poetlady

magnolia ; i got you • 585

Persiapan menjelang pembukaan setiap proyek adalah saat-saat yang selalu dinantikan oleh Taehyung. Ia merindukan rasa tegang karena berpacu dengan waktu, mempersiapkan seluruh tetek-bengek proyek yang membuatnya harus memutar otak. Tentu Taehyung pun rindu dengan sesi tarik urat sehingga orang lain bisa bekerja sesuai dengan apa yang ia inginkan. Jimin hafal betul dengan kebiasaan sahabatnya itu, maka ia tak heran jika melihat saat ini Taehyung sibuk memarahi pihak percetakan via telepon.

“Mas Rian, saya minta besok paling lambat sudah sampai di kantor saya. Apa-apaan kalian ini? Saya sudah submit desain final untuk dicetak dari lima hari yang lalu and you guys commited to do it in two days! This is ridiculous!”

Teriakan Taehyung menggelegar, memenuhi area dining Comedor Terraza. Beberapa tukang yang sedang mengecek saluran keran di bar didampingi Yugyeom langsung menoleh ke sumber suara.

Sang arsitek hanya terkekeh melihat seorang kepala tukang membelalakan matanya, tidak biasanya mendengar sosok Taehyung yang terkenal tenang, saat ini tengah emosi dan memarahi seseorang via telepon.

“Mas Taehyung tumben marah-marah begitu, Mas? Biasanya Mas Gguk yang misuh-misuh*, dari zaman ke zaman,” celetuk kepala tukang yang bernama Suno itu pada Yugyeom sambil terkekeh. “Nggak biasanya tahu Mas Tae ngamuk.”

Yugyeom hanya menaikkan kedua bahunya. “Nggak tahu saya, Mas. Biasalah, kalau lagi proyek pasti semua mode tegangan tinggi, 'kan. Kayak baru kenal aja Mas Suno sama kita.” Ia menjawab sambil tersenyum.

Sudah menjadi hal yang biasa bila mendengar salah satu anggota tim berbicara seperti sutet setiap kali menjelang pembukaan proyek. Satu hal yang membuat Yugyeom heran adalah sahabatnya sendiri masih terlihat sangat tenang. Biasanya Jeongguk di saat-saat genting dan tegang seperti ini sudah sibuk memarahi orang.

Ia sempat mendengar Jeongguk mengumpat mengenai sesuatu, entahlah, Yugyeom tidak terlalu memperhatikan. Namun ia tahu sahabatnya itu sedang menahan emosi lantaran salah satu perwakilan pihak gedung menginfokan lagi bahwa slot untuk banner Comedor Terraza belum tersedia.

Jimin sudah sedari tadi tidak terlihat batang hidungnya. Ia sudah pergi ke tempat percetakan itu untuk menunggu sampai pihak percetakan benar-benar selesai mengerjakan request Taehyung.

Hal itu adalah salah satu cara yang sudah biasa Taehyung dan Jimin lakukan. Setidaknya orang lain akan segan atau bahkan tidak akan berani untuk menyepelekan mereka berdua.

Tak lama setelahnya, Taehyung memutuskan sambungan telepon, melepaskan sepasang earbudsnya dan memasukkannya dalam saku celananya.

Ia menghela napas kasar. Mengapa setiap rencana yang ia buat selalu saja ada masalah dan halangan? Apa orang-orang ini tidak bisa bekerja dengan benar?

Berengsek.

Pembukaan akan dilaksanakan tiga hari lagi, sedangkan contoh menu restoran dalam bentuk cetak belum juga rampung. Waktu mereka sudah sangat terbatas, belum lagi permintaan Steve sejak awal pada Taehyung untuk membuat tiga jenis menu dengan desain yang berbeda.

Saat dahulu tim desain mendapatkan mandat, Taehyung dan Jimin langsung melakukan brainstorming dan sketch untuk menggarapnya, jauh-jauh hari. Revisi demi revisi pun sudah dikerjakan oleh tim Taehyung dan disubmit kembali pada Steve dan partnernya tepat waktu.

Namun entah apa yang sedang terjadi, revisi tidak kunjung disetujui oleh Steve dan partnernya. Comedor Terraza adalah project pertama Steve yang membuat Taehyung cepat muak, dan ia bukanlah seseorang yang mudah merasa demikian.

Banyak sekali hambatan yang ia dan timnya rasakan akibat progres yang membuatnya sakit kepala.

Entah hal apa yang sebenarnya menjadi permasalahan antara Steve dan partnernya itu.

Taehyung sempat bertanya-tanya, siapa sebenarnya sosok orang itu? Steve sedari dulu selalu menginfokan pada siapapun di dunia ini, siapakah partner yang bekerja bersama dirinya untuk membentuk suatu usaha.

Namun pada proyek Comedor Terraza, segala sesuatu terasa misterius. Yugyeom yang notabene adalah anak atasannya saja tidak mengetahui apapun.

Statement Jeongguk beberapa saat lalu sebenarnya membuat Taehyung semakin penasaran. Apakah orang itu adalah seseorang yang memegang peran penting di Negara ini, sampai Steve benar-benar menyembunyikan identitasnya hingga akhir?

Jeongguk melihat Taehyung berjalan ke arah sudut restoran yang agak tersembunyi, sepertinya hendak duduk di salah satu kursi kayu yang sudah berjajar rapi dekat dinding. Jeongguk yang baru saja selesai berbincang dengan salah satu pihak gedung, akhirnya mengucapkan salam dan melangkahkan kakinya untuk menghampiri Taehyung.

Kekasihnya itu masih terlihat marah, kilat emosi pada kedua manik hazelnya masih tercetak jelas. Taehyung lalu memejamkan matanya sambil memijat batang hidungnya, dahinya mengernyit tanda ia sedang berpikir keras.

“Tae, are you okay?” Jeongguk bertanya sambil mengulurkan kedua tangannya untuk memijat bahu dan leher kekasihnya. Ia berdiri di depan kursi yang sedang Taehyung duduki. “Want something to drink? I can ask the barista to make a cup of hot chocolate for you,” bisik Jeongguk, sambil mendekatkan tubuhnya pada Taehyung yang terlihat sudah membuka lebar kedua kakinya.

Ia melihat Taehyung menggeleng dan mengangkat kepalanya. Kekasihnya itu hanya tersenyum simpul. “Shit happened, sayang. Biasalah orang percetakan kerjanya nggak becus,” jawab Taehyung sambil berdecak.

“Jimin sudah dalam perjalanan ke sana, mau ditongkrongin supaya mereka kerjanya bisa lebih cepat. Aku standby di sini kalau Kak Hoseok dan partner Steve nanti datang.” Taehyung yang sedang menjelaskan panjang lebar pada kekasihnya lantas terdengar sedikit melenguh, saat merasakan pijatan Jeongguk pada tengkuknya.

Jeongguk hanya tersenyum lebar mendengar suara Taehyung. Ia lalu merasakan kepala kekasihnya itu sudah bersandar pada perutnya. Ia memindahkan tangannya dan mengusap pelan belakang kepala kekasihnya. “Capek ya, Tae?”

Taehyung hanya menanggapi pertanyaan itu dengan menggumam, lalu mengangkat sedikit kepalanya. Ia meninggalkan beberapa kecupan pada perut Jeongguk yang dilapisi kemeja putih itu. “Lumayan. Aku agak heran saja dengan sistem kita sekarang, Gguk. Everything is so suspicious and you know well I hate working like this.”

Kedua tangan Taehyung sudah dikalungkan pada pinggang Jeongguk, sepasang matanya bertemu dengan mata bulat kekasihnya saat ia mendongakkan kepalanya.

Damn, I really need to kiss you, Jeonggukie, but we're at work right now,” kata Taehyung lirih, mengalihkan pandangannya kemudian pada bibir Jeongguk yang terlihat merona. Jeongguk hanya menggeleng lalu menarik tangannya dari tengkuk Taehyung untuk mencubit hidung kekasihnya.

Kedua pipinya menghangat akibat kata-kata Taehyung barusan.

And your mole right there somehow stimulates me, though.”

Jeongguk tersedak air liurnya sendiri. Ia lalu melirik tajam ke arah Taehyung yang sedang terkekeh dan menyunggingkan senyum kotaknya lebar.

Jesus Christ. Taehyung!”

Ia tidak sadar bahwa telah memekik agak keras. Jeongguk lalu menutup mulutnya kemudian, ia takut suaranya terdengar oleh beberapa orang yang berada sekitar tiga puluh meter dari tempat mereka saat ini. “Can you not?!”

Sedang Taehyung hanya menjulurkan lidah ke arah kekasihnya lalu meninggalkan satu kecupan yang cukup lama pada perut pria itu, sebelum melepaskan kedua tangannya. “I sure can, but we have to be professional. Hehe, maaf sayang.” Taehyung meminta maaf akibat ulahnya barusan.

Ia lalu berdiri dari duduknya, melihat kekasihnya sudah memutar kedua bola mata bulatnya sambil berusaha menyembunyikan rona pada kedua pipinya. Taehyung semakin ingin mencium Jeongguk saat ini juga.

Save your kisses for later, okay. Yugyeom sudah pasang CCTV, Tae. Even though area sebelah sini blindspot, but please don't,” kata Jeongguk sambil menangkup pipi Taehyung dan menepuknya dua kali. Ia tahu Taehyung pasti sedang suntuk dan membutuhkan 'dukungan' darinya, namun Jeongguk tidak ingin mengambil resiko.

Alright, I can wait,” ujar Taehyung kemudian sambil tersenyum, meraih pergelangan tangan Jeongguk yang masih menangkup pipinya. Ia lalu meninggalkan beberapa kecupan pada telapak tangan kekasihnya itu.

Let's get back to reality, shall we?”

;

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam saat Hoseok mengatakan bahwa ia dan partner Steve akan sampai di Comedor Terraza sekitar tiga puluh menit lagi. Taehyung, Jeongguk, Jimin, dan Yugyeom sedang makan malam di salah satu restoran yang terletak di dalam gedung yang sama, saat menerima pesan singkat dari seniornya itu berbarengan.

Pekerjaan Yugyeom sudah rampung. Seluruh saluran air, saluran listrik, dan seluruh kitchen equipments sudah beroperasi dengan baik. Standing dan cassette AC pun sudah berfungsi dengan baik, menjadikan seluruh ruangan restoran menjadi sangat dingin.

Yugyeom juga sempat meminta kepala tukang untuk mengecek area kamar mandi dan wastafel dan menyalakan saluran airnya berbarengan. Seluruh protokol dan tahap-tahap yang biasa ia lakukan saat hendak melakukan pembukaan restoran sudah ia lakukan. Ia pun merasa lega saat tidak menemukan satu kendala apapun yang dapat menghambat operasional restoran kedepannya, for now.

Taehyung dan Jimin serta timnya akhirnya sudah selesai merangkai lima puluh buku menu yang harus diikat dengan tali romi tebal. Steve memang meminta Taehyung untuk mendesain buku menu dengan hard cover berbahan suede, sedangkan lembaran menunya menggunakan kertas jenis art carton. Pada sampul buku menu yang berwarna coklat kayu itu, terlihat logo Comedor Terraza yang dibordir rapi dan elegan.

Wajar memang jika pihak percetakan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menggarap buku menu sedemikian rupa. Namun, Taehyung tidak akan merasa kecewa dan memarahi pihak mereka jika proyeknya diprioritaskan.

Tidak lama kemudian, mereka berempat akhirnya menyelesaikan makan malam mereka, lalu bergegas menuju lantai tempat Comedor Terraza berada.

Tim purchasing dan Anggia sedari tadi masih berada di restoran untuk bekerja sama mengecek semua jumlah kitchen utensils, piring, gelas, dan cutleries yang akan digunakan saat operasional. Biasanya tim mereka sudah harus menyiapkan dan menempatkan semua peralatan itu di restoran sejak jauh-jauh hari. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mereka jika mendekati hari soft opening dilaksanakan, masih ada beberapa barang yang harus dibeli.

Eunwoo dan Mingyu pun tidak kalah sibuk jika sudah mendekati hari H seperti ini di kantor. Mereka berdua harus mengecek seluruh permintaan dana mendadak, yang diperlukan di lapangan. Biasanya mereka berdua pasti akan sibuk berada di depan komputer dengan kalkulator dan token rekening bank.

Saat mereka memasuki pintu utama restoran, Mas Suno terlihat berlari-lari kecil ke arah mereka. Yugyeom memang masih meminta kepala tukangnya itu dan beberapa bawahannya untuk menunggu sampai selesai meninjau restoran malam nanti.

“Mas Yugi, Mas Jimin, sudah datang Pak Hoseok dan satu orang lagi, baru saja. Kayaknya mau ketemu sama mas-nya, ya?” Mas Suno berkata ramah, sambil mengarahkan ibu jarinya ke arah sisi restoran sebelah kanan.

Yugyeom lantas mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Sedang Taehyung dan Jeongguk, langsung berjalan ke arah bar, memesan minuman pada barista yang sedang standby di sana.

Jimin lantas melihat ke arah kitchen yang agak jauh dari pintu utama. Ia memicingkan kedua matanya, berusaha mengenal sosok lain yang sedang berdiri di sebelah Hoseok. Kedua pria itu berdiri membelakangi mereka.

Yugyeom lantas memanggil Anggia yang terlihat fokus berbincang dengan tim purchasing di sisi bagian dalam bar, sedang menghitung cutleries dan memisahkannya kedalam compartment yang ada.

Wanita itu menoleh ke arahnya, lalu meletakkan beberapa lembar kertas yang sedari tadi dipegangnya di atas mesin kasir. Ia lalu melangkah ke arah pintu utama sambil menyelipkan handphonenya kedalam saku blazer yang ia kenakan.

“Ada apa, Yug?” Anggia bertanya sambil melirik ke arah Taehyung dan Jeongguk yang terlihat tertawa, entah sedang membicarakan apa, tidak jauh dari tempatnya berdiri. “Oh ya, Pak Hoseok sudah datang, ada di sana, Yug. Barusan sekali,” kata Anggia sedikit pelan sambil mengangkat tangannya sedikit untuk menunjuk ke arah kitchen.

Jimin mengernyit, melihat gelagat Anggia yang cukup aneh. Wanita itu tidak seceria biasanya? Well, Jimin menyadari itu lantaran biasanya ia selalu mendengar suara Anggia yang cukup keras dan sedikit mengganggu. Jimin pun hampir tidak mendengar suara wanita itu kalau saja ia tidak menunjuk ke arah yang dimaksud.

“Gi, are you okay?” Jimin bertanya kemudian, tidak bisa menahan rasa penasarannya.

Ada apa sebenarnya?

Anggia mengangguk cepat sambil menyunggingkan senyumnya. Senyum palsu, Jimin tahu itu dan merasa lebih yakin saat mendengar jawaban Anggia dengan suara seperti sedang meringis. “I'm great!”

Wanita itu lantas pergi dari sana dan kembali ke sisi dalam bar saat melihat Taehyung dan Jeongguk berjalan ke arah mereka berdiri. Sepasang kekasih itu hanya menaikkan alisnya, merasakan gelagat aneh Anggia saat melihat mereka.

She's weird,” celetuk Taehyung santai sambil mengangkat bahu, memecah keheningan diantara mereka. Jeongguk yang sedang berdiri di sampingnya hanya melirik ke arah Taehyung sambil memukul pelan bahu kekasihnya dan berdecak.

Yugyeom langsung memberitahu mereka berdua bahwa Hoseok sudah datang bersama dengan partner Steve. Taehyung dan Jeongguk langsung mengangguk dan meletakkan cangkir minuman mereka pada bar island.

Okay, let's meet the mysterious man,” kata Jeongguk pada rekan timnya kemudian, sambil berjalan ke arah dua pria itu. Taehyung hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya mendengar kekasihnya itu.

Dari kejauhan, Taehyung benar-benar tidak mengenali sosok yang sedang berdiri di sebelah Hoseok. Pria yang konon katanya adalah partner Steve untuk bisnis Comedor Terraza itu tubuhnya sedikit lebih tinggi dari Hoseok. Pria itu memiliki bahu yang lebar, rambutnya berwarna hitam, terlihat digunting rapi bak potongan masa kini dan disibakkan ke belakang.

Ah, pria ini sepertinya masih muda tidak jauh darinya, Taehyung membatin.

Ia sedari tadi masih meneliti sosok itu dari tampak belakang. Taehyung mendengar tawa Hoseok tiba-tiba menggelegar mengisi seluruh ruangan.

Pria di samping seniornya itu sepertinya menanggapi, namun ia tidak dapat mendengarnya dengan jelas, suaranya kalah dengan background music yang terdengar merdu dari speaker yang tergantung pada dinding restoran.

Siapakah pria itu? Taehyung tidak mengenalnya sama sekali.

Jeongguk yang sedang berjalan lantas berhenti, saat melihat Jimin yang berada di depannya pun menghentikan langkahnya. Sahabat Taehyung itu lantas menoleh ke belakang dengan mata terbelalak dan mulutnya terbuka lebar, tidak menghiraukan tatapan Jeongguk dengan raut wajah yang bingung.

Jimin bertemu mata dengan Taehyung, tidak sempat mengatakan apapun saat ia mendengar Hoseok memanggil mereka, menyadari bahwa timnya sudah datang.

Taehyung yang sedang membalas tatapan Jimin dengan mengernyit lantas melirik ke arah Hoseok dan pria yang berdiri di sampingnya.

“Eh, kalian sudah datang. So, perkenalkan, beliau adalah partnernya Steve. Namanya Mr. Park...”

Ia sudah tidak mendengar kata-kata yang Hoseok ucapkan. Lidah Taehyung rasanya kelu, sepasang manik hazelnya tidak berkedip saat melihat pria itu menjabat tangan Jeongguk sambil tersenyum.

Kekasihnya yang belum menyadari betapa terkejutnya Taehyung di belakangnya, hanya membalas sapaan pria itu dengan senyumnya yang lebar dan ramah, walaupun Taehyung tahu tatapan Jeongguk terlihat bingung saat ini.

Dunia sudah jelas sedang menertawainya sekarang, melihat reaksi Taehyung yang diam seribu bahasa dan berdiri mematung.

Lamunannya buyar, saat menyadari bahwa Jeongguk sedari tadi sudah memanggilnya beberapa kali. Kekasihnya itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajahnya, berusaha membawa kembali Taehyung ke realita.

Pria yang berdiri di samping Hoseok itu lantas tertawa, melangkah ke arah Taehyung sambil mengulurkan tangannya.

Ia tersenyum.

Senyum itu.

“Halo, Anda yang bernama Taehyung, ya?” Sapa pria itu ramah. Terlalu ramah menurut Taehyung. “Saya Park Seojoon. Panggil saja Seojoon. Nice to meet you.”


*Misuh-misuh: berkata kasar dalam bahasa Jawa

magnolia ; i got you • 574

cw ⚠️ internal family problems, misunderstandings, mention of wine, being underestimated, dirty work in business


Taehyung menghela napas berat sambil melirik penunjuk jam yang tertanam dalam dasbor mobil Jeongguk, masih ada lima belas menit menuju jam delapan malam. Sebentar lagi ia akan bertemu dan makan malam bersama kakak sulungnya, Seokjin.

Anak bungsu keluarga Kim itu sedikit bersyukur, setidaknya bukan ia yang berinisiatif lebih dulu mengajak kakak sulungnya bertemu.

Sebenarnya, Taehyung merasa sudah siap bertemu dengan Seokjin, namun ia merasakan adanya sedikit keraguan dalam hatinya.

Apa yang akan dibicarakan oleh kakaknya itu?

Seokjin mengapa seperti sedang mengejar sesuatu? Mereka baru saja bertemu minggu lalu, bukan?

