mengangguk cepat sambil menyunggingkan senyum lebarnya seperti kelinci. Ia lantas memajukan wajahnya dan mencium bibir Jeongguk cepat.
“PACARAN TERUSSS,” ledek Mingyu setengah berteriak ke arah mereka berdua, membuat rombongan mereka lantas tertawa terbahak-bahak karena tingkah jahilnya.
;
Entah sudah berapa kali orang-orang benar-benar terpeleset di depan mereka, karena lumpur tebal yang membentuk kubangan tepat di depan mereka berdiri.
Tak lama kemudian, terdengar riuh teriakan penonton layaknya sedang menonton pertandingan sepak bola di dalam stadion. Teriakan itu semakin lama semakin kencang, membuat Jeongguk menggerak-gerakkan kakinya tidak berhenti. Itu tanda bahwa sebentar lagi HONNE akan munc—
“What's up, Bandung?”
“TAEHYUNG, OH MY GOD. THEY'RE HERE!” Jeongguk berteriak, melompat-lompat terlalu senang, namun suara teriakannya kalah dengan suara teriakan para penonton yang bergemuruh.
Taehyung hanya menoleh sambil menyunggingkan senyum kotaknya, masih tetap menaruh tangannya pada pinggang kekasihnya, menjaga Jeongguk agar tidak terpeleset seperti beberapa orang yang sedari tadi berlalu-lalang di depan mereka.
Trio krucil sudah siap dengan handphone masing-masing untuk merekam sambil sesekali berteriak menanggapi pertanyaan duo asal London, Inggris itu pada penonton.
“Okay, it's Day 1 (One),” Andy berkata sambil James yang mengiringinya memulai memainkan instrumen lagu kesukaan Jeongguk itu.
Hell, semua karya HONNE adalah lagu favoritnya.
“FUCK, TAE. IT'S DAY ONE! IT'S... AAAH!” Jeongguk berteriak tidak karuan, melompat-lompat kegirangan, membuat genggaman tangan Taehyung lepas.
Mereka mendengar instrumen diawal yang membuat seluruh penonton menjerit dan mulai ikut bernyanyi.
“You'll always be my day one, day zero when I was no one. I'm nothing by myself. You and no one else. Thankful you're my day one, thankful you're my...” Andy memulai dengan suara khasnya dan diiringi James yang memainkan keyboard.
I got lucky Finding you I won big the day I came across you 'Cause when you're with me I don't feel blue Not a day goes by that I would not redo Everybody wants to love It's easy when you try hard enough That's right
Taehyung dan teman-temannya terlihat sangat menikmati penampilan HONNE yang dibuka dengan lagu hits mereka. Lagu itu cukup terkenal di kalangan anak muda; sepertinya duo asal London itu akan membawakan lagu dari album terbaru mereka.
Lagu berjudul 'Location Unknown' dan 'Me & You' membuat Jeongguk bernyanyi dengan bersemangat sambil tersenyum lebar.
Setelah sekitar tiga puluh menit HONNE menyanyikan lagu lainnya, akhirnya mereka sampai dipenghujung acara. Para penonton mulai mengeluarkan nada kecewa; menyayangkan karena rasanya penampilan mereka hanya sebentar.
Jeongguk lalu mendengar sang duo memainkan lagu, oh my God lagu favoritnya sepanjang masa. Menurutnya, lagu ini sangat menggambarkan suasana hati dan perasaannya pada kekasihnya selama ini.
You might be rough around the edges But them edges look good I got a lot of time for you baby You got a fistful of problems But just as any man should I’ll take some of your load off
I don’t need them drugs, ‘cause I’m hooked on you I don’t need no air, ‘cause I wanna breathe you ‘Cause even if I’m full I’d still have room to make this work We can make it work
“Taehyung, mau cium,” pinta Jeongguk sambil merapatkan tubuhnya pada Taehyung yang berdiri di sampingnya.
I got, I got, I got you You got, you got, you got me We’ve got each other and each other’s all we need
Kekasih itu Jeongguk hanya tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya untuk menyentuh dagunya. Jeongguk seketika memandang manik hazel milik Taehyung diantara gelapnya hutan, seiring lagu favorit mereka berdua dinyanyikan langsung oleh si empunya.
Taehyung lalu menatap lekat-lekat sepasang mata indah milik Jeongguk dan melirik bibir mungilnya bergantian. Udara di hutan saat ini dingin, namun mereka berdua merasakan hangat napas mereka yang sudah bercampur satu sama lain. Jeongguk lantas memajukan wajahnya, pun Taehyung melakukan hal yang sama untuk memperpendek jarak.
Ia lantas mencium bibir Jeongguk yang hangat, terasa seperti sedang mengulum mentega cair yang meleleh dalam mulutnya. Jeongguk sempat terdengar melenguh, sesaat sebelum ia akhirnya tertawa keras dan menyudahi ciumannya, karena bibir Taehyung lepas dari bibirnya tiba-tiba.
Kekasih Jeongguk itu hampir terpeleset. Jeongguk tertawa tidak berhenti, sedangkan Taehyung hanya bisa melirik sinis ke arahnya sambil tertawa juga. Ia tidak menyangka sesi ciuman mereka akan dihentikan oleh Taehyung yang tiba-tiba akan jatuh dari tempatnya berdiri.
Jeongguk hanya terkekeh dan kembali tersenyum, saat Taehyung kembali pada posisi semula ia berdiri, lalu merengkuh pinggang Jeongguk dan kembali menciumnya. Jeongguk pun mengalungkan kedua tangannya pada leher kekasihnya.
Saat Taehyung tenggelam lagi dalam ciuman mereka, ia pun mendengar dengan jelas kata-kata Jeongguk disela-sela ciuman itu.
“I got you Tae. I got you.”
;
*Aa' = panggilan untuk kakak laki-laki dalam Bahasa Sunda