Untuk apa mereka bertemu lagi dalam rentang waktu sedekat ini, kalau hanya untuk sekedar mengobrol biasa, 'kan?

Entah apa yang direncanakan atau ingin dibicarakan oleh kakaknya itu, namun dalam hati Taehyung, ia merasa sudah cukup dewasa untuk menghadapi apapun itu seorang diri. Taehyung merasa mampu untuk bertemu dengan kakak sulungnya tanpa perlu ditemani oleh siapapun, termasuk Namjoon.

Bagi Taehyung, saat ia hanya ingin penjelasan singkat, tidak lebih. Jika hal ini terjadi tidak lama setelah kakak sulungnya itu pergi ke luar negeri, mungkin Taehyung akan lebih reaktif saat menanggapi Seokjin? Atau bahkan benar-benar meminta penjelasan lengkap dari awal hingga akhir.

Saat itu.

Sekarang? Taehyung rasanya tidak ingin mempersoalkan hal itu lagi. Hampir lima tahun hal itu berlalu, apa ia harus tetap stuck pada masa lalunya? Taehyung rasa tidak. Ia tidak ingin lagi membuka memori lamanya.

Lagipula, untuk apa? Jika diingat-ingat, sebenarnya perginya kakak sulungnya itu adalah hal yang biasa? Akhirnya menjadi persoalan yang cukup serius untuk Taehyung lalui saat itu adalah karena selama ini, Seokjin lah yang menjadi 'teman' untuknya di rumah. Ibu dan Ayah mereka selalu sibuk dengan kerja, kerja, dan kerja. Sedangkan Namjoon menempuh pendidikan sarjananya di Bandung.

Segalanya terjadi begitu cepat untuk Taehyung. Ia yang tiba-tiba dipaksa oleh keadaan untuk terbiasa tinggal seorang diri, ia yang tiba-tiba merasa kesepian, dan ia yang tiba-tiba harus terbiasa untuk pulang pada keheningan.

Segala sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba terkadang akan meninggalkan bekas dalam pikiran dan hatimu, 'kan?

Belum lagi dengan datangnya sosok Seojoon di kehidupan Taehyung secara tiba-tiba, alih-alih menjadi teman untuk menggantikan sosok Seokjin.

Taehyung tidak habis pikir dengan jalan pikiran kakak sulungnya itu. Memangnya ia anak kecil? Mengapa kakaknya sampai meminta pria itu untuk menjadi teman dalam kata lain?

Hell, Taehyung tidak butuh.

Tetapi, semua sudah terlambat. Taehyung hanya bisa menertawakan hal konyol itu sekarang. Ia sudah tidak peduli, bahkan tidak memikirkannya, jika boleh jujur.

Sejak Jeongguk masuk ke kehidupannya, seluruh ruangan dalam kepala dan hatinya berhasil diokupansi oleh pria itu.

Dering handphone Taehyung membuyarkan lamunannya, menariknya kembali ke realita. Ia lantas mengambil benda itu dari jok di sampingnya dan melihat pesan singkat dari Seokjin. Kakaknya itu memberitahu bahwa ia sudah sampai di restoran tempat mereka akan bertemu.

Taehyung lantas memejamkan matanya, mengambil napas lalu membuka matanya. Ia berkaca pada spion tengah mobil itu.

You got this, Taehyung.

Ia lalu mematikan mesin mobil Jeongguk, mengambil tasnya dari jok belakang, lalu keluar dari mobil.

Yes, I got this, batin Taehyung.

;

Restoran ini menarik, batin Taehyung.

Saat Taehyung memasuki restoran itu, ia disapa oleh seorang waiter yang ramah. Sepasang manik hazelnya lantas berusaha untuk menyapu sekeliling ruangan. Pencahayaan pada dining area utama tidak terlalu terang, namun juga tidak temaram. Taehyung melihat beberapa bohlam kaca transparan berbentuk bulat dengan cahaya berwarna kuning digantung menjadi lampu ruangan, memberikan rasa hangat. Ia pun melihat beberapa hal yang menarik untuknya.

Insting desain Taehyung seketika bekerja, siapa tahu ia bisa mendapatkan satu atau dua inspirasi. Sepertinya ia harus mengajak Jeongguk untuk datang ke tempat ini lain kali.

Sang waiter lantas meminta Taehyung untuk mengikutinya, ke arah private room yang berada di sayap kanan restoran. Ia melewati area open kitchen yang menjadi pembatas antara main dining room dan ruangan itu.

Seokjin sepertinya benar-benar membeli privasi untuknya dan Taehyung. Kakak sulungnya itu membuat reservasi di private room yang seharusnya dapat diisi dengan kapasitas dua puluh orang. Taehyung hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihat Seokjin sudah duduk di salah satu meja, sedang memegang buku menu. Terlihat seorang waiter sudah berdiri tidak jauh darinya, siap sedia jika Seokjin dan Taehyung membutuhkan bantuan.

“Silahkan, Pak,” ujar waiter itu, menarik salah satu kursi yang berseberangan dengan Seokjin untuk Taehyung duduk.

Taehyung lantas tersenyum dan berkata sopan, lalu mengambil duduk di kursi itu. “Alright, thank you, Mas.”

Setelah membalas ucapan Taehyung, pria itu lantas berjalan menjauh dari meja mereka dan berdiri bersisian dengan rekannya yang juga sedang menunggu mereka.

Seokjin yang sedari tadi menatap Taehyung dan memperhatikan gerak-geriknya, lalu menyapanya dengan tersenyum lebar. “Hai, Tae, anyway, I already ordered two set menus of seven courses for us both. I hope that's okay.”

“Hai, kak,” balas Taehyung singkat dan tersenyum simpul, sambil menaruh dompet dan handphonenya di samping gelas air minumnya yang kosong. “Nggak apa. Gue baru pertama kali ke sini, though.”

Okay, sambil kita makan saja ya nanti ngobrolnya?” Seokjin mengusulkan pada adik bungsunya itu, menatap dengan kedua matanya lekat-lekat.

Taehyung mengernyit. Kenapa Seokjin terdengar hati-hati sekali saat berbicara dengannya?

Ia lantas mengangguk untuk mengiyakan usulan kakak sulungnya itu.

Tak lama kemudian, seorang waiter berjalan ke arah meja mereka berdua dengan membawa dua gelas red wine dan satu botol wine yang Taehyung kenal betul.

Pria itu menaruh gelas yang ia bawa masing-masing di samping kanan Taehyung dan Seokjin, dan membuka wine tersebut dengan wine opener dengan lihai.

Seokjin menoleh ke arah Taehyung yang sudah lebih dulu memandangnya. Kakaknya itu lalu bertanya dengan semangat pada Taehyung. “I ordered this red wine for us, do you still remember?”

Yeah, I remember. This Planeta is already ten years old, though. You still have a good taste, Kak,” balas Taehyung sekenanya. “Just like old times.” Taehyung menyambung, melihat isi botol red wine itu dituang oleh sang waiter pada gelas mereka masing-masing.

Ingatan Taehyung masih sangat tajam. Ini adalah minuman favorit mereka berdua dulu, menjadi pelengkap setiap kali Seokjin memasak steak untuk dirinya dan Taehyung di rumah.

Kedua pasang mata mereka pun bertemu. Taehyung tahu betul apa maksud Seokjin memesan minuman ini. Sepertinya kakak sulungnya itu memang benar-benar ingin membongkar memori masa lalu mereka berdua.

“Iya, gue ingat lo dulu selalu minta gue belikan wine ini, and it was our favorite back then.” Seokjin berkata lirih, menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan menghela napas kasar.

I know.” Taehyung menjawab seadanya. Tidak ada nada excited terselip di sana. Tidak ada.

Taehyung melihat sepasang mata kakaknya melihat ke arah gelas berisi cairan merah itu dengan tatapan nanar. Seokjin akhirnya memulai. “I don't know how to start this conversation, dek.”

Adik bungsu Seokjin itu lantas berdecak, mengumpulkan segala tenaga untuk menjaga emosinya sendiri agar tidak meledak. “A simple explanation why you left so soon would be nice. Or say sorry because you were literally out of radar, that's enough for me, Kak.”

Jujur, Taehyung tidak tahu harus memberi respon seperti apa untuk kakaknya. Ia sudah malas jika harus kembali membahas hal yang sebenarnya sudah hampir hilang dari ingatannya.

“Mungkin kalau lo minta maaf ke gue beberapa bulan setelah lo pergi, gue nggak akan merespon lo setenang ini, Kak,” mulai Taehyung dengan suaranya yang datar. “Pada akhirnya gue mikir, untuk apa gue memusingkan hal-hal yang membawa pengaruh negatif untuk gue? Tapi ya, lama-kelamaan gue akhirnya bisa beradaptasi sama perubahan drastis itu.”

Seokjin menggumam, masih menatap nanar gelas winenya yang masih terisi penuh. Ia menarik napas panjang, sebelum akhirnya menatap manik hazel adiknya itu lekat-lekat. Taehyung terlihat memiringkan kepalanya ke samping dan mengernyitkan dahinya. “Can I just pour it all out and you listen?”

Tangan kanan Taehyung mengambil gelas winenya, menyesap minuman itu sedikit, lalu menaruhnya lagi di meja. Ia lalu melipat kedua tangannya didada, lalu mengangguk sebagai responnya. “Alright, cerita saja.”

“Semua itu berawal dari ide Papa untuk mengajak gue pindah ke luar, following his step and his career.” Seokjin memulai ceritanya. “Jujur, pada awalnya gue nggak mau, tapi Papa menawarkan gue beberapa opsi yang membuat gue jadi yakin, kalau jalan gue memang di sana.

“Hal yang tidak gue sangka sama sekali adalah betapa cepat Papa mengatur semua hal, literally a week that's ridiculous. It was like, he already knew I'd say yes.”

Taehyung berusaha menyimak cerita yang kakaknya sampaikan padanya.

Ia masih tidak menangkap di manakah benang merahnya?

“Papa dan Mama bilang sama gue, Tae, kalau gue sudah bisa mengejar hidup gue sendiri ke level yang lebih tinggi. Mereka ingin gue yang meneruskan jejak Papa nanti, because they knew you were not into business.” Ia menghela napas, mengambil gelas winenya dan menegak isinya hingga hampir habis.

Mengapa Seokjin terlihat kesulitan sekali untuk menceritakan semuanya?

“Mereka berdua pun bilang, kalau lo itu sudah cukup besar untuk bisa menghadapi hidup sendiri. Mereka bilang, lo juga harus 'dilepas', cepat atau lambat. Caranya bagaimana, ya salah satunya dengan pindahnya gue ke luar negeri.”

Cerita Seokjin terpotong saat dua waiters datang dengan membawa dua piring main course untuk mereka berdua. Tidak terasa sudah hampir satu jam berlalu sejak mereka tiba di restoran itu. Seokjin dan Taehyung lantas mengucapkan terima kasih pada kedua pria itu kemudian.

Ini adalah saat yang tepat bagi Taehyung untuk setidaknya, entahlah, berpikir? Taehyung sama sekali tidak tahu tentang masalah ini

Memangnya ada apa dengan dirinya saat itu sehingga kedua orang tuanya menegaskan demikian pada kakak sulungnya? Aneh. Tanpa dijelaskan pun, ia sendiri sudah tahu.

Apa karena pilihan hidupnya untuk tidak mengikuti jejak ayahnya?

Taehyung sedang fokus tenggelam dalam pikirannya sambil menyantap makanan pembuka itu saat ia mendengar Seokjin berbicara. “Anyway, waktu itu Namjoon marah ke kita semua, terutama Papa. Menurut dia, rencana keluarga ini benar-benar masih mentah, nggak ada fondasi yang kuat, terkesan buru-buru. Well akhirnya terbukti juga kata-kata Namjoon saat bisnis Papa setahun kemudian rugi puluhan miliar.”

Anak bungsu keluarga Kim itu lantas memotong Seokjin untuk menimpali kemudian. “Maybe his luck was running out back then?”

Seokjin hanya tersenyum simpul dan menggeleng. “Nggak. Memang pada dasarnya Papa dan partnernya saat itu salah ambil langkah, Tae. Tapi toh, setelah itu mereka sudah tidak kerja sama lagi.”

Saat Taehyung sedang sibuk ber-oh-ria dan hendak mengambil gelas air putih di sampingnya, kakaknya lalu mengatakan sesuatu yang membuatnya tersedak makanannya sendiri.

“Saat itulah gue ketemu dengan Anggia, Tae. Dia kerja di perusahaan partner Papa yang dulu. Lucu, ya? Gue kira gue saat ketemu dia akan jadi kayak rival karena urusan Papa dengan bosnya? Ternyata kita jadi lovers. Hahaha,” tambah Seokjin sambil tertawa terbahak-bahak.

Kebiasaan kakak sulungnya membuat dad jokes sepertinya belum juga hilang sedari dulu. Sedangkan Taehyung masih sibuk terbatuk-batuk karena tersedak akibat mendengar fakta yang baru saja Seokjin beberkan.

Dunia sempit sekali, betul kata Jeongguk, pikirnya.

Taehyung akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, ingin menghilangkan rasa penasarannya.

Rumit sekali sepertinya hubungan internal keluarganya dan tentang Anggia. Layaknya benang kusut.

“Oh jadi lo malah ada love affair lintas entitas gitu?”

Kakak sulung Taehyung hanya mengangguk sambil menggaruk tengkuknya. “Ya, bisa dibilang begitu. Sampai akhirnya dia harus pindah ke Indonesia, keluarganya kembali ke sini for good. Jadi, ya, kita long distance relationship sudah beberapa tahun ini.

“Lalu, ya, dia kerja dulu setahun di perusahaan kompetitornya Jo & Ste Group. Long story short, dia bilang nggak betah sama sekali di sana karena banyak hal. Salah satunya, menurut dia, jenjang karirnya kurang. Nggak sebanding dengan skill yang sudah dia punya. Akhirnya gue saranin dia pindah ke tempat lo kerja, Tae. Because I know her potential.”

Demi Tuhan, Taehyung tidak bisa menahan reaksinya, yang ia tahu akan membuat kakak sulungnya tersinggung karenanya.

Namun ya, bagaimana? Bisa saja Seokjin bias karena Anggia adalah kekasihnya, 'kan?

Huh? Potential? Lo yakin, kak?” Taehyung mendengus, tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang kesal sekaligus malas. “Your so-called girlfriend once threw me and my team under the bus, though. Used my name to make herself look great or shit.”

Seokjin tersenyum lebar. Tersenyum?! Apa kakaknya ini sudah akan mabuk karena terlalu banyak minum wine?

I asked her to do all of that so she could reach you, Tae,” aku Seokjin kemudian tanpa merasa bersalah. Raut wajahnya datar, hanya senyum simpul yang tersungging disana. “Ternyata nggak berhasil sama sekali. Lo sekeras batu dan selurus penggaris. I thought you would be like, oh, it's okay, don't worry. But I was wrong. You're so different now.”

Apa Taehyung pernah memberitahumu kalau ia tidak pernah suka disepelekan?

Hell, bahkan dengan kakaknya sendiri?

Sudah gila memang.

Rasanya Taehyung sekarang juga ingin mengguyur Seokjin dengan gelas berisi air minumnya yang sedari tadi sudah ia genggam.

Taehyung sudah tidak bisa menahan emosinya. Kalau saja mereka berdua tidak sedang di restoran seperti ini, ia pasti sudah melayangkan tinjunya ke arah kakaknya itu. “Were all of those your ways to prove your shitty theories or something? You're so fucking mean, bro. Main lo nggak bersih banget.”

That's how business works, Taehyung. Lo harus berani ambil resiko untuk main kotor supaya lo bisa meraih apa yang lo mau,” kata Seokjin kemudian sambil menyesap winenya lagi.

“Didikan Papa berhasil brainwash lo juga ya, Kak.” Taehyung berkata tanpa tedeng aling-aling. Ia tidak peduli jika Seokjin yang terlebih dahulu menyiramnya dengan air atau bahkan wine.

Kakak sulungnya itu harus benar-benar 'tertampar' supaya ia sadar.

Inilah salah satu alasan mengapa Taehyung selalu menolak tawaran ayahnya untuk meneruskan posisinya suatu saat nanti. Ia ingin membangun karirnya sendiri, sesuai dengan apa yang Taehyung inginkan dan impikan. Bukan berdasarkan aturan dan arahan dari orang tuanya.

Selama Taehyung bekerja, ia tidak pernah berorientasi pada uang. Taehyung lebih memilih melakukan apa yang ia inginkan dengan hasil jerih payah dan kemampuannya sendiri.

Hal itu jauh membuat Taehyung bangga dengan dirinya, bukan dengan main kotor seperti yang ayahnya ajarkan selama ini.

Ia bertanya kemudian, menyelipkan nada sarkas disana tanpa memperdulikan jawaban Seokjin kemudian.

“Jangan-jangan, posisi lo sekarang di Enterprise juga hasil main kotor ya, Kak?”

Seokjin terdiam seribu bahasa. Hening. Tidak ada respon apapun yang diberikan oleh kakak sulung Taehyung itu.

Taehyung lantas mendengus lalu menggeleng, dan menegak winenya hingga tandas.

Thought so.”

magnolia ; i got you • 563

cw ⚠️ 🔞 a lot of kissing and kind of nsfw scene ahead


Jeongguk segera membuka pintu apartemen dengan sikunya karena membawa begitu banyak tas jinjing yang berisi barang belanjaannya. Setelah ia dan Taehyung pulang dari kantor sekitar pukul tujuh malam, Jeongguk meminta izin pada kekasihnya untuk mampir ke supermarket terlebih dahulu. Ia teringat pagi tadi saat hendak berangkat menuju kantor, terlihat dalam wine cellar miliknya hanya tinggal tersisa dua botol minuman beralkohol itu.

Taehyung lantas mengiyakan permintaan Jeongguk.

Mereka berdua bersyukur, melihat lalu lintas Jakarta yang tidak begitu padat pada Jumat malam, padahal biasanya kendaraan akan memenuhi jalanan pada tanggal muda seperti hari ini. Perjalanan dari kantor menuju supermarket dekat apartemen Jeongguk hanya ditempuh dalam waktu dua puluh lima menit. Jika normal (dengan kemacetan), biasanya mereka harus menghabiskan waktu sekitar empat puluh lima menit.

Jeongguk lantas melangkah ke arah dapur, mengeluarkan delapan botol wine dari tas belanjanya, dan menyusunnya rapi dalam wine cellar. Kebiasaan unik yang ditemukan oleh Taehyung dari sejak mereka berdua belum menjadi sepasang kekasih adalah, Jeongguk selalu mengatur botol minuman itu sesuai dengan prediksi suasana hatinya. Kekasihnya itu akan menaruh lima botol pada setiap rak; paling atas adalah wine yang bisa dinikmati saat ia sedang merasa happy, diikuti dengan angry, so-so, dan sad pada rak paling bawah.

Taehyung hanya menggelengkan kepalanya saat kembali ke apartemen Jeongguk beberapa hari lalu. Ia sempat melihat rak paling bawah dan tersadar, isi raknya berkurang dua botol.

Saat bertanya pada kekasihnya, pria itu hanya melirik tajam ke arahnya sambil membalas “kamu nggak usah pura-pura nggak ngerti gitu ya, Tae!”

Taehyung hanya bisa tertawa, membalas Jeongguk dengan mengangkat tubuh kekasihnya keatas kitchen island dan menghujani wajah kekasihnya itu dengan ciuman.

;

Penunjuk jam pada video player Jeongguk yang terletak di nakas ruang tengah sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih empat puluh lima malam.

Taehyung dan Jeongguk belum juga tertidur, masih sibuk bermain game Overwatch pada laptop masing-masing.

Mereka berdua sudah lama sekali tidak menghabiskan waktu berdua hanya untuk bermain game dan membicarakan hal-hal yang ringan. Setelah Taehyung mandi, ia sempat memesan piza dan beberapa botol minuman bersoda via online sebagai camilan untuk menemani mereka malam ini.

“Yang, kita mau tidur jam berapa?” Taehyung bertanya sambil berusaha menyuapi sepotong piza untuk Jeongguk. Kekasihnya itu sedari tadi fokus dengan gamenya, menatap layar televisi sambil duduk bersila di sampingnya.

Jeongguk termasuk seseorang yang tidak bisa diganggu jika sedang terlalu fokus.

Kekasihnya itu hanya melirik sekilas sambil tersenyum, lalu menggigit potongan piza yang disodorkan dari tangan Taehyung. Ia tak lupa mengucapkan terima kasih pada kekasihnya dan menunjukkan sederet gigi putihnya.

“Tae,” panggil Jeongguk dengan mulut yang sedang mengunyah potongan piza itu. Ia lalu menelannya sebelum meneruskan kalimatnya. “Jam dua belas saja boleh, 'kan? Weekend.” Jeongguk merayu Taehyung sambil membulatkan kedua mata polos.

Taehyung tersenyum simpul dan mengangguk, mengulurkan tangannya untuk menyisir rambut pada dahi Jeongguk dengan jarinya.

“Boleh, sayang,” jawab Taehyung singkat.

“Yay!” Jeongguk mengangkat kedua tangannya ke udara dan mengepalkan telapaknya, membuat Taehyung hanya terkekeh melihatnya.

Jeongguk terlalu fokus dengan permainannya di layar, hingga tidak menyadari bahwa sedari tadi Taehyung sedang meneliti wajahnya dari samping.

Perlahan menyadari tatapan itu dari ekor matanya, Jeongguk lalu menoleh ke arah kekasihnya dengan mata bulatnya yang bersinar.

Menurut Taehyung, Jeongguk adalah satu-satunya pria yang benar-benar sukses membuatnya 'terhipnotis' oleh kedua mata bulat miliknya yang hampir sama seperti bambi. Kekasihnya itu memiliki keindahan tersendiri yang terpancar baik dari luar maupun dari dalam hatinya.

Entah, rasanya Taehyung tidak pernah berhenti bersyukur telah mengenal pria sesempurna Jeongguk hingga saat ini.

Kekasihnya itu indah sekali.

Jeongguk menyadari bahwa Taehyung sedang melamun. Ia lalu melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah kekasihnya itu.

Hello, earth to Taehyu—”

You're so beautiful, Jeonggukie,” bisik Taehyung lirih, memandang kedua mata kekasihnya dan bibir mungilnya itu bergantian. Ia tahu suhu pendingin ruangan apartemen Jeongguk selalu disetel dengan suhu paling rendah, namun Taehyung perlahan merasakan hangat menyeruak kedalam tubuhnya.

Tangan Taehyung bergerak dari sana. Ibu jarinya lalu mengusap dagu dan pipi Jeongguk pelan bergantian, manik hazelnya masih menatap kedua mata kekasihnya yang perlahan terlihat sayu.

Jeongguk tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya. Kedua pipinya menghangat. Bulu kuduk disekujur tubuhnya meremang.

Ia selalu menyukai perhatian yang Taehyung berikan untuknya.

Taehyung sekilas menangkap dengan sepasang matanya, menyadari Jeongguk baru saja menelan salivanya. Ia tersenyum simpul, sorot matanya teduh. Suhu yang mengungkung ruangan tengah apartemen Jeongguk semakin lama semakin terasa menghangat.

Pria itu lalu mengarahkan ibu jarinya pada bibir bawah Jeongguk dan mengusapnya pelan. Taehyung menggerakkan bibir kekasihnya dengan ibu jarinya, menarik bibir Jeongguk dengan hati-hati.

“Gguk...,” Taehyung bertanya dengan lirih, suara beratnya mengisi keheningan. Ia meminta izin pada Jeongguk. “May I?”

Jeongguk hanya membalas dengan mengangguk pelan dan menggumam tanda setuju. Sepasang matanya bertemu dengan Taehyung. Kekasihnya itu meminta izin dengan sorot matanya yang teduh. Jeongguk mengedipkan kedua matanya pelan, lalu dengan hati-hati mencoba untuk menyentuh ibu jari kekasihnya dengan ujung lidahnya.

Kekasih Taehyung itu merasakan dadanya berdegup kencang, seperti sedang menaiki wahana menegangkan di taman bermain. Ia tidak pernah merasakan saat seperti ini. Rasanya dadanya sebentar lagi akan meledak, pun kepalanya seperti ada yang sedang bermain kembang api.

Sedang Taehyung, ia mengagumi keindahan di hadapannya.

Keindahan yang tidak pernah ia saksikan pada pria manapun yang ia temui.

Taehyung melihat setiap gerakan bibir dan mulut Jeongguk, merasakan lidah kekasihnya itu menari-nari pada ibu jari miliknya.

Jeongguk memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh. Ia tidak ingin munafik bahwa beberapa kali sudah membayangkan akan sampai ditahap ini dengan Taehyung. Kekasihnya pun beberapa kali menyinggung secara implisit, memberi pengertian bahwa Taehyung tidak akan melakukannya sampai mereka berdua merasa sudah siap.

Sampai Jeongguk merasa, bahwa dirinya sendiri sudah siap.

This is the time, batin Jeongguk dalam hati, sambil tetap memfokuskan lidahnya pada ibu jari kekasihnya itu.

Jeongguk lalu mengangkat tangannya untuk memegang pergelangan tangan Taehyung, kedua mata bulatnya masih bertukar pandang dengan sepasang manik hazel itu. Ia merasakan mata Taehyung mengikuti setiap gerakan yang ia lakukan. Jeongguk menggenggam pergelangan tangan Taehyung yang dipenuhi gelang itu sambil membuka mulutnya perlahan, mempersilahkan Taehyung untuk menekan lidahnya dengan ibu jarinya.

Ia lalu menarik ibu jari Taehyung dengan lidahnya dan mengulumnya.

Asin. Bumbu dari beberapa potong piza yang tadi dipegang oleh Taehyung masih menempel pada ibu jarinya. Jeongguk memainkan lidahnya, mengulum ibu jari Taehyung seperti sedang menikmati permen lolipop.

Taehyung akui, ia merasa kesulitan untuk menelan salivanya sendiri.

Tenggorokannya terasa kering.

Damn Jeonggukie,” katanya dengan suaranya yang serak. Ia ingin segera tenggelam dalam bibir Jeongguk yang terasa lihai itu. “You're so good at it.”

Mendengarnya, Jeongguk menyunggingkan senyum simpul sambil tetap menatap kedua mata Taehyung.

Kekasih Jeongguk lantas melepaskan ibu jarinya, terdengar bunyi pelan 'pop!' dari bibir Jeongguk.

Pria yang lebih muda dua tahun dari Taehyung itu tertawa kecil.

For God's sake, he giggles, membuat Taehyung rasanya mabuk karenanya.

Entah sudah berapa lama waktu yang mereka lewati untuk berciuman. Mereka berdua pun tidak sadar dengan posisi yang sudah berubah. Tubuh Taehyung sudah berada di atas tubuh mungil kekasihnya itu, memposisikannya disela-sela kaki Jeongguk.

Taehyung merasa tubuhnya sudah terbakar. Ia merasakan tengkuk lehernya dan dahinya mulai berkeringat. Jeongguk benar-benar menyalurkan gelenyar panas pada tubuhnya.

Tidak ada satupun dari mereka berdua berbicara, hanya terdengar suara lenguhan Jeongguk dan napas berat Taehyung di ruang tengah itu.

Tae,” bisik Jeongguk disela-sela ciuman mereka. Tubuhnya sudah merasa pegal. Lantai yang hanya dialasi karpet bulu berwarna hitam itu semakin lama membuat punggungnya sakit.

Taehyung menjawab lirih, mengusap pelan rahang Jeongguk dengan punggung tangannya. “Ya, Jeonggukie?”

Bed?”

This is it. Oh my God, batin Taehyung dalam hati.

Alright, sweetheart. Your wish is my command.”

Oh, betapa Jeongguk menyukai panggilan yang Taehyung miliki hanya untuknya.

Taehyung lantas mengecup dahi Jeongguk, sesaat sebelum mengangkat tubuhnya dari sana dan berdiri. Ia lalu mengulurkan tangan ke arah Jeongguk yang sudah terduduk di lantai.

“Ayo, I'll carry you to bed.”

Jeongguk merasakan kedua pipinya menghangat.

Ia lantas berdiri dari duduknya dengan bantuan tangan Taehyung yang sudah siap menarik beban tubuhnya. Jeongguk lalu mendekatkan wajahnya pada Taehyung untuk mencium bibir kekasihnya itu. Ia tersenyum kemudian, merasakan lidah Taehyung menyapu bibirnya, memintanya untuk membuka mulutnya lagi.

Jeongguk lantas mempersilahkan dengan membuka mulutnya, mengalungkan kedua tangannya pada leher Taehyung. Ia mengangkat kedua kakinya, merasakan kedua tangan Taehyung yang kuat memegang kedua paha bagian belakangnya. Jeongguk memposisikan tubuhnya dengan nyaman, kemudian mengalungkan kakinya pada pinggang kekasihnya.

Taehyung melangkahkan kakinya menuju kamar tidur Jeongguk, memeluk erat tubuh kekasihnya sambil tetap memagut bibir mungil miliknya.

Has Taehyung ever told you that he loves kissing Jeongguk?

Indra penciuman mereka disapa oleh wangi vanilla dari lilin aromaterapi milik Jeongguk, memenuhi seisi kamar tidurnya. Taehyung bersyukur dalam hati karena ia lupa mematikan lilin itu sehabis mandi sore tadi.

Taehyung melangkahkan kakinya menuju kasur Jeongguk yang besar itu, merebahkan tubuh kekasihnya di sana.

Terdengar suara Jeongguk menghela napas lega saat merasakan punggungnya menyentuh kasurnya yang empuk. Suhu ruangan dalam kamarnya sangat dingin, membuat sekujur tubuhnya merinding.

Kedua tangannya tetap merangkul leher Taehyung erat, menarik kekasihnya itu untuk lebih mendekat.

Jeongguk memposisikan tubuhnya untuk menemukan kenyamanan, mengencangkan kembali kedua kakinya kemudian pada pinggang Taehyung. Ia merasakan tumitnya menyentuh pinggang kekasihnya.

Taehyung menyudahi ciuman mereka lalu mengarahkan bibirnya pada dagu dan rahang Jeongguk. Ia tidak henti-hentinya mengatakan kata-kata indah yang ditujukan hanya untuk Jeongguk.

Sedari tadi, ia tidak berhenti memuji Jeongguk yang hanya terdengar menggumam dan membisikkan namanya untuk merespon setiap pujian Taehyung.

Ia lalu menundukkan kepalanya, mencium setiap sudut leher Jeongguk tanpa terkecuali.

God, you smell so good,” puji Taehyung sambil menggerakan bibirnya untuk mencium tulang selangka Jeongguk yang tercetak jelas dari balik kulit halusnya. Ia lalu menyelipkan kedua tangannya pada sweater tebal Jeongguk, merasakan kontak langsung kulitnya dengan pinggang Jeongguk yang ramping. Kulit halus itu terasa dingin.

Tentu Taehyung tak lupa untuk meninggalkan kecupan pada dada kiri kekasihnya dari balik pakaiannya yang tebal itu, letak dimana jantungnya berada.

I love you, Jeonggukie,” kata Taehyung pada kekasihnya.

Jeongguk menjawab dengan lirih. “I love you too, Taehyungie.”

Taehyung mengangkat pakaian Jeongguk itu, menariknya naik hingga ia terlihat perut Jeongguk yang terlihat seperti jajaran roti sobek itu. Ia lantas menggeser bibirnya dari dada hingga perut Jeongguk, tiba-tiba merasakan respon tubuh kekasihnya. Punggung Jeongguk tidak lagi bersentuhan dengan kasurnya, ia merasakan tubuh kekasihnya itu melengkung sedikit, seperti membentuk busur.

Tae,” erang Jeongguk pelan, berusaha merangkai kata-katanya. Jeongguk merasakan napasnya terengah, padahal ia sedang tidak mengangkat beban di gym. “Geli.”

Taehyung tertawa pelan, masih merasakan tubuh Jeongguk terangkat di udara. “Iya, sayang. Maaf.”

Tidak terhitung berapa banyak kata-kata indah yang Taehyung ucapkan pada Jeongguk, tidak terhitung berapa banyak kecupan yang Taehyung berikan pada kekasihnya itu.

He kisses him like there's no tomorrow. Taehyung kisses Jeongguk everywhere.

Jeongguk tidak sadar bahwa dirinya sudah menangis. Belum pernah ada satu orangpun dalam kehidupannya yang mencintai dirinya sebesar Taehyung.

Hanya Taehyung yang membuat Jeongguk sadar, bahwa ada seseorang dalam hidupnya yang mencintainya dengan sepenuh hati. Ia tidak hanya bisa merasakan kasih sayang Taehyung padanya, namun ia pun bisa melihatnya.

Taehyung yang sedang berfokus pada keindahan Jeongguk tiba-tiba mendengar kekasihnya itu menarik ingusnya. Ia lalu menghentikan kegiatannya, menangkup wajah Jeongguk yang sudah basah.

Sepasang mata bulat Jeongguk tertutup oleh air mata.

“Sayang? Hei, are you okay?” Taehyung panik. Ia mengusap kedua pipi Jeongguk pelan, menghapus air mata yang membasahi wajah indah kekasihnya itu.

Dahinya mengernyit, terlihat dari sorot mata Taehyung bahwa ia khawatir.

Apa ia membuat Jeongguk tidak nyaman?

Taehyung melihat kekasihnya itu menggeleng pelan, mengedipkan matanya kemudian. Hidung Jeongguk terlihat memerah, bibir mungilnya bergetar.

I'm totally okay,” jawab Jeongguk parau, air mata jatuh dari kedua ujung matanya. “I'm just really happy, Taehyung. Thank you for loving me.”

Thank you for loving me.

Ia menghela napas pelan, mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jeongguk. Taehyung rasanya ingin menangis.

And thank you for letting me into your life, Jeon Jeongguk.”

Taehyung loves Jeongguk so much he can't breathe.

Kekasih Jeongguk itu lantas meninggalkan kecupan pada dahinya, sebelum akhirnya kembali mengusap pelan kedua pinggang ramping Jeongguk dan menciumi perutnya lagi.

Jeongguk merasakan kepak sayap kupu-kupu menggelitik sekujur tubuhnya.

Ia lantas membuka mulutnya untuk berbicara.

T-tae,” kata Jeongguk lirih. “Please.” Jeongguk meminta pada Taehyung. Ia merasakan kekasihnya itu menyunggingkan senyum tepat diatas pusarnya.

Okay,” balas Taehyung sambil meninggalkan kecupan pelan pada pinggang Jeongguk. “We get a lot of time, don't worry. Let me praise your beautiful soul, sweetheart.”

It's going to be a very first long night for both of them, to tangle their love even more.

magnolia ; i got you • 553

Taehyung sudah lebih dulu terbangun dari tidurnya, merasakan sinar matahari pagi yang mengenai wajahnya. Ia hendak bergerak saat ia merasakan hangat tubuh orang lain dalam pelukannya.

Jeongguk.

Ia tersenyum dan menghela napas lega.

Bersyukur karena setidaknya, Jeongguk tidak pergi setelah adu argumen diantara mereka malam tadi.

Ia tahu, kejadian semalam bukanlah mimpi. Ia ingat betul setiap gestur dan kalimat yang mereka berdua ucapkan kepada satu sama lain.

Ia ingat betul bagaimana mereka berdua menangis, berteriak, dan mengaduh dengan putus asa.

Damn, Taehyung tidak akan lupa bagaimana Jeongguk benar-benar meneriakinya sambil menangis.

Setiap kata yang terucap dari bibir kenyal Jeongguk rasanya seperti tamparan untuk dirinya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Taehyung akhirnya menyadari, bahwa yang dikatakan oleh Jeongguk semuanya adalah benar.

Bagaimana Taehyung selalu mementingkan Jeongguk terlebih dahulu, bagaimana kabarnya hari ini, bagaimana suasana hatinya hari ini, bagaimana kegiatannya hari ini.

Semuanya.

Namun apa yang bisa Taehyung lakukan? Toh, semuanya hanya mengalir begitu saja. Ia pun tidak pernah merasa terbebani sama sekali saat melakukannya.

Jeongguk membuatnya tersadar, bahwa sebenarnya, kekasihnya itu hanya ingin membuat Taehyung belajar untuk mencintainya diri sendiri.

Taehyung lalu mengecup pelan bagian belakang kepala Jeongguk beberapa kali, tidak ingin membangunkan kekasihnya yang terlihat masih tertidur pulas. Ia mengusap pelan perut Jeongguk dengan ibu jarinya, merasakan kekasihnya itu benar-benar menggenggam lengan kirinya erat.

Ia tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.

Aku nggak akan pergi ke mana-mana, Jeonggukie.

Ia mengecup telinga Jeongguk kemudian, sambil berusaha menarik tangannya dari sana. Ia harus mengambil minum. Tenggorokannya kering karena kejadian semalam. Ia pun harus mencuci muka dan menggosok giginya.

Banyak sekali rutinitas sederhana di pagi hari yang harus ia lakukan.

Ia ingin mencium Jeongguk. Maka ia harus melakukan kegiatannya sesegera mungkin.

Ia rindu mencium Jeongguk.

Namun sepertinya Jeongguk yang sedang tertidur dalam pelukannya itu tidak mengizinkannya.

Membutuhkan waktu hingga lima menit hingga akhirnya Taehyung dapat melepaskan pelukannya pada tubuh Jeongguk. Ia sempat membisikkan selamat pagi pada kekasihnya itu, dan mengatakan bahwa ia akan ke dapur sebentar. Jeongguk hanya menanggapi dengan menggumam kata-kata yang tidak begitu jelas, Taehyung tahu betul kekasihnya itu sedang mengigau dalam tidurnya.

Ia lalu tersenyum, meninggalkan beberapa kecupan pelan pada bahu Jeongguk sebelum akhirnya mengangkat tubuhnya untuk duduk. Taehyung melakukan peregangan pada leher dan tangannya, terdengar bunyi tulang-tulang tubuhnya bergesekan.

Ia melirik ke arah nakasnya. Jam digital miliknya menunjukkan pukul sembilan pagi.

God, pantas saja ia merasa tidurnya belum cukup. Taehyung lalu memutar lehernya dan mengambil napas panjang.

Sesaat setelahnya, ia merasakan handphonenya bergetar pelan. Ia lalu mengulurkan tangan kirinya untuk mengambil benda itu.

Terlihat ada dua pesan singkat; dari Namjoon dan grup keluarganya. Taehyung membaca hanya pesan selamat pagi seperti biasanya yang dikirimkan oleh ibunya setiap hari. Ia hanya membalas singkat pesan ibunya, hendak membuka pesan dari kakaknya saat teringat sesuatu.

Apa tadi malam Namjoon mendengar teriakannya dan Jeongguk?

'Dek, gue mau pergi sama Jimin seharian ya. Also, Mama dan Papa katanya bakal extend di hotel. Well kalau Kak Jin, dia bilang ke gue tadi subuh kalau nggak akan pulang ke rumah, mau kerja dari hotel aja. Jadi rumah punya kalian berdua ya seharian ini. Tapi gue yakin, hari ini lo pasti somehow bakal balik ke apartemen Jeongguk. Haha.'

Anak bungsu keluarga Kim itu lantas menggelengkan kepalanya saat membaca pesan itu. Jika saat ini Namjoon sedang berbicara langsung di depannya, pasti kakaknya itu berbicara dengan nada yang mengejek.

'Sorry I overheard you both arguing last night. Yeontan was barking so loud, gue takut tetangga keganggu. So I checked up on him. Take your time ya, Tae. Gue tahu pasti lo berdua punya alasan kok. Jangan bertengkar lama-lama, it will ruin your mood. Take care bro, gue berangkat dulu.'

Taehyung menghela napas kasar sambil menyandarkan tubuhnya pada headboard kasurnya.

So, Namjoon heard. Taehyung tahu kakaknya itu tidak akan pernah mencampuri urusan pribadinya. Namun ia hanya khawatir, apa yang Namjoon pikirkan mendengar adu argumen antara Jeongguk dan dirinya?

Ia lalu menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak memikirkan tentang hal itu. Taehyung menaruh handphonenya kembali di nakas, dan mengulurkan kakinya untuk turun dari kasurnya.

Ia mengenakan sandal kamarnya lalu berjalan ke arah pintu kamar dengan hati-hati. Ia ingin pergi ke dapur untuk membuat teh untuknya dan Jeongguk dan kembali lagi ke kamarnya sebelum kekasihnya itu terbangun.

Saat ia sudah melangkah ke luar dari kamarnya dan hendak menutup pintu, ia melirik ke arah buffet yang menempel pada sisi luar tembok kamar tidurnya. Taehyung melihat sebuah teko transparan miliknya, lengkap dengan dua buah mug besar kosong diatas nampan.

Taehyung melihat secarik kertas berwarna kuning yang sering digunakan di rumahnya sebagai post-it itu menempel pada badan teko. Ia lalu mengambilnya untuk dibaca, sekilas terlihat tulisan tangan ART nya yang ia hafal betul.

'Mas Tae, ini saya buatkan minuman teh panas untuk Mas Tae seperti kemarin, tapi pakai teko. Jadi Mas ndak perlu turun ke dapur. Kalau ada mau minta tolong apa, Mas Tae kirim SMS saja ke saya atau ART lainnya. Nanti saya kerjakan. Saya standby di rumah belakang. Terima kasih, Mas.'

Ini pasti permintaan kak Namjoon. Semua orang diminta nggak standby di rumah utama untuk ngasih gue privasi. Macem gue orang penting aja sih, batin Taehyung.

Ia lalu mengangkat bahunya, membuat reminder sendiri dalam kepalanya untuk mengucapkan terima kasih pada ARTnya itu nanti. Taehyung membuka pintu kamarnya terlebih dahulu, menyangganya dengan kaki kirinya dan mengambil nampan itu dari buffetnya dan membawanya masuk.

Jeongguk masih tertidur nyenyak. Taehyung mendengar kekasihnya itu mendengkur halus. Ia dengan cepat segera melangkah ke kamar mandinya untuk mencuci muka dan menggosok giginya. Berusaha memulai rutinitasnya seperti biasa, walaupun sedari tadi Taehyung dapat merasakan dadanya berdegup kencang.

Ia teringat pembicaraan diantara mereka yang masih menggantung tadi malam.

Mau tidak mau, ia harus menghadapinya saat Jeongguk yang masih tertidur pulas dengan kaos hitam milik Taehyung itu terbangun.

;

“Tae?” Panggil Jeongguk lirih, menggerak-gerakkan tangannya pada sisi kasur di sampingnya yang sudah kosong. Namun masih terasa suhu tubuh Taehyung yang hangat.

Kedua mata Jeongguk masih tertutup rapat, merasakan wajahnya hangat terkena sinar matahari. Tenggorokannya terasa perih. Jeongguk lantas berusaha menelan air liurnya sendiri.

Tidak ada respon dari kekasihnya itu.

Ini sudah jam berapa? Taehyung di mana?

Dingin sekali. Jeongguk ingin sekali membuka kedua matanya untuk sekedar mencari keberadaan kekasihnya. Namun selimut tebal dan bantal tidur milik Taehyung benar-benar membuatnya nyaman. Jeongguk hanya menggumam setengah sadar sambil menarik selimut hingga menutupi lehernya dan lebih menempelkan wajahnya pada bantal Taehyung yang empuk itu.

Jeongguk hampir tenggelam kembali dalam alam bawah sadarnya saat ia mendengar bunyi derit engsel pintu dari arah kamar mandi. Ia refleks mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah sumber suara. Jeongguk melihat Taehyung sedang mengeringkan rambutnya sendiri dan mengusap wajahnya dengan handuk kecil sambil melangkah ke luar kamar mandi.

Ia lantas mengangkat tubuhnya, menyangganya dengan kedua sikunya. “Tae, selamat pagi.” Ia menyapa Taehyung yang sepertinya belum menyadari bahwa dirinya sudah bangun dari tidurnya.

Taehyung yang sedang mengacak-acak rambut bagian belakang kepalanya dengan handuk lantas menghentikan kegiatannya. Ia lalu menoleh ke arah Jeongguk yang sudah menghadapkan tubuhnya ke arahnya.

“Hei,” jawab Taehyung tersenyum sambil melangkah ke arah sisi Jeongguk berbaring di kasurnya. “Selamat pagi, sayang.” Taehyung membalas lembut, membungkukkan badannya untuk mengecup kening kekasihnya itu.

Jeongguk hanya bisa merespon dengan melenguh, mengangkat kedua tangannya untuk mengalungkannya pada leher Taehyung.

He needs a skin contact.

I missed you, Tae,” bisik Jeongguk sambil menarik tubuh Taehyung. “Kamu mau ke mana kok mandi?” Ia bertanya, masih memeluk leher kekasihnya erat.

Tidak ada respon verbal dari Taehyung. Kekasihnya itu hanya menarik wajahnya sedikit untuk mencium seluruh wajah Jeongguk. Kedua matanya, hidungnya, pipinya, dan ujung bibirnya.

“Supaya bisa langsung nyium kamu lah.” Taehyung menjawab santai, mendengar Jeongguk hanya menggeram tanda ia malu. “I have an urge to kiss you. Sudah kangen, Jeonggukie.”

Taehyung hanya terkekeh sambil menyunggingkan senyum kotaknya, membuat Jeongguk lantas menangkup pipi Taehyung dengan kedua tangannya.

Ia lalu menarik wajah kekasihnya itu untuk mendaratkan kecupan pada kedua pipinya lalu dagunya. Jeongguk lalu merasakan dengan bibirnya, rambut-rambut halus pada dagu kekasihnya itu sudah dicukur.

“Ih, Taehyung sudah shave,” kata Jeongguk riang, seketika tertawa keras karena melihat Taehyung di hadapannya memutar kedua bola matanya malas. Jeongguk mengusap dagu Taehyung dengan jari telunjuknya. “I have an urge to kiss you too.”

Senyum kotak kekasih Jeongguk itu terlihat lagi, lebih lebar kali ini. “Iyalah. Nanti nggak boleh nyium kamu kalau nggak.” Ia lalu mendaratkan satu kecupan yang cukup lama pada dahi Jeongguk.

“Sayang mau bebersih dulu di kamar mandi? Ada yang mau aku bicarakan.” Taehyung menatap kedua mata bulat Jeongguk bergantian sambil mengusap pipinya dengan ibu jarinya. “The sooner the better, Gguk.”

Jeongguk lantas menghentikan gerakan jarinya pada dagu Taehyung. “Oh. Yeah, okay. Kasih aku waktu sepuluh menit ya, Tae?”

The sooner the better... Apakah semuanya akan berakhir sebentar lagi?

Kekasihnya itu mengangkat tubuhnya dari kasur lalu mengangguk. “Take your time, sayang.” Taehyung lalu menarik kedua tangan Jeongguk, membantunya untuk bangun dari kasur dan berdiri di lantai. Taehyung sepertinya melihat dengan jelas raut wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat.

“Jangan khawatir, Jeonggukie. I'm not going to say the word,” ujar Taehyung, seperti bisa membaca pikirannya. “Not now, not ever. Sudah sana, aku tunggu di sini ya.”

Ia lalu mengangkat wajahnya dan memandang kedua manik hazel Taehyung itu. “Iya, Tae, aku tahu. Maaf, aku hanya gugup.” Jeongguk lalu mengecup pipi Taehyung sekali lagi, sebelum akhirnya mengenakan sandal rumah milik Taehyung lalu berjalan ke arah kamar mandi.

;

Mereka berdua menghabiskan waktu tiga jam untuk membicarakan masalah semalam. Entah sudah berapa helai tisu yang dihabiskan Jeongguk untuk menghapus air mata dan membuang ingusnya. Seperempat kasur Taehyung sudah dipenuhi oleh bekas tisu milik mereka berdua, namun ia tidak peduli. Menurut pengakuan Jeongguk padanya, kekasihnya itu sudah lama sekali ia tidak menangis histeris seperti ini. Taehyung yang merebahkan dirinya berhadapan dengan Jeongguk pun beberapa kali ikut menangis mendengar keluh kesah dan kekhawatiran kekasihnya itu.

Sudah tidak terhitung berapa banyak kata maaf yang mereka ucapkan pada satu sama lain. Baik Taehyung maupun Jeongguk sepertinya tidak mau kalah untuk mengutarakan kata maaf mereka. Ini adalah kali pertama mereka berbicara dari hati ke hati untuk membahas hal yang serius. Jika diingat, selama ini sepasang kekasih itu memang belum pernah bertengkar hebat seperti kemarin.

Jeongguk akhirnya membongkar semua hal yang ia rasakan sejak beberapa hari lalu, bagaimana Taehyung terasa berbeda, seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Jeongguk selalu percaya pada Taehyung. Ia merasa, jika memang kekasihnya itu belum siap untuk memberitahunya, Jeongguk akan menghargainya. Walaupun rasa khawatir itu tetap ada.

Namun ia merasa dikhianati dengan pikiran-pikiran buruknya saat melihat Anggia—satu dari sekian banyak manusia di luar sana—mengunggah foto kedua kakak Taehyung. Ia memberitahu Taehyung bagaimana rasanya hatinya mencelos, seperti merosot dari tempatnya. Ia memberitahu Taehyung bagaimana rasanya selera untuk pergi dengan kekasihnya itu pada hari Sabtu sudah hilang. Ia memberitahu Taehyung semuanya itu.

Taehyung yang sedari tadi mengusap-usap lengan kekasihnya untuk menenangkannya karena menangis, lantas berhenti. Jeongguk melihat kilat emosi dari manik hazel Taehyung.

Oh tidak, Taehyung pasti sebentar lagi akan marah.

Come again?” Taehyung bertanya, tidak bisa menyembunyikan emosinya yang terdengar dari suaranya barusan. “She did what?!”

Jeongguk lantas meraih tangan Taehyung yang sudah mengepal. Ia melihat buku-buku jari Taehyung perlahan memutih. “Taehyung, sabar. Jangan marah...”

“Berengsek,” kata Taehyung ketus. “Gila ya dia! Nggak di lingkup kerja, nggak di kehidupan pribadi, bisanya hanya ngerusak hubungan orang.” Sambung Taehyung kemudian sebelum melirik tajam ke arah Jeongguk. “Kamu kok malah ketawa sih, Gguk? Kamu nggak kasihan sama aku, punya calon kakak ipar rese kayak dia?”

Tawa Jeongguk meledak lagi, kali ini lebih keras. Ia sampai memegangi perutnya dan pipinya karena lelah tertawa. “Duh. Sebentar, sebentar, Tae,” kata Jeongguk disela-sela tawanya. “Lucu aja. Aku bahkan nggak ingat dia benar-benar buat kita berdua kewalahan karena aksi dia waktu itu.”

Mendengar kekasihnya berkata, Taehyung hanya memutar kedua bola matanya malas sambil menyentil pelan dahi Jeongguk. “Makanya itu, kamu malah ketawa itu gimana coba, Jeonggukie.”

Pria di hadapan Taehyung itu lantas terkekeh geli, masih berusaha menahan suara tawanya dengan menggigit lidahnya sendiri. Taehyung lalu melihat sekilas sepasang mata bulat Jeongguk melebar, seperti baru mengingat sesuatu.

“Eh iya, Tae, aku boleh tanya sesuatu?” Jeongguk bertanya hati-hati. Ia tidak ingin merusak suasana yang sudah mencair dan membaik. Namun rasanya saat ini adalah waktu yang tepat untuk menanyakannya pada Taehyung.

Kekasih Jeongguk itu melihat raut wajah Jeongguk, seperti ragu-ragu. Ia lantas meraih tangan Jeongguk, lalu mendekatkannya pada bibirnya. Taehyung meninggalkan beberapa kecupan pada punggung tangan Jeongguk. “Boleh dong, sayang. Mau tanya apa?”

“Uh... Aku semalam sempat ngobrol dengan kak Namjoon,” kata Jeongguk memulai pertanyaannya. Ia khawatir pertanyaan ini akan merusak suasana, namun Taehyung sedari tadi seperti meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Anggia... bukan hanya calon kakak ipar kamu 'kan, Tae?”

Deg.

Taehyung terkejut, tidak akan menyangka bahwa harus secepat ini memberitahu Jeongguk mengenai siapa sebenarnya Anggia dan apa hubungannya dengan Taehyung.

Ia akan berbicara dengan Namjoon nanti. Bukannya Taehyung tidak mau membahasnya, hanya saja, ini terlalu cepat?

Ia tidak siap jika Jeongguk akan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang ia sendiri tidak tahu, apakah ia akan sanggup untuk menjawabnya.

“Kamu apa ingat dengan mantan aku dulu?” Taehyung bertanya pada Jeongguk. Kekasihnya itu hanya mengangguk polos, kedua matanya membulat. “Well, we had something in common ternyata. Anggia juga mantannya Seojoon, Gguk.”

Taehyung tidak pernah melihat Jeongguk secepat itu terduduk dari tidurnya.

What the hell?! Kenapa dunia sempit sekali?!”

Kekasih Jeongguk itu lantas tertawa, menangkup wajahnya yang mungil untuk menciumnya. “Nggak usah bahas masa lalu, Jeonggukie. Waktunya kita pakai untuk yang lain aja, bagaimana?” Taehyung mencium bibir Jeongguk pelan. “Mau?”

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Jeongguk menjawab lalu membalas ciuman Taehyung lebih dalam. “Ya mau lah, Taehyung.”

Taehyung lantas tersenyum lalu memagut bibir Jeongguk.

Setidaknya, badai diantara mereka sudah mereda, bersamaan dengan hujan deras tadi malam, digantikan dengan cerahnya sinar matahari yang menghangatkan mereka saat ini.

Bagi Taehyung, hal itu, sudah lebih dari cukup.

magnolia ; i got you • 551

cw ⚠️ very slightly mention of cheating (i mentioned it once; not between taekook), angst ahead


Hujan deras tiba-tiba mengguyur beberapa wilayah di Jakarta, sesaat setelah Jeongguk memasuki kamar Taehyung yang sangat luas itu.

Saat Jeongguk melangkah masuk, indra penciumannya disambut dengan aroma parfum bercampur wangi sabun mandi milik kekasihnya yang khas. Ia lalu mengedarkan pandangannya, meneliti setiap sudut kamar tidur pria yang dikasihinya itu sambil berjalan mengekor di belakang Taehyung.

Kekasih Jeongguk itu lalu mempersilahkannya untuk duduk di kursi dekat jendela kamar, terdengar rintik hujan deras menabrak kaca jendela, mengisi keheningan.

Ia lantas duduk, tidak mengucapkan apapun saat Taehyung mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi kirinya. Taehyung sempat mengatakan bahwa ia akan ke luar kamar sebentar untuk membuatkannya teh chamomile panas.

;

“Sayang, ayo mandi dulu, atau minimal cuci muka. Ya? Nanti kamu bisa sakit. Mau aku siapin air hangat?”

Entah sudah berapa lama Jeongguk hanya diam, tidak bergeming saat Taehyung mengajaknya bicara. Kekasihnya itu duduk dengan posisi yang tidak nyaman, sambil menunduk di kursi tempat Taehyung menaruh barang-barangnya tadi.

Tidak ada gelengan, tidak ada anggukan, tidak ada gumaman. Tidak ada satupun respon yang diberikan. Hanya ada suara tangis Jeongguk yang terdengar, mengisi keheningan diantara Taehyung dan kekasihnya itu.

Taehyung tidak meninggalkan sisi Jeongguk sedikitpun. Sejak tadi ia kembali dari dapur untuk membuatkan kekasihnya teh panas, ia hanya duduk bersila di lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tebal, menghadap ke arah Jeongguk. Taehyung tidak berhenti mengusap kedua lutut kekasihnya, mencoba menenangkan pria di hadapannya itu karena terus menangis.

Ia lantas menghela napas pelan. Ada apa dengan Jeongguknya?

Ini adalah kali pertama mereka berdua bertengkar dengan masalah yang cukup serius, menurut Taehyung. Ia sempat teringat akan kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya dan Jeongguk berselisih paham soal pekerjaan mereka. Namun bagi Taehyung, pertengkarannya dengan Jeongguk saat itu tergolong hal yang wajar, mengingat ia dan kekasihnya menduduki posisi penting di Jo & Ste Group. Tentu masing-masing dari mereka memiliki pendapat dan pemikiran sendiri yang berbeda.

Namun saat ini, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Apa Taehyung harus membiarkan Jeongguk sampai kekasihnya itu lelah sendiri? Apa Taehyung harus duduk di samping Jeongguk dan merengkuhnya dalam pelukan?

Apa yang harus ia lakukan?

Ia bingung. Ia takut. Ia tidak ingin membuat kesalahan barang sedikitpun. Berpisah dengan Jeongguk tanpa mengetahui kabar kekasihnya itu beberapa jam saja sudah membuatnya hampir gila.

Bagaimana jika ia salah melangkah? Apakah Jeongguk akan pergi atau entah, meneriakinya?

Ia tidak tahu.

“Jeonggukie?” Taehyung memanggil Jeongguk sekali lagi dengan hati-hati. Kekasihnya itu masih menundukkan kepalanya, suara helaan napasnya terdengar sudah mulai halus dan teratur. Apa kekasihnya itu sudah tertidur? Ia khawatir leher Jeongguk akan kesakitan luar biasa karena terus menunduk seperti ini. “Apa kita mau bicara besok saja? Ini sudah jam setengah satu pagi, sayang. Kamu harus istirahat.”

Why is it, always me, me, and me, Taehyung?” Jeongguknya mengangkat kepalanya pelan, terdengar meringis sambil memegang belakang lehernya. Taehyung mendengar kekasihnya bertanya padanya dengan lirih. Suaranya terdengar serak. “Kenapa?”

Kenapa harus selalu aku, Taehyung?

Pertanyaan Jeongguk membuat Taehyung lantas mengernyitkan dahi.

Apa maksud pria di hadapannya bertanya seperti itu padanya?

Kedua mata mereka akhirnya bertemu. Taehyung merutuki dirinya sendiri, melihat ekor mata kekasihnya sudah memerah akibat menangis. Kedua pipi Jeongguk terlihat basah karena air mata, pun hidung mungil Jeongguk memerah dan kering.

Taehyung ingin sekali mengulurkan kedua tangannya untuk menarik tubuh Jeongguk dan memeluknya, namun ia urungkan.

Sorry?” Ia mengusap kedua ibu jari tangannya pada lutut Jeongguk yang dingin, terasa dari balik celana jeansnya. Taehyung bertanya, berusaha memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Maksudnya apa, Jeonggukie? Aku nggak paham.”

Hilang sudah raut wajah Jeongguk yang sebelumnya sayu karena menangis. Kekasih Taehyung itu hanya menghela napas berat, mengangkat kedua tangannya untuk menutupi wajahnya. Jeongguk mengusap kasar matanya kemudian.

Jeongguk harus mengontrol emosinya. Namun sepertinya ia tidak bisa.

Kenapa harus selalu aku?

Ia ingin sekali saja mendengar Taehyung memperdulikan dirinya sendiri.

Why is Taehyung so selfless?

“Sesederhana itu saja kamu nggak paham, Taehyung...” Jeongguk berkata, mengambil napas panjang kemudian. Ia hanya ingin Taehyung mengerti, bahwa perasaannya dalam hubungan ini pun berarti. Bukan serta merta hanya Jeongguk saja yang ada dalam pikiran Taehyung.

I always tend to say something hurtful when I'm mad, Taehyung.

Taehyung menghentikan gerakan kedua ibu jarinya. Ia lalu menarik tangannya dari lutut Jeongguk untuk meraih tangan Jeongguk. Ia sedikit terkejut saat tangannya menyentuh kekasihnya. Jeongguk dingin seperti es.

“Jujur, aku benar-benar nggak paham maksud kamu, Jeongguk. What do you mea—”

Jeongguk tidak sanggup lagi menahan emosinya.

“Tae, k-kenapa hidup kamu, hari-hari kamu, perasaan kamu, semuanya berpusat di aku?” Jeongguk menjawab sambil terbata-bata, namun ia tidak bisa menahan nada bicaranya yang meninggi. “Kamu selalu mementingkan Jeongguk, Jeongguk, dan Jeongguk. Selalu aku,” keluhnya cepat, sambil mendongakkan kepalanya dan menggeram.

Jeongguk ingin marah.

Ia sudah tidak bisa lagi membendung rasa putus asanya. Ia tidak peduli sudah berapa kali ia menangis hari ini. Kekasihnya itu belum juga paham dengan maksudnya.

“Porsi untuk diri kamu sendiri kapan, Taehyung... Kapan?!” Jeongguk merespon, amarahnya meledak bersamaan dengan tangisnya. Pandangan matanya semakin buram karena air yang sudah menggenang di pelupuk matanya.

We have to be equal!” Jeongguk menyambung lagi dengan suaranya yang serak dan basah akibat menangis. Air matanya mengalir tidak berhenti. “You said that yourself, so many times. How about your own feelings?! Can you just be selfish for once and not thinking about mine—”

Anak bungsu keluarga Kim itu lantas berdiri dari duduknya, mengulurkan kedua tangannya dan merengkuh kekasihnya itu cepat untuk memotong kalimat Jeongguk.

Because I love you, Jeongguk. I do care about you! That's why!”

Ia akhirnya berteriak sambil memeluk Jeongguk. Suaranya menggelegar di seluruh ruangan, membuat anjing peliharaannya menggonggong dari luar sambil menggaruk-garuk pintu kamarnya, berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan pemiliknya.

Taehyung bersyukur kamar tidurnya dan Namjoon sangat berjauhan, begitupun dengan kamar ART mereka. Ia tahu tidak pantas untuk berteriak pada malam hari seperti ini, namun ia kalut.

Tak membutuhkan waktu lama untuk Taehyung akhirnya ikut menangis, saat merasakan kekasihnya mengalungkan kedua tangannya di lehernya erat dan menempelkan wajahnya pada ceruk leher Taehyung. Ia merasakan bibir Jeongguk bergetar pada lehernya.

T-tell me w-what's on your mind, Taehyung. Please, for once just prioritize yours first,” pinta Jeongguk terbata-bata. Ia lalu menghela napas, tubuhnya lemas. Ia merasakan pelukan Taehyung semakin mengerat, mencium puncak kepala Jeongguk berkali-kali sambil terisak.

“Maaf, sayang. Aku minta maaf.” Taehyung tidak henti-hentinya merapalkan kalimat itu sambil membenamkan wajahnya pada puncak kepala Jeongguk.

Just tell me what's bothering your mind. Jangan pernah merasa kalau apapun yang akan kamu lakukan itu akan menyakiti aku, Taehyung.” Jeongguk menyambung lagi, lebih mengeratkan tangannya yang sedang dikalungkan pada leher kekasihnya. Ia meninggalkan beberapa kecupan lembut pada dada bidang dan ceruk leher Taehyung. “Perasaan kamu itu valid. Bagilah beban pikiran kamu itu dengan aku. Jangan kamu simpan semuanya untuk diri kamu sendiri, alih-alih untuk melindungi perasaanku, Taehyung. Jangan. Please.”

Jeongguk merasakan kekasihnya itu mengangguk lemah, perlahan berusaha mengatur ritme napasnya. Ia hanya bisa menyunggingkan senyum simpul, berharap bahwa setidaknya, Taehyung mengerti maksudnya.

I love you, Jeonggukie. I love you,” bisik Taehyung pelan, mengusap belakang kepala kekasihnya berulang kali. “Terima kasih, terima kasih.”

No worries, Tae.” Jeongguk menjawab dengan suara seraknya, menggerakkan tangannya turun naik untuk mengusap punggung Taehyung. Setidaknya, ia ingin meyakinkan Taehyung bahwa ia tahu. “And I always know. I always know that you love me. I love you, Taehyungie. I love you so much.”

Hanya itu yang ingin Jeongguk bicarakan malam ini.

Menurutnya, sudah lebih dari cukup.

Setidaknya, mereka berdua sudah sedikit baik-baik saja.

;

Kak, maaf ganggu lo malam-malam begini.”

Namjoon tersenyum simpul ke arah Jeongguk dari depan pintu utama rumahnya.

It's okay, bro. You're always welcome here. Macet nggak, Gguk?”

No. Lancar. Well, gue nggak begitu sadar sih, Kak. I was busy crying and singing non-stop my throat hurt,” aku Jeongguk pada Namjoon yang sudah berdiri di sampingnya.

Namjoon hanya tersenyum mendengarnya. “Well, Taehyung juga dari tadi murung, diam. Walaupun kayaknya nggak separah lo nangisnya.”

Jeongguk tertawa kikuk. “Yeah, this is our first fight, though. Miscommunication? I don't know either, Kak. He left my apartment with his belongings, also he gave the access card back.”

What happened? Gue cuman dengar sedikit dari Taehyung,” tanya Namjoon hati-hati. Ia tidak ingin salah bicara.

I feel like he's hiding something from me. A situation, I don't understand. Tapi gue tahu persis dia seperti sedang kebingungan akhir-akhir ini.” Jeongguk menjawab sambil menghela napas. “Gue hampir bertengkar kemarin, actually I was the one who picked up a fight. Dan puncaknya ya, waktu sore tadi Yugyeom mengirimkan gue ini.”

Kekasih Taehyung itu merogoh saku celananya, memberikan handphonenya pada Namjoon. Pada layar terpampang foto Kim bersaudara, tanpa Taehyung di sana.

Namjoon lantas mengernyit. “Wow, gue nggak tahu kalau dia post foto gue dan kak Seokjin di Twitter. Actually that's Anggia, I guess you already knew her...

Sebentar, pikir Namjoon.

Oh, no, Jeongguk,” katanya kemudian, sedikit demi sedikit akhirnya mengerti dengan potongan-potongan cerita yang ia tidak ketahui dari Taehyung.

Yeah, I thought he hid something for me. Whatever that was. But I didn't accuse or even think that he cheated on me. No. I tried to ask him but I was scared about the answer. So yeah, I was being a jerk earlier. Like almost mocking him because he asked me to communicate.”

Kakak kedua Taehyung itu lantas menghela napasnya pelan, lalu menoleh ke arah Jeongguk.

You know... gue bahkan tidak tahu dia siapa pada awalnya. Orang tua gue hanya bilang ke Taehyung kalau ada yang mau dikenalkan ke dia. Lo mungkin nggak tahu cerita ini, karena Taehyung memang nggak mau memberitahu lo, Gguk.” Jeongguk mengernyit, sepasang matanya bertemu dengan mata Namjoon.

Taehyung bilang ke gue, untuk apa gue cerita ke Jeongguk? Gue nggak mau membebani dia dengan pikiran yang receh begini, Kak Joon. Menurut gue hal ini nggak penting, karena gue nggak peduli siapa orang itu. Gue hanya peduli dengan Jeongguk.

He wanted to protect you but instead, he got hurt too. Kita berdua terlalu immersed dengan obrolan Kak Seokjin, sampai dia lupa kalau ada janji temu dengan lo.” Namjoon menjelaskan pada Jeongguk, berdecak kemudian. “He was so pale, Gguk. Merasa bersalah karena sudah lupa dengan janji kalian berdua. Buru-buru pulang. He loves you so much. Dia tidak takut dengan lo, tidak. But he respects you so much.”

Soal Anggia, nggak perlu diambil pusing. Lo mungkin nanti bisa ngobrol sama dia langsung ya, Gguk,” kata Namjoon mengakhiri percakapan mereka. Ia lantas memegang bahu Jeongguk dan menepuknya pelan. “Couples fight. Anggap aja ujian dalam hubungan kalian yang lovey dovey, okay? Gue tahu kok kalian berdua bisa.

Namjoon hendak melangkah masuk ke rumah untuk memberitahu Taehyung, saat ia mendengar Jeongguk memanggilnya lagi.

Anggia siapa, Kak? Who is she to all of you?” Jeongguk memberanikan diri untuk bertanya pada kakak Taehyung itu.

Ia lantas membalikkan badannya dan tersenyum pada Jeongguk. “Dia calonnya Kak Seokjin. Hanya itu yang bisa gue beritahu ke lo. Selebihnya, itu sudah bagian Taehyung. Gue nggak ada hak untuk memberitahu lo, Gguk. Maaf ya.”

Mendengarnya, Jeongguk hanya bisa terbelalak.

He fucked up, didn't he?

magnolia ; i got you • 549

cw ⚠️ angst ahead


Taehyung beruntung, perjalanan dari apartemen Jeongguk hingga sampai di rumahnya tidak membutuhkan waktu lama. Setelah mengambil beberapa barang miliknya di apartemen kekasihnya itu, Taehyung segera menulis notes singkat dan menaruhnya di nakas. Ia pun menaruhnya bersebelahan dengan makanan yang sudah ia bawa dari Sumire, yang memang ia pesan untuk Jeongguk.

Entah apa yang ada dalam pikiran Taehyung, sehingga ia dengan gegabah mengambil seluruh barang-barangnya yang penting dan meninggalkan secarik kertas sebelum meninggalkan apartemen Jeongguk. Ia baru tersadar saat sudah menempuh separuh jalan, bahwa apa yang ia lakukan beberapa saat lalu sudah pasti akan disalahartikan oleh Jeongguk.

Namun sebenarnya, yang ada dalam pikiran Taehyung saat itu adalah ia tidak tahu, sampai kapan pertengkaran kecil mereka ini akan berakhir. Ia pun juga tidak tahu, sampai kapan Jeongguk akan meminta waktunya untuk sendiri dahulu.

Apa mungkin, Taehyung yang sebenarnya telah salah membaca situasi?

Jujur saja, sejak tadi mereka berdua beradu argumen via pesan singkat, otak Taehyung tidak berhenti berpikir. Jika kepala Taehyung layaknya mesin, mungkin kau akan kepanasan saat menyentuhnya.

Jeongguknya merasa tidak mempunyai waktu untuk sendiri? Jeongguknya merasa diantara mereka berdua tidak ada komunikasi? Jeongguknya merasa terganggu dengan keberadaannya di apartemen?

Apa yang sebenarnya Taehyung tidak tahu? Apa yang sebenarnya Taehyung lewatkan?

Tidak terhitung berapa banyak pertanyaan yang bermunculan dalam kepalanya.

Namun Taehyung merasa, jawaban atas semua pertanyaannya itu adalah hak Jeongguk. Taehyung selalu mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia memposisikan kekasihnya itu sama dengan dirinya.

Taehyung sebenarnya ingin bertanya, bertanya, dan bertanya pada Jeongguk hingga ia menemukan jawabannya, namun ia takut. Taehyung takut Jeongguk akan mundur, meminta waktu lebih untuk sendiri, atau bahkan yang terburuk, kekasihnya itu malah memilih untuk pergi.

Jika memang Jeongguk membutuhkan waktu, ia akan memberikannya, selama apapun itu.

;

Setelah memarkirkan mobilnya di halaman rumahnya, Taehyung langsung mematikan mesin mobilnya. Ia menghela napas, menumpukan kepalanya pada setir. Sedari tadi Taehyung berdoa di perjalanan, semoga kedua orang tuanya dan Seokjin tidak pulang ke rumah malam ini.

Ia sedang tidak ingin bercengkrama dengan banyak orang malam ini.

Taehyung melihat Yeontan, anjing peliharaannya, sudah menunggunya di depan pintu rumah. Ia lantas tersenyum dan berlari-lari kecil ke arah peliharaannya itu sambil membawa tas berisi laptop dan tas berisi pakaiannya ditangan kanannya.

Hey, bud. Missed me?” Taehyung membungkukkan tubuhnya, mengulurkan kedua tangannya untuk menggendong Yeontan. “Kamu kayaknya tambah gemuk, ya? Padahal baru seminggu tidak bertemu.”

Anjing peliharaannya itu hanya merespon dengan menggonggong, seperti bertanya pada dirinya. Hal itu membuat Taehyung tersenyum setengah hati sambil menggaruk-garuk tubuh Yeontan. “Yes, bud. I'm sad right now. I miss my boyfriend.”

Suasana rumahnya saat ini sepi lengkap dengan cahaya yang temaram, hanya sebagian lampu ruangan yang dinyalakan. Taehyung lalu melirik ke arah jam dinding yang tergantung di samping foto keluarganya.

Sudah jam sepuluh malam, batinnya.

Ia lantas mengambil handphonenya dari dalam saku celana jeansnya dan memencet tombol power.

Tidak ada satupun pesan masuk dari Jeongguk. Nihil.

Layar handphonenya hanya menunjukkan pesan dari kedua orang tuanya bahwa beliau berdua akan bermalam di salah satu hotel, karena perjalanan malam ini cukup padat. Esok hari beliau harus menghadiri acara di pusat kota Jakarta.

Membaca pesan itu, Taehyung hanya mengangkat kedua bahunya, sedikit bersyukur karena beliau berdua tidak pulang ke rumah malam ini.

Sedangkan Seokjin, well, Taehyung sendiri tidak tahu di mana kakak sulungnya itu berada, dan tidak ingin tahu. Fakta yang dibeberkan oleh kakaknya itu siang tadi seharusnya membuat kepalanya lebih sakit dari ini.

Namun Taehyung mencoba mengesampingkan hal itu terlebih dahulu. Ia hanya ingin memikirkan dan mencari tahu keberadaan kekasihnya sekarang ini.

“Lho, Mas Tae pulang ke rumah, tho? Saya ndak* ada buatkan makanan apa-apa, Mas. Maaf.”

Taehyung lantas mengangkat kepalanya, melihat seorang wanita yang adalah ART* di rumahnya sedang berjalan ke arahnya.

“Eh, malam, Bi. Nggak apa, saya juga pulang mendadak,” balas Taehyung tersenyum simpul. Ia sudah lama tidak pulang ke rumahnya; beberapa waktu belakangan ini ia selalu menginap di apartemen Jeongguk.

Jeongguk. Memikirkan nama kekasihnya yang sedang tidak ada kabar itu saja sudah hampir membuatnya gila.

Jujur, Taehyung sebenarnya ingin menangis lagi. Ya. Lagi. Ia sendiri tidak sadar bahwa sudah menangis selama menempuh perjalanan pulang beberapa saat lalu.

Taehyung merasa kepalanya pusing, sepertinya karena terlalu memikirkan di mana keberadaan Jeongguk sedari sore. Tidak mengetahui hal itu membuat Taehyung rasanya mual.

Ia khawatir dengan kekasihnya itu. Walaupun Taehyung tahu betul, mereka berdua sudah cukup dewasa untuk menjaga diri mereka sendiri.

Namun ini adalah kali pertama mereka bertengkar seperti ini, tidak ada kejelasan ada apa, membuatnya semakin mual.

Taehyung yang sedang menggendong Yeontan dengan kedua tangannya, lantas berjalan ke arah dapur. ART itu sudah ada di sana, seperti hendak menyiapkan minum untuknya.

“Bi, saya boleh minta tolong dibuatkan teh chamomile panas saja? Pakai yang ada di laci khusus makanan saya saja, ada didrawer nomor tiga di dapur. Kepala saya pusing, saya mau rebahan dulu.” Taehyung meminta tolong pada wanita itu, seorang ART yang sudah lama sekali ikut bekerja untuk keluarganya. Mungkin sejak ia masih berumur sepuluh tahun. “Nanti tolong taruh di buffet depan kamar saya saja, ya. Nanti ketuk saja pintu saya kalau sudah. Terima kasih banyak, Bi.”

Wanita paruh baya itu lantas mengangguk, menyanggupi permintaannya. “Siap, Mas Tae. Sebentar saya buatkan,” jawabnya, yang dibalas Taehyung hanya dengan sekali anggukan dan senyum.

Ia lantas berjalan menuju ke kamar tidurnya, yang berada di lantai dua dengan langkah gontai. Yeontan beberapa kali mencoba mencuri perhatiannya dengan menjilati dagu anak bungsu keluarga Kim itu. Taehyung tidak bergeming, hanya sesekali membalas afeksi peliharaan kesayangannya itu dengan mengecup puncak kepalanya.

Menghela napas berat, ia akhirnya menaruh seluruh barang bawaannya di kursi dekat jendela kamarnya. Sebelum memasuki kamar tidurnya, Yeontan sudah memberontak dari pelukannya, dan meminta untuk diturunkan saat mereka sudah sampai di depan pintu. Taehyung hanya terkekeh, lalu membungkuk untuk melepas peliharaan itu.

Saat ini, Taehyung tengah memijat-mijat pelipisnya berulang kali, berusaha menghilangkan sakit kepalanya sambil merebahkan dirinya di kasur. Ia menghela napas kasar, menutup kedua matanya dengan telapak tangannya. Ia belum sempat mengganti pakaiannya, bahkan untuk mandi sekalipun, ia ingin langsung tidur saja.

Namun rasa khawatirnya belum mereda. Taehyung merasa, ia harus mengetahui kabar Jeongguk dahulu. Entah sekedar melihat kekasihnya itu membaca pesannya, atau siapa tahu, Jeongguk juga akan membalas pesannya?

Entahlah.

Kekasih Jeongguk itu sedang memandang langit-langit kamarnya sambil melamun, saat pintu kamarnya diketuk tiga kali dengan suara yang khas.

Namjoon.

“Dek, gue boleh masuk?”

;

Jeongguk memasang emergency playlistnya dengan volume yang kencang melalui speaker. Ia tidak peduli jika orang di luar mobilnya mendengar suaranya yang serak karena sedang menangis dan bernyanyi seperti orang kesetanan.

Ia tidak habis pikir, apa yang ada dalam pikiran Taehyung sehingga kekasihnya itu memutuskan untuk meninggalkan secarik kertas dan access card apartemennya? Apa yang ada dalam pikiran Taehyung sehingga kesimpulan yang kekasihnya itu ambil adalah dengan membawa serta seluruh barang penting miliknya?! Taehyung benar-benar gila.

Kalau saja tidak ada hal yang bernama noise complaint, mungkin sedari tadi Jeongguk sudah menangis meraung-raung di apartemen karena kekasihnya itu.

Ia hanya butuh waktu sebentar untuk menyendiri. Ia perlu berpikir jernih, mempersiapkan dirinya, untuk membicarakan apa yang sedari tadi mengganggu pikirannya. Jeongguk tahu betul bagaimana dirinya.

He always tends to say something hurtful when he's mad. Walaupun kebiasaannya itu sudah berkurang jauh, namun Jeongguk takut akan 'kelepasan' jika ia langsung berbicara dengan Taehyung.

Jeongguk mengusap air matanya kasar, berusaha fokus pada lalu lintas di depannya yang cenderung sepi. Ia melirik ke arah handphonenya yang menempel pada dasbor mobilnya, menampilkan maps dan jarak tempuh menuju rumah Taehyung yang masih sekitar dua puluh lima menit lagi.

Saat ini, waktu telah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, membuat Jeongguk rasanya ingin menginjak pedal gasnya lebih dalam lagi.

Namun ia urungkan. Jeongguk tidak ingin membahayakan dirinya sendiri.

Maps navigator milik Jeongguk itu bersuara, memberitahu bahwa beberapa meter lagi, ia akan sampai di rumah Taehyung.

Ia sadar betul bahwa keputusannya kali ini benar-benar nekat. Ia mungkin saja akan langsung disambut oleh orang tua Taehyung saat tiba, atau bahkan bertemu dengan Seokjin dan Namjoon.

Atau lebih buruknya, ia akan bertemu dengan Anggia di rumah Taehyung.

Siapa yang tahu?

Tetapi, Jeongguk tidak peduli. Alasan mengapa ia saat ini sudah berada di depan pagar rumah Taehyung, adalah karena ia teringat akan pesan yang pernah disampaikan oleh ibu Taehyung pada kekasihnya itu.

Masalah diantara Taehyung dan dirinya tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.

Apalagi sepertinya, ini hanyalah masalah sepele. Masalah miskomunikasi.

Sebenarnya, saat Jeongguk sedang mengambil beberapa foto di Bundaran HI beberapa jam lalu, ia langsung menemukan ketenangan dalam hatinya.

Sudah lama sekali kebiasaan Jeongguk untuk melampiaskan amarahnya dengan hunting foto ke beberapa titik di Jakarta itu tidak dilakukan.

Terakhir kali Jeongguk melakukan ini, adalah saat beberapa tahun lalu ia dan mantan kekasihnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Kegiatan spontan yang ia lakukan itu ternyata memiliki efek positif yang besar untuk dirinya.

Maka, jika Jeongguk sedang merasa penat dan/atau ingin melampiaskan emosinya, ia segera menyambar kameranya dan pergi ke manapun hatinya inginkan.

Penyesalan selalu datang di akhir, persis yang dirasakan Jeongguk saat sudah merasa puas mengambil beberapa foto di sana.

Entah apa yang membuatnya seketika tersadar, namun Jeongguk ingat jelas, ia segera merogoh handphonenya dari dalam tas, lalu mengetuk layarnya.

Jeongguk membaca beberapa balasan dari Taehyung, kekasihnya itu mengatakan bahwa ia akan pulang ke rumah malam ini. Rasa sesal itu muncul layaknya air bah saat ia membaca ulang pesan yang ia kirimkan pada Taehyung.

Mengapa dirinya kasar sekali? Bahkan ia tidak memberikan kesempatan dan/atau memberi penjelasan pada Taehyung tentang apa sebenarnya yang tengah ia khawatirkan.

Sebaliknya, Jeongguk sibuk melindungi perasaannya sendiri dengan membalas dengan kata-kata yang ia tahu, pasti sudah menyakiti hati Taehyung.

Bodoh. Jeongguk bodoh.

Namun semuanya sudah terlambat. Jeongguk tidak mengira akan menemukan kamar tamu di apartemennya sudah kosong, barang-barang Taehyung sudah tidak ada yang tersisa. Bersih. Pun kekasihnya itu meninggalkan sebuah “surat” dan mengembalikan access card yang selama ini dipegang olehnya.

Ia lalu menengadahkan kepalanya, berusaha menahan air mata yang sudah menggenang, siap untuk jatuh dengan sekali kedipan. Sepasang matanya sudah perih, lelah akibat menangis di apartemen, pun selama perjalanan.

Sepuluh menit berlalu. Jeongguk akhirnya mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan, mempersiapkan diri untuk bertemu dengan kekasihnya.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.

Namun dalam lubuk hati terdalamnya mengatakan, masalah yang terjadi hari ini bukanlah akhir dari hubungan mereka.

Maka dengan mantap, Jeongguk mengambil handphonenya dari dasbor mobil dan membuka fitur pesan singkat, mengetik pesan dengan cepat.

'Kak Namjoon, gue sudah di depan rumah lo. Apa gue bisa masuk?'

;

Hati Taehyung rasanya seperti diremas berulang kali saat kakaknya memberitahu bahwa Jeongguk sudah ada di halaman depan rumah mereka.

Seketika pikiran buruk dalam kepala Taehyung mulai bermunculan.

Apakah kekasihnya itu datang ke rumahnya untuk menyudahi hubungan mereka tiba-tiba? Taehyung bahkan belum mengerti dimana letak kesalahannya. Sedari tadi ia mencoba berpikir dan mengingat-ingat, apakah hari ini adalah hari yang penting, sehingga Jeongguk kecewa karena ia tidak sengaja melewatkannya?

Namun, sepertinya bukan. Kekasih Taehyung itu sempat menyinggung soal komunikasi mereka.

Memangnya, apa yang sebenarnya Jeongguk pikirkan tentangnya?

Apa Jeongguk merasa Taehyung menyembunyikan sesuatu?

Ia lantas melirik jam digital yang terletak pada nakas samping kasurnya.

Lima menit menuju pukul dua belas malam.

Shit. Jeongguk menyetir ke rumahnya, malam-malam seperti ini?

Anak bungsu keluarga Kim itu akhirnya dengan cepat turun dari kasurnya, menyambar jaket yang tergantung dibelakang pintu kamar, dan melangkahkan kakinya lebar-lebar pada anak tangga.

“Mas Tae, tamunya ada di halaman, berdiri dekat mobilnya. Ndak mau duduk,” kata ART Taehyung saat sudah berada di lantai dasar, sebelum ia keluar ke arah halaman. Taehyung lantas mengangguk dan mengucapkan terima kasih, meminta tolong pada ART-nya untuk tidak perlu menunggunya dan langsung istirahat saja.

Saat Taehyung membuka pintu rumah utama, ia melihat sosok kekasihnya yang sangat ia rindukan, sedang berdiri sambil menunduk. Sekilas ia dapat melihat kedua bahu Jeongguk bergetar, seperti sedang menangis.

Taehyung melihat Jeongguk hanya mengenakan kaos berwarna hitam yang tipis dengan celana jeans yang robek dibagian kedua pahanya.

Ia pun berjalan ke arah kekasihnya, langkah kedua kakinya ringan seperti kapas.

Deru napas Taehyung tidak karuan. Ia takut.

Ia menarik napas.

Ia sudah hampir dekat, saat Jeongguk tiba-tiba mengangkat wajahnya yang sudah sayu karena terlalu lama menangis.

Sepasang mata mereka berdua pun bersirobok.

Kerling mata Jeongguk yang tak terlihat bersinar, bertemu dengan sorot mata Taehyung yang teduh.

Jeongguk memberanikan diri untuk melangkah sebelum akhirnya berlari ke arah kekasihnya. Sedangkan Taehyung, dengan sigap melepas jaket yang sedang ia kenakan, untuk dipakaikan pada Jeongguk.

Ia melihat kekasihnya mengulurkan kedua tangannya padanya, seperti seorang bayi yang sedang minta digendong.

Tangis Jeongguk pun kembali pecah. Taehyung dengan segera berlari untuk bertemu dengan kekasihnya di tengah, merengkuh tubuh Jeongguk yang bergetar hebat karena menangis.

“Taehyung. T-tae—, Taehyung...” panggil Jeongguk berkali-kali dengan suara seraknya. Taehyung sedang memeluknya. Taehyung sedang mengecup puncak kepalanya berkali-kali.

Jeongguk merindukan Taehyungnya.

Taehyung merasakan tubuh kekasihnya bergetar, mendengar kekasihnya berbicara terbata-bata disela-sela tangisnya.

Sakit. Rasanya sakit mendengar Jeongguk menangis, mencoba mengambil napasnya. Taehyung sudah memeluk Jeongguk terlalu erat, mengusap punggung kekasihnya itu naik turun.

Hell, Taehyung pun sekarang juga menangis.

“Sayang. Sayang, tarik napas, oke? Ayo ikuti kata-kata aku. Jeongguk. Jeonggukie,” panggil Taehyung, membimbing kekasihnya. “Tarik napas. Satu. Ayo, sayang. Tahan. Buang. Jeongguk, hei, sayang. Are you still with me?”

Ia mendengar Jeongguk menggumam sambil terlihat mengangguk berkali-kali. Kekasihnya itu masih menangis, meraung-raung, meremas kaus tipis Taehyung yang sebentar lagi sepertinya akan robek.

Namun Taehyung membiarkannya.

“K-kamu kenapa pergi? K-kamu... kamu k-kenapa ninggalin aku, Taehyung? Kenapa?” Jeongguk bertanya putus asa sambil menangis. Ia tidak peduli air matanya sudah benar-benar membasahi leher Taehyung.

Ia takut. Jeongguk tidak pernah menangis seperti ini seumur hidupnya.

Kekasih Taehyung itu akhirnya mengangkat wajahnya, melihat ke arah Taehyung yang sudah menatap dengan manik hazelnya yang indah. Mata yang selalu menjadi sorot favorit Jeongguk.

Are you going to break up with me, so you left? Iya, Tae?” Ia bertanya dengan seluruh tenaganya yang tersisa.

Jeongguk sudah lelah menangis, sudah lelah menyetir, sudah lelah berteriak hingga tenggorokannya sakit. Ia tidak sanggup jika harus mendengar jawaban Taehyung yang akan membuatnya lebih sakit lagi.

Kata-kata Jeongguk layaknya tamparan keras pada kedua pipi Taehyung.

Tidak. Ia tidak ingin. Tidak, jangan sampai.

“Sayang. Lihat aku. Jeonggukie, lihat aku,” pinta Taehyung dengan suara seraknya. Ia lantas melepas pelukannya pada Jeongguk untuk menangkup wajah kekasihnya.

Taehyung memanggil Jeongguk lagi, mencoba meminta untuk menatap kedua matanya. Ia tidak berhenti mengusap kedua pipi Jeongguk dengan kedua ibu jarinya, berusaha menyalurkan permintaan maaf dan rasa sayangnya lewat gestur sederhana itu.

Jeongguk membuka matanya yang terlihat sudah memerah.

“Sayang, aku minta maaf. Aku minta maaf sekali.” Jeongguk mendengar Taehyung berkata lirih. Ia merasakan napas Taehyung di wajahnya. Ia merasakan dahi Taehyung menempel pada dahinya. “Maaf sudah gegabah. Aku tidak ada maksud untuk pergi dari kamu. Maaf.”

Ia hanya bisa menggeleng cepat.

Tidak seharusnya Taehyung yang meminta maaf padanya.

Seharusnya dirinya sendirilah yang meminta maaf pada kekasihnya itu.

“Nggak, Tae. Nggak,” jawab Jeongguk dengan suaranya yang parau. “I am sorry for everything. I am the one who should be sorry.

Please tell me that we're going to be okay after this, Taehyung. P-please.”

Jeongguk meminta dan meminta, tidak berhenti merapalkan kalimat itu berulang-ulang dalam hatinya.

Tolong jawab aku, Taehyung. Tolong. Tolong jawab aku bahwa kita akan baik-baik saja.

Of course, sayang. Of course. Let's go inside and talk, okay? Badan kamu dingin sekali,” jawab Taehyung, mengajak Jeongguk untuk masuk ke dalam rumahnya.

They know they will be okay,

It will be...

...right?


*Ndak : 'Tidak' dalam bahasa Jawa *ART : Asisten Rumah Tangga

magnolia ; i got you • 534

Bohong rasanya jika Taehyung merasa bahwa ia akan baik-baik saja

Hell, tentu tidak.

Perjalanannya menuju restoran yang sudah dipilih oleh orang tuanya untuk makan siang bersama sebenarnya hanya membutuhkan waktu satu jam dari apartemen Jeongguk. Taehyung bersyukur, lalu lintas agak padat, setidaknya membuat dirinya bisa mempersiapkan diri dan mentalnya sedikit lebih lama.

Betapa Taehyung tahu, bagaimana rasa penasaran dan malasnya melebur menjadi satu, serta rasa was-was ikut mengambil tempat dalam hatinya. Taehyung tidak pernah suka dengan kejutan yang diberikan oleh keluarganya, terkecuali jika itu diberikan dari Namjoon. Ya, mungkin kejadian beberapa tahun saat Seokjin, kakak tertuanya memperkenalkan dirinya dengan seseorang yang sekarang sudah menjadi mantan kekasihnya.

Jika Taehyung boleh jujur, ia sebenarnya sangat gugup, akan bertemu muka dengan Seokjin setelah sekian lama tidak bertemu.

Apa yang akan mereka bicarakan?

Tidak.

Apa yang akan mereka katakan saat nanti bertemu? Halo, bagaimana kabarmu? Atau menanyakan hal lain yang akan memancing emosi kakaknya itu? Taehyung tidak tahu.

Pikirannya berkecamuk, rasanya ia ingin berteriak atau bahkan memukul setirnya saat ini. Sebenarnya, ia bisa meminta pertolongan pada Namjoon, atau bahkan Jeongguk, setidaknya untuk membantu dirinya sendiri mengurai isi kepalanya.

Namun Taehyung merasa, ini adalah 'peperangan'nya sendiri. Ia tidak ingin merepotkan kekasihnya dengan pikiran tidak penting, tidak ingin membuat Jeongguk terbebani dengan urusan keluarganya.

Anak bungsu keluarga Kim itu mengirimkan pesan singkat pada Namjoon, memberitahu pada kakaknya itu bahwa ia akan sedikit terlambat. Taehyung mengetik pesan itu cepat, mengirimkannya, lalu menaruh handphonenya asal pada dasbor mobil. Ia tidak menunggu balasan dari Namjoon karena lalu lintas di depan mobilnya terlihat sudah mulai terurai. Taehyung lalu menyalakan lampu sein kiri untuk berpindah jalur dan memutar setirnya cepat. Melihat jalanan di depan mobilnya agak kosong, ia lalu menancapkan gas agak dalam, berusaha menembus kemacetan supaya ia cepat sampai di lokasi pertemuan.

Taehyung belum tahu, situasi apa dan siapakah sosok yang akan ia hadapi saat ia tiba di tujuan nanti.

;

Taehyung memutuskan untuk menggunakan jasa valet parking saat tiba di lobi hotel di kawasan Bundaran HI itu, tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Semakin cepat ia bertemu dengan keluarganya, semakin cepat pula ia akan pulang dan bertemu dengan Jeongguk.

Saat Taehyung menunggu petugas valet menuliskan nama dan plat nomor kendaraannya pada secarik kertas, ia mengeluarkan handphonenya dari saku celananya. Taehyung hanya menggunakan benda itu untuk mengirim pesan singkat pada Jeongguk, memberitahu kekasihnya bahwa ia sudah sampai di hotel.

“Atas nama Keluarga Kim, Mbak,” jawab Taehyung pada salah satu waiter yang standby di depan pintu masuk restoran jepang itu. Ia dan ibunya sudah pernah datang ke tempat ini; restoran yang masih sangat identik dengan dekorasi tradisional bernuansa Jepang. Ia ingat, restoran ini memiliki beberapa private room yang beralaskan tatami, terasa seperti berada di bilik-bilik persis layaknya ruangan di dalam rumah-rumah Jepang.

Waiter itu pun tersenyum, mempersilahkan Taehyung untuk mengikutinya menuju ruangan yang sudah direservasi untuk keluarganya menyantap makan siang. Taehyung sempat bertanya pada seorang waiter itu, di mana letak ruangan yang dipilih oleh ibunya. Wanita itu menoleh, berjalan sambil menjawab dengan ramah. “Ibu Kim memilih di ruangan yang ada tataminya, Pak.”

Mendengar jawaban wanita itu, Taehyung tertegun.

Resmi sekali sampai memilih di tatami? Memangnya siapa yang akan ia temui? Tidak mungkin jika bertemu dengan keluarganya saja harus memilih ruangan dengan kesan intim seperti itu, batinnya dalam hati.

Namun, apa yang dapat Taehyung lakukan? Toh, ia hanya diundang oleh kedua orang tuanya untuk datang.

Mungkin ini memang acara makan siang biasa, mengingat seluruh anggota keluarga inti Kim akan bertemu untuk pertama kalinya, setelah sekian lama.

Ia lalu hanya tersenyum simpul dan mengangkat kedua bahunya saat sang waiter sudah membalikkan tubuhnya lagi.

Sekilas, Taehyung dapat mendengar dari kejauhan suara tawa khas ayahnya dan ibunya, yang sepertinya sedang mengobrol dengan para kakaknya. Jujur saja, keluarganya sudah lama sekali tidak berkumpul lengkap seperti ini. Biasanya hanya antara Taehyung dan ibunya, atau ia dengan Namjoon dan ibunya. Ayahnya beberapa kali melakukan panggilan telepon lewat video setiap ibu dan kedua anaknya ini sedang pergi bersama.

Sedang Seokjin, well Taehyung tidak pernah bertemu, bahkan tidak memiliki niatan untuk bertanya. Kakaknya itu seperti ditelan bumi. Atau mungkin, Seokjin tidak ingin berbicara dengan Taehyung.

Entahlah, rasanya ia sendiri sudah tidak peduli sekarang.

Saat Taehyung kurang beberapa langkah lagi untuk sampai di ruangan yang dituju, ia mendengar suara tawa seorang wanita dari dalam sana. Suara yang sepertinya sering ia dengar? Namun Taehyung tidak ingat di mana ia pernah mendengar suara familiar itu. Suara tawa yang anggun, namun tidak dibuat-buat. Sangat alami.

Taehyung lantas mengernyit. Siapa dia? Rasa khawatirnya mulai menyeruak dari hatinya. Ia tidak akan terjebak dalam pertemuan pahit untuk kedua kalinya, 'kan? Ia ingat betul kata-kata ibunya beberapa waktu lalu bahwa kedua orang tuanya sudah “merestui” hubungannya dengan Jeongguk.

Lantas, siapakah wanita yang ada di dalam sana selain ibunya? Apakah ia adalah calon pendamping kakaknya?

Atau, entah, mungkin wanita itu adalah kerabat dekat orang tuanya?

Ia tidak tahu, dan rasanya, Taehyung sama sekali tidak ingin tahu.

Taehyung merasa seperti ada beban berat yang terikat di kedua kakinya.

Sang waiter itu sudah lebih dulu sampai di depan ruangan, menggeser pintu yang bernuansa seperti rumah di Jepang itu untuk dibuka.

Saat pintu terbuka, terlihat kedua orang tuanya sedang duduk menghadap ke arah pintu, sedang tertawa dengan seorang wanita entah siapa dan pria, yang ia hafal betul adalah Seokjin.

Taehyung melihat sekilas ke arah wanita yang berambut panjang itu, teruntai jatuh mengenai sandaran kursi tempat wanita itu duduk. Ia pun melirik sedikit ke arah meja yang berada tepat di antara Seokjin dan ayahnya. Taehyung melihat sebuah handphone dan dompet yang ia hafal betul adalah milik kakak keduanya, Namjoon, tergeletak di samping cutleries yang tersusun rapi.

Sepertinya Namjoon sedang pergi ke toilet, pikir Taehyung.

Sang anak bungsu keluarga Kim akhirnya memasuki ruangan, tersenyum lebar saat kedua orang tuanya menyapanya dengan heboh. Ayah dan Ibu Taehyung lantas berdiri dari duduknya, membuka kedua tangan mereka untuk menyambut Taehyung.

Ia lantas melangkah masuk, mengabaikan sosok kakak pertamanya yang sudah menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Taehyung berjalan ke arah kedua orang tuanya sambil tertawa.

“Hei, Mam, Pap, I missed you. Kalian apa kabar?” Taehyung bertanya, benar-benar mengabaikan sosok kakak pertamanya yang terlihat dari ekor matanya.

Taehyung sadar betul, sosok wanita di samping Seokjin itu pun sudah hendak berdiri untuk menyapanya. Ia belum tahu siapa wanita itu, pandangannya masih tetap berfokus pada kedua orang tuanya yang sedang memeluknya berbarengan saat ini.

We're fine, we missed you as well, son.” Ayah Taehyung akhirnya menjawab, dengan suara beratnya yang khas sambil tersenyum sumringah.

“Taehyung, Nak, where's your manner?” Ibunya akhirnya berkata dengan santai sambil tertawa, berusaha mencairkan suasananya yang, entah, seperti tiba-tiba tegang? “Say hi to your so called long lost oldest brother, no? And his dear friend right here.”

Taehyung mengikuti arah ke mana tangan ibunya menunjuk, menoleh pelan sambil mempersiapkan hatinya untuk bertemu mata dengan Seokjin setelah sekian lama, dan dengan entah siapa sosok pemilik suara yang familiar itu.

Namun sayang, rasanya Taehyung tidak bisa mengontrol raut wajahnya saat ia melihat sosok wanita itu.

Pantas saja ia merasa sangat mengenali suara tawa itu. Pantas saja ia merasa mengenali surai panjang berwarna coklat itu.

Karena saat ini, di hadapannya sedang berdiri seorang wanita dengan raut yang sama terkejutnya dengan Taehyung, yang sedari tadi sudah menatapnya dengan sepasang mata terbelalak sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

What the fuck is Anggia doing here? Who is Anggia to Seokjin and us? Why is she up to? tanya Taehyung tidak percaya dalam hati.

;

Surprisingly to all of them, the lunch meeting went well.

Taehyung seketika lupa rasa dengan rasa khawatirnya, lupa dengan rasa penasarannya, dan menariknya, Taehyung lupa akan rasa kesal pada kakaknya. Semua itu luntur saat Namjoon dengan gaya khasnya yang santai memulai pembicaraan. Kedua orang tua mereka hanya sesekali menimpali, selebihnya mereka berdua mengobrol dengan Anggia.

Taehyung berusaha mengabaikan rasa aneh yang menggelenyar dalam hatinya dan pertanyaan yang sedari tadi menuntut untuk dijawab dari dalam kepalanya.

Ada apa ini sebenarnya? Ia sebenarnya belum siap menghadapi kenyataan bahwa Anggia memang memiliki hubungan khusus dengan keluarga kecil ini.

Sedari tadi, Taehyung sesekali mencuri pandang dengan ekor matanya, bagaimana kedua orang tuanya begitu akrab dan lepas saat berbicara dengan Anggia.

Aneh sekali. Sosok wanita baru yang ada di sini bersama dengan keluarganya, adalah bukan Anggia yang ia kenal dan tahu selama beberapa waktu belakangan. Mulai dari gaya berpakaiannya, cara wanita itu berbicara, pun bagaimana wanita itu tertawa. Membuat Taehyung seakan sedang melihat sosok serupa tapi tak sama.

Siapa wanita ini sebenarnya?

Pertanyaan itu terus muncul didalam otaknya. Namun Taehyung mencoba memfokuskan diri dan pikirannya untuk menanggapi kedua kakaknya saja. Suasana nyaman diantara mereka tidak sebanding dengan rasa penasarannya.

Tiga bersaudara itu akhirnya mengobrol lagi, saling menimpali saat mencoba mengingat-ingat memori masa kecil mereka. Beberapa kali mereka tertawa terbahak-bahak, hingga Seokjin menunduk sambil memegang perutnya, mengeluh kesakitan karena sibuk tertawa.

Sepertinya kakak tertua Namjoon dan Taehyung itu merindukan saat-saat seperti ini, berkumpul bersama keluarga dan hanya memikirkan hal-hal yang sederhana saja.

Ayah Taehyung sempat menyinggung, bahwa beliau dan Seokjin akan resmi kembali ke Indonesia bulan depan. Ayahnya akan mengekspansi bisnisnya itu hingga ke tanah air, menghasilkan keputusan bahwa mereka berdua akan kembali, for good.

Itu berarti, keluarga Kim akan kembali seperti sedia kala. Tidak ada lagi aksi “kucing-kucingan” atau bahkan ghosting sesama saudara.

Itulah yang membuat Taehyung memutuskan untuk meredam amarahnya pada Seokjin, mencoba menyingkirkan egonya saat ini.

Ia masih memiliki banyak waktu untuk mengkonfrontasi kakak tertuanya itu, ingin bertanya dan meminta kejelasan, ke manakah selama ini kakaknya itu pergi.

Tidak lama setelahnya, kedua orang tua Taehyung pamit pulang terlebih dahulu. Beliau berdua sudah memiliki janji temu dengan teman-teman ayahnya semasa sekolah dulu.

Mereka semua pun lantas berdiri, tak terkecuali Anggia. Taehyung lantas menggeser kursinya untuk mencium pipi orang tuanya, mengucapkan hati-hati di jalan, dan mengantarkan keduanya sampai di ambang pintu private room itu.

Saat Taehyung sudah melihat orang tuanya hilang dari kejauhan, ia lalu menggeser pintu, membalikkan tubuhnya. Ia melihat Anggia sedang fokus menunduk, mengetik sesuatu pada layar handphonenya, sedari tadi tidak berani menatap ke arahnya sama sekali. Taehyung lantas mendengus dan menggelengkan kepala, masih tidak percaya.

“Dek Tae, lo duduk sini sebentar, deh.” Taehyung mendengar Seokjin memanggilnya, sambil menarik kursi tatami yang ada di sampingnya. “There's something I want to talk to you and Namjoon. Since Mama and Papa already knew it.”

Namjoon sekilas melirik ke arah Taehyung dengan mengernyit bingung, seperti hendak bertanya padanya. Seandainya kakaknya itu tahu bahwa ia sendiri pun tidak mengerti akan apa yang ingin dibicarakan oleh kakak tertuanya itu

Damn, Taehyung saja masih memiliki banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Seokjin.

Ia lalu menjulurkan kaki kanannya terlebih dahulu ke ruang kosong dibawah meja mereka, mencari posisi yang nyaman untuk duduk.

Setelah duduk, Taehyung lalu mengangkat kepalanya dan menatap Seokjin yang ada di sampingnya. “Yes, mau bicarain apa, Kak Jin?” Taehyung bertanya, sambil melirik ke arah Namjoon, tidak menghiraukan Anggia yang saat ini sedang duduk persis berhadapan dengan Seokjin.

“Nggak ada yang begitu penting.” Seokjin memulai dengan tenang, menatap Taehyung sambil tangan kirinya memegang bahu adik bungsunya itu. “I just want to introduce you to her. She is Anggia, as you already knew.” Seokjin berkata dengan hati-hati. Ia tidak ingin merusak suasana nyaman yang sudah terbentuk.

Taehyung melirik ke arah Anggia sekilas, tidak lebih dari lima detik, lalu menatap kedua mata kakak sulungnya itu lagi. “Ya, gue sudah kenal siapa dia saat gue di kantor.” Taehyung merasa harus menanyakan hal yang terus-menerus menggedor otaknya. “But, who is she to you?”

Seokjin lalu mengangkat tangan kanannya dari bawah meja, mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Anggia. “Kalau semua lancar, gue sama dia akan ke jenjang yang lebih serius...”

Okay, that's shocking but I can manage, batin Taehyung dalam hati, berusaha mengatur raut wajahnya itu, walaupun ia sendiri ingin berteriak tepat di depan muka kakak sulungnya itu sekarang juga.

”...she was also Seojoon's ex for months, Tae. Before he left to Shanghai last year...”

What the fuck? She what?!”

magnolia ; i got you • 531

cw ⚠️ slightly steamy kissing scene(?)


You're so warm, Jeonggukie, I don't want to go.”

Taehyung berbisik pelan dengan suaranya yang berat, persis di telinga Jeongguk, membuat bulu kuduk disekujur tubuh kekasihnya itu meremang. Jeongguk lantas hanya tersenyum sumringah, tangan kirinya menarik tangan kanan Taehyung yang sedari tadi sedang mengusap pelan perutnya turun naik.

Entah sudah berapa menit mereka berdua tenggelam dalam keheningan masing-masing, sambil berpelukan diatas kasur, tentu saja. Beberapa saat lalu, Jeongguk membuka tirai tebal di ruang tengah karena sudah siang. Setelah membuat segelas kopi pahit untuk dirinya sendiri, ia lantas membuatkan minuman coklat panas untuk kekasihnya. Tidak lama kemudian, Taehyung mengirim pesan untuk menanyakan keberadaannya.

Ah, pas sekali, batin Jeongguk sambil tersenyum.

Ia lalu bertukar pesan dengan kekasihnya, sambil meminta pria itu untuk menggosok giginya. Jeongguk terkekeh saat mengetik pesan itu, tapi ia tidak peduli, he wants to have his morning kisses.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi saat ini, matahari sudah agak tinggi dan menembuskan panasnya, memasuki jendela kamar apartemen Jeongguk. Hangat. Pendingin ruangan yang masih menyala dengan suhu paling dingin sepertinya sebentar lagi akan kalah dengan panas dari luar itu.

Jeongguk memandang lurus ke arah luar jendela, masih menaruh kepalanya pada lengan Taehyung sebagai bantal. Sedangkan kekasihnya itu, sedari tadi masih sibuk mendaratkan ciuman bertubi-tubi pada belakang kepala Jeongguk dan telinganya bergantian.

Taehyung masih mengecup belakang kepala dan telinga Jeongguk malas, membuat kekasihnya itu merasa geli. Ia pun merasakan Taehyung mengecup tengkuknya, menghembuskan napas yang hangat tepat dilehernya. Berusaha menyembunyikan kedua pipinya yang ikut menghangat, Jeongguk lantas menggenggam tangan Taehyung kemudian, menautkan jari-jemari mereka berdua.

“Sayang, ayo cepat mandi. Kamu nanti kalau ketiduran, susah lagi banguninnya,” pinta Jeongguk sambil terkekeh, mendengar kekasihnya itu langsung mengerang protes karena usulnya. Jeongguk yang masing menggenggam tangan mereka berdua, lantas menariknya dan mengecup punggung tangan Taehyung berkali-kali. “Waktu kita nanti sore 'kan masih banyak, Tae. You still can kiss the fuck out of me again later today.”

Taehyung yang masih menempelkan bibirnya pada leher kekasihnya itu lantas tersenyum, merasakan getaran tubuh Jeongguk akibat tertawa didadanya.

This is Taehyung's favorite position though; Jeongguk's body is curling like a little spoon yet looks like a mini burrito, everytime he hugs his boyfriend from behind.

Ia lalu mengangkat tubuhnya sedikit, menyangga beban tubuhnya dengan sikunya agar tidak menimpa Jeongguk. Taehyung lalu melepaskan tangan kanannya yang masih digenggam oleh Jeongguk untuk memegang dagu kekasihnya dengan ibu jari dan telunjuknya. Ia menolehkan wajah pria itu untuk menghadapnya, membuat Jeongguk akhirnya menatap sepasang manik hazelnya lekat-lekat.

Wajah mereka saat ini hanya berjarak tidak lebih dari sepuluh sentimeter. Mereka berdua dapat merasakan hembusan napas masing-masing. Hangat. Jeongguk rasanya ingin tenggelam dalam napas Taehyung itu sekarang juga.

Sweetheart, I told you, I really don't want to go. My lucky charm will not be there,” bisik Taehyung sambil memajukan wajahnya lagi, berusaha mengikis jarak diantara mereka berdua. Jeongguk lantas menggeser tubuhnya sedikit, mencari posisi nyaman karena lehernya mulai terasa nyeri. Ia menyampingkan tubuhnya, setengah menghadap ke arah Taehyung.

Jeongguk merasakan bibir Taehyung menyapu bibirnya lembut, pun hidung kekasihnya yang mancung itu menyentuh hidung bangirnya.

But since we're here, may I ask you to give your kisses as my lucky charm instead, Jeonggukie?” Taehyung bertanya, menarik wajahnya sedikit untuk menatap mata bulat miliknya. Jeongguk lalu tersenyum, menunjukkan gigi kelincinya pada pria kesayangannya dan mengangguk pelan.

Taehyung hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil mengusap pelan lengan Jeongguk.

Pria yang lebih muda dari Taehyung dua tahun itu melihat kekasihnya berusaha memposisikan tubuhnya nyaman. Ia menahan beban tubuhnya dengan kedua siku tangannya yang ia tumpu disamping kepala Jeongguk.

Damn, I love you, Jeonggukie,” kata Taehyung kemudian, memajukan wajahnya untuk mencium dahi kekasihnya terlebih dahulu, meninggalkan beberapa kecupan disana. Bibir kasar milik Taehyung itu lantas mengarah turun, mencium batang hidung kekasihnya. Jeongguk refleks memejamkan matanya, merasakan kasih sayang kekasihnya melalui kecupan itu. Taehyung pun mengambil waktu sebentar untuk mencium kedua kelopak mata Jeongguk, mengapresiasi seluruh wajah kekasihnya dengan ciuman.

“Tae—!,” panggil Jeongguk sambil meringis, memukul pelan lengan kekasihnya yang sedang tertawa karenanya. Taehyung menggigit hidung Jeongguk hingga terasa memerah. “Jangan gigit hidung aku! Sakit! Nanti merah!”

Jeongguk terlihat sedang melirik tajam ke arahnya, membuat Taehyung lantas hanya bisa tertawa terbahak-bahak sambil mengusap hidung kekasihnya itu dengan ibu jarinya pelan. “Iya, iya, maaf, sayang. Gemes soalnya.” Tidak ada respon yang dapat Jeongguk berikan selain tersenyum sumringah. Ia kemudian mengangkat kedua tangannya, mengalungkannya pada leher pria itu.

Ia menarik Taehyung mendekat untuk mencium hidung mancung kekasihnya, lalu menarik kepalanya agar dapat menatap Taehyung tepat pada kedua matanya. I am so grateful, you know?, kata Jeongguk tanpa suara pada Taehyung.

I love you too, Taehyungie,” bisik Jeongguk lagi kemudian.

Tersenyum lebar karenanya, Taehyung lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Jeongguk untuk mencium kekasihnya itu. Ia pun mengatur ritmenya, tidak ingin terburu-buru seperti sedang mengejar sesuatu. Malah sebenarnya, ciuman itu termasuk ciuman malas. Ritme yang Taehyung atur sangat lambat. But he loves it.

Lidah Taehyung menyapu bibir Jeongguk, mengecap rasa kopi hitam yang tertinggal pada bibirnya.

Pahit.

Namun tidak masalah, it's Taehyung's favourite, though. Jeongguk's lips.

Seperti layaknya merasakan kopi hitam yang dicampur dengan coklat, Jeongguk mengernyitkan dahinya. Aneh, pikirnya, sesaat sebelum tersadar bahwa ia hendak membalas ciuman Taehyung. Ia pun tersenyum lalu menekankan bibirnya pelan pada bibir Taehyung.

Kissing Taehyung is one of his favorite things to do, selain memeluk kekasihnya itu seharian, bepergian dengan Taehyung, atau bahkan hanya bermalas-malasan di apartemennya.

Segala kegiatan yang ia lakukan berdua dengan Taehyung adalah hal favoritnya.

Taehyung memagut bibir bawah Jeongguk, menariknya dengan kedua bibirnya dan tersenyum kemudian. Berciuman dengan Jeongguk selalu membuat Taehyung hampir mabuk. Ia lalu menggeser bibirnya untuk mencium dagu Jeongguk, lalu mencium rahang yang selalu menjadi kebanggaan kekasihnya itu.

My jawline is literally an asset, Taehyungie. Well, selain mata, bibir, hidung, dan mata aku, sih, kata Jeongguk beberapa waktu lalu.

“Tae, kamu kapan mandinya, ini sudah jam berapa—” kata Jeongguk terdengar seperti menggerutu, mencoba mengatur napasnya dan suaranya yang sudah ingin berteriak.

Bulu kuduknya meremang, merasakan Taehyung mengecup lehernya tiga kali, tepat pada tahi lalatnya. Sepertinya Taehyung memang sengaja seperti ini untuk mengerjainya. Kekasihnya itu tahu persis bahwa ia mudah sekali merasa geli, terutama bagian lehernya.

Taehyung hanya terkekeh kemudian, mencium bibir kenyal Jeongguk lagi sekilas, sebelum akhirnya mengangkat tubuhnya dari sana. “Alright, alright. Aku mandi sekarang.”

Jeongguk merasakan beban pada kasurnya berkurang, saat melihat Taehyung menjulurkan kakinya ke lantai untuk turun. Ia pun dengan cepat menarik selimutnya untuk menutupi kepalanya, menyembunyikan semburat merah dipipinya yang terasa panas seperti kepiting rebus.

Sesaat, Jeongguk kembali merasakan tubuh Taehyung mendekat, membuat Jeongguk lalu menyibakkan selimutnya. Taehyung tengah mendekatkan wajahnya lagi, mencium dahi Jeongguk dengan sayang.

Thank you, Jeonggukie. Aku sudah nggak deg-degan lagi sekarang.”

Ia pun mengangguk, mengangkat tangannya dan menangkup wajah Taehyung, lalu mencium pipi kekasihnya.

It's my pleasure, Tae. Sudah sana kamu mandi.”

Jeongguk melihat Taehyung menegakkan tubuhnya untuk melangkah dari sana, saat tiba-tiba kekasihnya itu menggelitiknya, tepat pada kedua lekuk pinggangnya.

“Aduh—! Taehyung sialan! Geli, tahu! Sini kamu!” Jeongguk berteriak kencang, masih merasakan geli dipinggangnya, mencoba menegakkan tubuhnya untuk mengejar Taehyung.

Namun pria itu, dengan cepat beranjak dari tempat tidur Jeongguk, berlari ke luar kamar untuk menyambar handuknya kemudian yang tergantung didepan pintu sambil tertawa terbahak-bahak.

I'm sorry, baby! I'm sorry!

magnolia ; i got you • 509

Perjalanan dari Bandung menuju Jakarta mereka tempuh dalam waktu yang tidak normal—sekitar empat setengah jam, termasuk satu jam untuk berhenti makan siang di rest area dan membeli beberapa gelas minuman kopi via drive thru.

Taehyung memutuskan untuk tidak menyetel lagu sama sekali saat melewati tol Cikampek-Padalarang karena kakaknya sedang tertidur pulas. Sepertinya Namjoon benar-benar kelelahan. Ia melihat dari kaca spion tengah mobilnya, kakaknya itu memiringkan kepalanya dan tubuhnya ke arah Jimin tanpa bergeming. Hanya terdengar suara dengkuran halus yang keluar dari mulutnya.

Selama perjalanan, Taehyung dan Jeongguk tenggelam dalam keheningan masing-masing. Namun Taehyung, seperti biasa, meminta pada Jeongguk untuk diperbolehkan memegang salah satu tangannya. I need skin contact, okay, katanya tadi pada Jeongguk, yang ditanggapi oleh kekasihnya hanya dengan kekehan.

Walaupun pada akhirnya, Jeongguk hanya bisa tersenyum karena melihat Taehyung memutar kedua bola matanya, lalu mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Taehyung pada setir.

“Gitu aja kok ngambek sih kamu, Tae? Nggak asik deh,” ledek Jeongguk sambil berbisik, lalu terkekeh kemudian.

Kekasih Jeongguk yang sedang terlihat memijat-mijat kakinya sendiri akibat terlalu sering mengangkat kakinya dari pedal, hanya menoleh sekilas ke arahnya. Taehyung lalu tersenyum lebar, menunjukkan sederet gigi putihnya. “Iseng aja, lihat kamu luluh nggak. Eh luluh juga. Ternyata bukan cuman aku yang bucin verified.”

Mendengarnya, Jeongguk hanya menggeram lalu melirik tajam ke arah Taehyung. Ia mencengkram tangan Taehyung yang sedang digenggamnya, lalu menggigit pelan lengan kekasihnya itu.

Taehyung lalu meringis. “Sakit, Jeonggukie,” keluh Taehyung, lalu ia menyambung lagi. “Untung pacar, kalau nggak, aku pasti balas gigit tangan kamu juga.”

Jimin yang duduk di belakang hanya mendengus pelan sambil berbisik, tidak ingin membangunkan Namjoon yang sedang tertidur dengan kepalanya yang disandarkan dipundak Jimin.

“Lo berdua ada atau nggak ada orang di sekitar, sama aja ya. Apa kabar kalau salah satu dari kalian nanti suatu hari diminta dinas luar kota? Balas dendamnya berapa minggu,” kata Jimin santai, membuat Jeongguk lantas membalikkan badannya lalu menjulurkan lidahnya ke arah temannya itu.

Jeongguk lalu membalikkan tubuhnya lagi ke arah depan, mendengar Jimin menahan tawa. Ia lalu tersenyum, merasakan kedua pipinya menghangat mendengar kata-kata rekan kerjanya itu.

Benar juga, gue dan Taehyung belum pernah pisah selama itu, batinnya.

Melihat kekasihnya melamun karena percakapan barusan, Taehyung lantas meraih tangan kekasihnya lagi, mengusap-usap punggung tangannya dengan ibu jarinya, sambil melihat ke arah lalu lintas yang masih padat di depannya. Taehyung tersenyum, memberikan afirmasi pada kekasihnya bahwa tidak perlu memikirkan hal yang belum tentu terjadi itu.

We can solve it with video call, right, sayang?” Tanya Taehyung sambil mengecup punggung tangan Jeongguk berkali-kali. Dari ujung matanya, Taehyung dapat melihat kekasihnya lantas menoleh dan menyunggingkan senyum simpulnya.

Yes,” kata Jeongguk memajukan wajahnya kemudian, menatap wajah Taehyung lalu mendaratkan kecupan pada pipi kekasihnya itu. “We can always solve it.”

;

Setelah mengantar Namjoon dan Jimin ke salah satu apartemen milik kakaknya di Jakarta, akhirnya Taehyung dan Jeongguk sampai di apartemen milik kekasihnya di bilangan Kemang, Jakarta Selatan itu.

Beruntung sore menjelang malam ini, lalu lintas tidak begitu padat, sehingga mereka berdua hanya menempuh waktu setengah jam menuju apartemen Jeongguk. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore saat mereka tiba di apartemen.

Eunwoo, Mingyu, dan Yugyeom sempat mengabari mereka berdua bahwa trio teman dekat Jeongguk itu sudah sampai di rumah masing-masing via pesan singkat. Jeongguk lantas membalas dengan ucapan terima kasih panjang lebar, tak lupa menyuruh mereka bertiga untuk cepat mandi dan istirahat.

“Sayang, kamu mau berendam nggak?” Taehyung bertanya dengan setengah berteriak pada Jeongguk dari arah pintu apartemen. Kekasih Taehyung itu sudah lebih dulu masuk, berjalan ke arah kitchen untuk menyalakan panel listrik di flatnya. Taehyung menutup pintu apartemen dengan menjulurkan kakinya, karena tangannya penuh akibat menjinjing beberapa barang.

Walaupun mereka hanya bepergian ke Bandung beberapa hari, namun barang bawaan mereka dari sana termasuk sangat banyak.

Taehyung mendengar bunyi gemerincing kunci mobilnya yang bersentuhan dengan kitchen island Jeongguk. Ia pun mendengar kekasihnya seperti mengambil teko air panas yang biasanya digunakan untuk menyeduh teh untuk mereka berdua. “Biar aku siapin kalau kamu sudah capek, Gguk,” kata Taehyung masih dengan volume suara yang menurutnya dapat terdengar oleh kekasihnya hingga ke dapur.

Tak lama kemudian, Taehyung mendengar langkah kaki Jeongguk mendekat, seperti berlari-lari kecil ke arahnya. “Sini aku bantu, Tae,” kata Jeongguk singkat sambil mengambil kantong plastik berisi sepatu boots mereka yang kotor dari tangan Taehyung. Ia pun tak lupa mengambil koper besar warna hitam miliknya untuk dibawa ke kamar tidurnya.

Jeongguk rasanya lelah sekali. Perjalanan dari dan ke Bandung benar-benar membuatnya ingin segera merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Sekujur tubuhnya pegal. Ia rasanya ingin sekali mengusulkan untuk pergi ke tempat refleksi dengan Taehyung sekarang juga, seperti saat dahulu mereka berdua belum menjadi sepasang kekasih.

Namun akhirnya ia urungkan karena teringat, bahwa Taehyung pasti jauh lebih lelah dibandingkan dirinya. Selelah apapun kekasihnya itu, ia pasti akan lantas mengiyakan ajakan Jeongguk dan bersikeras agar dirinya saja yang menyetir.

Menghela napas kasar, ia lalu berkata pada Taehyung yang terlihat sedang memutar-mutar lehernya dan menekuk-nekuk jemari tangannya bergantian. “Duh, andai aku punya jacuzzi di sini, kita bisa berendam bareng, Tae.”

Taehyung yang sedang sibuk meregangkan tubuhnya yang pegal karena menyetir sehabis melawan kemacetan lagi, menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Jeongguk. Ia lalu melepas jaket hitam yang sempat dipakainya tadi, meletakkannya pada sandaran sofa dekat pintu apartemen Jeongguk, dan berjalan mendekat ke arah kekasihnya itu.

I wish I have one too at home,” ujar Taehyung sambil menjulurkan kedua tangannya untuk memegang bahu kekasihnya. “Ayo kita segera mandi masing-masing, so we can drink our tea and cuddle soon, okay?” Taehyung berkata dengan tersenyum, dengan lembut memijat-mijat tengkuk Jeongguk yang sepertinya terasa pegal.

Mmhh, okay, Tae,” jawab Jeongguk melenguh, merasakan pijatan Taehyung mungkin bisa membuat ototnya rileks. Sementara ia sudah mengalungkan kedua tangannya pada punggung Taehyung untuk mengikis jarak diantara mereka. Jeongguk lantas menggumam, menyandarkan kepalanya pada bahu Taehyung. “I just need to cuddle you soon. Aku jadi males mandi.”

Mendengar Jeongguk, Taehyung hanya terkekeh sambil mengusap bagian belakang kepala kekasihnya. Surai hitam Jeongguk yang tebal itu terasa seperti kain sutra karena terlalu halus.

Taehyung pun secara otomatis menenggelamkan wajahnya pada puncak kepala kekasihnya. “I will carry you to the bathroom then kalau kamu nggak mau mandi,” kata Taehyung sambil mengecup kening Jeongguk, masih memeluk kekasihnya yang terdengar menghela napas.

Yeah, alright, Tae,” kata Jeongguk kemudian sambil melepas pelukannya, lalu berjinjit sedikit untuk menangkup wajah Taehyung dan mencium kekasihnya.

Jeongguk mengikis jarak antara mereka dengan mendaratkan kecupan singkat pada bibir mungil Taehyung. Ia hanya melakukannya sekali saja, ingin segera mandi agar bisa mempercepat waktu istirahatnya.

Namun sepertinya Taehyung memiliki pemikiran berbeda.

Jika Jeongguk bisa memberitahu seluruh dunia mengenai hobinya, sepertinya mencium Taehyung akan dijadikan poin pertama olehnya. Bagi Jeongguk, setiap kali mereka berciuman, masing-masing memiliki kejutan tersendiri.

Setiap kali mereka berciuman, Jeongguk rasanya ingin sekali membuka semua kotak Pandora yang Taehyung miliki.

Damn, I love kissing you, Jeonggukie,” bisik Taehyung ditengah ritme ciuman mereka yang lambat itu. Bibir Jeongguk terasa kasar dan kering, membuat Taehyung lalu memperdalam ciumannya untuk membasahi bibir kenyal milik kekasihnya itu.

I love kissing you too, Taehyungie,” balas Jeongguk kemudian, menarik wajahnya untuk menyudahi ciuman mereka. Ia lalu tersenyum lebar ke arah Taehyung, menunjukkan gigi kelincinya. “Tapi aku capek berdiri, Tae. Ciumannya nanti lagi, ya?”

Taehyung lalu menggeram, menghela napas lalu berkata dengan suara beratnya. “Sayang, you'll be the death of me for real.”

Ia hanya mendengar Jeongguk terkekeh sambil berlari ke arah kamarnya untuk mandi, meninggalkan Taehyung yang sedang tertawa melihat tingkah kekasihnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya heran di ruang tengah.

magnolia ; i got you • 496

Dingin, sangat dingin. Hujan deras yang mengguyur daerah Bandung dan sekitarnya beberapa hari ini membuat udara di kota itu terasa dingin. Belum lagi vila milik Namjoon yang terletak sedikit jauh dari pusat kota, cenderung mendekati daerah atas kota Bandung. Kabut sempat menyelimuti sekitar vila itu beberapa jam lalu, membuat udara semakin dingin.

Sore tadi, saat semua sedang melakukan kegiatan masing-masing—Mingyu, Yugyeom, dan Eunwoo mengeksplor daerah sekitaran vila milik Namjoon; Jimin dan kekasihnya yang sedang pergi ke beberapa toko tanaman—Namjoon ingin membeli bonsai baru untuk rumahnya, Taehyung dan Jeongguk masih tertidur pulas karena kelelahan sepulang dari menonton festival di Cikole.

Mereka berdua tidak kesulitan untuk segera tertidur pulas, terutama Taehyung, karena seharian sudah lelah akibat menyetir perjalanan berangkat menuju festival. Sedang Jeongguk, sangat mudah untuknya karena kekasihnya yang hangat itu memeluknya erat. Jeongguk tahu, jika kepalanya sudah menyentuh bantal, ia pasti akan segera tertidur pulas. Apalagi dengan hangat tubuh Taehyung, dan kekasihnya itu yang merengkuh tubuhnya dari belakang, membuat ia yakin bahwa tidak membutuhkan waktu lama hingga ia tertidur. Ia juga sempat menyeduh teh chamomile untuk dirinya dan Taehyung sebelum tidur.

Saat ini, sepasang kekasih itu sedang duduk di halaman vila beratapkan tenda dengan menyalakan api unggun kecil untuk menghangatkan tubuh mereka.

Mereka pun sempat menyiapkan makan malam; beberapa potong sushi yang dibuat oleh Jeongguk sore tadi dan melon with jamon sebagai makanan penutup yang dibuat oleh Taehyung hanya dalam waktu lima menit.

Jeongguk hanya tersenyum dan mengiyakan saat Taehyung tadi mengajaknya makan malam hanya berdua saja di halaman. Sedang teman-temannya sedang menyantap makan malam mereka di dalam; kakak Taehyung sempat memasak Aglio e Olio dengan irisan tuna sebagai makan malamnya, Jimin, dan juga teman-teman Jeongguk.

Udara dingin Bandung saat itu tidak mengurungkan niat Taehyung untuk mengajak kekasihnya makan malam sederhana di luar ruangan. Sebenarnya, mereka berdua sudah menghabiskan waktu berdua saja di pinggir danau sore tadi. Jeongguk membuka sesi curhat yang berujung membuat Taehyung menangis hebat dan menaruh kepalanya dipangkuannya. Jeongguk hanya terkekeh melihat kekasihnya, sambil sesekali menyisir surai hitam Taehyung yang tebal itu.

Jeongguk pun tahu dan sadar betul bahwa teman-temannya sudah melihat dirinya dan Taehyung di luar. Ia lalu hanya menjulurkan lidahnya meledek ke arah vila, ke tempat di mana teman-temannya terutama Jimin melihatnya dan Taehyung sehabis berciuman.

Mengingatnya, Jeongguk hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.

Sushi-nya enak nggak, Tae?” Jeongguk bertanya pada Taehyung yang sedang sibuk mengunyah gumpalan nasi dengan sepotong salmon belly diatasnya itu. Rasa penasaran membuat Jeongguk akhirnya mengambil sumpit yang sudah ia sediakan di samping piring dan lalu mengambil sepotong sushi buatannya.

Taehyung lalu membelalakan matanya dan mengacungkan ibu jarinya sambil mendesah, merasakan kelezatan makanan buatan Jeongguk yang sederhana itu. “Enak banget, Jeonggukie. You're a good cook, sayang,” katanya pada kekasihnya sambil mengunyah, membuat Jeongguk lantas melirik ke arah Taehyung tajam.

“Kunyah dulu, Taehyung. Jangan ngomong sambil makan.” Jeongguk tertawa lalu memajukan kepalanya, mendekat pada wajah Taehyung. Ia lalu terkekeh sesaat sebelum mengetuk pelan dahi Taehyung dengan sisi lain sumpitnya.

Kekasihnya itu hanya bisa meringis sambil memegang dahinya. “—duh, sakit, sayang. Kirain kamu minta dicium,” kata Taehyung sambil mengusap dahinya beberapa kali.

Ia lalu melihat Jeongguk di depannya hanya tertawa kecil sambil menutupi mulutnya.

Taehyung hanya bisa tersenyum teduh sambil memandangi kekasihnya dengan tatapan sayang. Well, he always does, though.

Ia menelan makanannya dan menyambar sebotol air mineral yang terisi penuh di depannya. Taehyung lalu meletakkan sumpitnya di atas piring berisi sushi dan mengulurkan kedua tangannya untuk menarik wajah Jeongguk yang masih tertawa geli.

“Tae—”

Belum sempat Jeongguk menyelesaikan kata-katanya, kekasihnya itu sudah mengecup bibirnya cepat. Terdengar erangan Jeongguk karena kaget dan suara tawa Taehyung disela-sela ciuman itu.

Down payment dulu, ya, ciumnya. Nanti lagi.” Taehyung berkata santai, menyandarkan tubuhnya lagi di kursi lipat yang ia duduki. Ia lalu mengambil gelas berisi minuman bersoda di depannya dan menegaknya hingga habis.

Sementara Jeongguk masih mengerjap-ngerjapkan matanya sambil mencoba menyembunyikan semburat merah dikedua pipinya. Ia pun merasakan pipinya menghangat.

His kisses always do things to my heart, batin Jeongguk.

“Tae... Untung makananku sudah aku telan. Kalau nggak, aku keselek tadi,” keluh Jeongguk sedikit mengomel, melirik tajam ke arah kekasihnya dengan bibirnya yang manyun. Kekasih Taehyung itu terlihat lucu jika sedang seperti ini. Taehyung rasanya ingin menyudahi makan malam mereka kali ini untuk mencium dan memeluk Jeongguk semalaman.

I missed your lips, Jeonggukie. Hehe,” kata Taehyung santai sambil tersenyum, mengerling ke arah kekasihnya yang sedang melirik ke arahnya tajam. Taehyung melihat Jeongguk menunduk lalu berdeham, mengambil botol air minumnya kemudian.

Satu hal unik yang Taehyung baru sadari beberapa minggu sebelum ia dan kekasihnya menjalin hubungan adalah Jeongguk selalu mengepalkan salah satu tangannya jika ia sedang menegak minumannya dari botol. Sepasang mata indah Jeongguk yang serupa seperti bambi selalu membulat saat ia melakukannya.

Taehyung seringkali tidak bisa menahan hasratnya untuk mengambil handphonenya dan mengabadikan kebiasaan pria itu. Namun Taehyung bersyukur hal itu selalu ia urungkan. Ia sekarang sudah bisa menyaksikannya sehari-hari.

Mereka berdua saat ini hanya menikmati suara serangga malam yang cukup keras, namun tidak sampai memekakkan telinga mereka. Dalam keheningan, Jeongguk terlihat sedang memejamkan kedua matanya dan menyandarkan tubuhnya nyaman di kursi lipat yang kuat itu.

Sedang Taehyung hanya tersenyum melihat kekasihnya yang sepertinya sudah mulai mengantuk lagi.

Ia lalu melihat speaker portable milik Jeongguk yang diletakkan tidak jauh dari piring untuk menyajikan sushi. Taehyung lantas memiliki ide. Ia mengambil speaker portable itu dan menyambungkannya dengan handphone miliknya.

Tidak lama waktu berselang, Jeongguk yang sedang memejamkan matanya, menikmati suara serangga malam yang cukup keras, tiba-tiba mendengar lagu jazz favorit Taehyung mengisi keheningan. Jeongguk membuka matanya perlahan, lalu mengangkat kepalanya. Ia akhirnya bertemu mata dengan Taehyung di hadapannya. Kekasihnya itu ternyata sudah lebih dulu memandangnya lekat-lekat.

Somewhere, someday we'll be close together Wait and see Oh, by the way This time the dream's on me

Suara merdu Annie Ross dengan iringan bass saxophone dan drums sangat cocok dengan suasana saat ini. Secara tidak sadar, Taehyung sudah memejamkan kedua matanya dan menggerak-gerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri mengikuti irama lagu. Ia mendengar Jeongguk terkekeh geli mendengar tingkah laku kekasihnya.

I really want to dance with you with this song, someday, sayang,” kata Taehyung membuka kedua matanya, lalu mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Jeongguk. Kekasihnya itu hanya tersenyum simpul, mengulurkan tangannya pula untuk menyambut tangan Taehyung.

You take my hand And you look at me adoringly But as things stand This time the dream's on me

By the way, Jeonggukie, soal yang tadi sore...,” ujar Taehyung memulai pembicaraan diantara mereka.

It must be fun To be certain that I'm the one To know that I, at least, supply the shoulder you cry upon

Taehyung sempat menceritakan mengenai keluarganya pada Jeongguk, terutama ayahnya yang secara tiba-tiba mengetahui hubungannya dengan kekasihnya. Ia terheran dengan ibunya yang terang-terangan memberitahunya bahwa beliau sudah menceritakan mengenai Jeongguk pada ayahnya. Sedangkan ia sendiri tahu betul, ia belum siap menceritakan pada ayahnya. Ini bukan masalah ia belum yakin dengan Jeongguk, tidak sama sekali. Namun ia hanya takut Jeongguk belum “satu kapal” dengannya.

Namun Taehyung lalu teringat dengan pesan panjang lebar yang dikirim oleh Jeongguk tadi saat mereka sedang bicara di bench, membuatnya tersadar bahwa sebenarnya, Jeongguk benar-benar sudah “satu kapal” dengannya.

The matter now is how to tell Jeongguk that he wants to start sailing the ship to the next destination.

“Ya, Tae? Kenapa?”

To see me through Till you're everything you want to be It can't be true, but This time the dream's on me

“Apa kamu sudah siap kalau suatu saat nanti aku ajak kamu ketemu dengan keluarga aku? Someday, Jeonggukie?”