magnolia ; i got you • 534

Bohong rasanya jika Taehyung merasa bahwa ia akan baik-baik saja

Hell, tentu tidak.

Perjalanannya menuju restoran yang sudah dipilih oleh orang tuanya untuk makan siang bersama sebenarnya hanya membutuhkan waktu satu jam dari apartemen Jeongguk. Taehyung bersyukur, lalu lintas agak padat, setidaknya membuat dirinya bisa mempersiapkan diri dan mentalnya sedikit lebih lama.

Betapa Taehyung tahu, bagaimana rasa penasaran dan malasnya melebur menjadi satu, serta rasa was-was ikut mengambil tempat dalam hatinya. Taehyung tidak pernah suka dengan kejutan yang diberikan oleh keluarganya, terkecuali jika itu diberikan dari Namjoon. Ya, mungkin kejadian beberapa tahun saat Seokjin, kakak tertuanya memperkenalkan dirinya dengan seseorang yang sekarang sudah menjadi mantan kekasihnya.

Jika Taehyung boleh jujur, ia sebenarnya sangat gugup, akan bertemu muka dengan Seokjin setelah sekian lama tidak bertemu.

Apa yang akan mereka bicarakan?

Tidak.

Apa yang akan mereka katakan saat nanti bertemu? Halo, bagaimana kabarmu? Atau menanyakan hal lain yang akan memancing emosi kakaknya itu? Taehyung tidak tahu.

Pikirannya berkecamuk, rasanya ia ingin berteriak atau bahkan memukul setirnya saat ini. Sebenarnya, ia bisa meminta pertolongan pada Namjoon, atau bahkan Jeongguk, setidaknya untuk membantu dirinya sendiri mengurai isi kepalanya.

Namun Taehyung merasa, ini adalah 'peperangan'nya sendiri. Ia tidak ingin merepotkan kekasihnya dengan pikiran tidak penting, tidak ingin membuat Jeongguk terbebani dengan urusan keluarganya.

Anak bungsu keluarga Kim itu mengirimkan pesan singkat pada Namjoon, memberitahu pada kakaknya itu bahwa ia akan sedikit terlambat. Taehyung mengetik pesan itu cepat, mengirimkannya, lalu menaruh handphonenya asal pada dasbor mobil. Ia tidak menunggu balasan dari Namjoon karena lalu lintas di depan mobilnya terlihat sudah mulai terurai. Taehyung lalu menyalakan lampu sein kiri untuk berpindah jalur dan memutar setirnya cepat. Melihat jalanan di depan mobilnya agak kosong, ia lalu menancapkan gas agak dalam, berusaha menembus kemacetan supaya ia cepat sampai di lokasi pertemuan.

Taehyung belum tahu, situasi apa dan siapakah sosok yang akan ia hadapi saat ia tiba di tujuan nanti.

;

Taehyung memutuskan untuk menggunakan jasa valet parking saat tiba di lobi hotel di kawasan Bundaran HI itu, tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi. Semakin cepat ia bertemu dengan keluarganya, semakin cepat pula ia akan pulang dan bertemu dengan Jeongguk.

Saat Taehyung menunggu petugas valet menuliskan nama dan plat nomor kendaraannya pada secarik kertas, ia mengeluarkan handphonenya dari saku celananya. Taehyung hanya menggunakan benda itu untuk mengirim pesan singkat pada Jeongguk, memberitahu kekasihnya bahwa ia sudah sampai di hotel.

“Atas nama Keluarga Kim, Mbak,” jawab Taehyung pada salah satu waiter yang standby di depan pintu masuk restoran jepang itu. Ia dan ibunya sudah pernah datang ke tempat ini; restoran yang masih sangat identik dengan dekorasi tradisional bernuansa Jepang. Ia ingat, restoran ini memiliki beberapa private room yang beralaskan tatami, terasa seperti berada di bilik-bilik persis layaknya ruangan di dalam rumah-rumah Jepang.

Waiter itu pun tersenyum, mempersilahkan Taehyung untuk mengikutinya menuju ruangan yang sudah direservasi untuk keluarganya menyantap makan siang. Taehyung sempat bertanya pada seorang waiter itu, di mana letak ruangan yang dipilih oleh ibunya. Wanita itu menoleh, berjalan sambil menjawab dengan ramah. “Ibu Kim memilih di ruangan yang ada tataminya, Pak.”

Mendengar jawaban wanita itu, Taehyung tertegun.

Resmi sekali sampai memilih di tatami? Memangnya siapa yang akan ia temui? Tidak mungkin jika bertemu dengan keluarganya saja harus memilih ruangan dengan kesan intim seperti itu, batinnya dalam hati.

Namun, apa yang dapat Taehyung lakukan? Toh, ia hanya diundang oleh kedua orang tuanya untuk datang.

Mungkin ini memang acara makan siang biasa, mengingat seluruh anggota keluarga inti Kim akan bertemu untuk pertama kalinya, setelah sekian lama.

Ia lalu hanya tersenyum simpul dan mengangkat kedua bahunya saat sang waiter sudah membalikkan tubuhnya lagi.

Sekilas, Taehyung dapat mendengar dari kejauhan suara tawa khas ayahnya dan ibunya, yang sepertinya sedang mengobrol dengan para kakaknya. Jujur saja, keluarganya sudah lama sekali tidak berkumpul lengkap seperti ini. Biasanya hanya antara Taehyung dan ibunya, atau ia dengan Namjoon dan ibunya. Ayahnya beberapa kali melakukan panggilan telepon lewat video setiap ibu dan kedua anaknya ini sedang pergi bersama.

Sedang Seokjin, well Taehyung tidak pernah bertemu, bahkan tidak memiliki niatan untuk bertanya. Kakaknya itu seperti ditelan bumi. Atau mungkin, Seokjin tidak ingin berbicara dengan Taehyung.

Entahlah, rasanya ia sendiri sudah tidak peduli sekarang.

Saat Taehyung kurang beberapa langkah lagi untuk sampai di ruangan yang dituju, ia mendengar suara tawa seorang wanita dari dalam sana. Suara yang sepertinya sering ia dengar? Namun Taehyung tidak ingat di mana ia pernah mendengar suara familiar itu. Suara tawa yang anggun, namun tidak dibuat-buat. Sangat alami.

Taehyung lantas mengernyit. Siapa dia? Rasa khawatirnya mulai menyeruak dari hatinya. Ia tidak akan terjebak dalam pertemuan pahit untuk kedua kalinya, 'kan? Ia ingat betul kata-kata ibunya beberapa waktu lalu bahwa kedua orang tuanya sudah “merestui” hubungannya dengan Jeongguk.

Lantas, siapakah wanita yang ada di dalam sana selain ibunya? Apakah ia adalah calon pendamping kakaknya?

Atau, entah, mungkin wanita itu adalah kerabat dekat orang tuanya?

Ia tidak tahu, dan rasanya, Taehyung sama sekali tidak ingin tahu.

Taehyung merasa seperti ada beban berat yang terikat di kedua kakinya.

Sang waiter itu sudah lebih dulu sampai di depan ruangan, menggeser pintu yang bernuansa seperti rumah di Jepang itu untuk dibuka.

Saat pintu terbuka, terlihat kedua orang tuanya sedang duduk menghadap ke arah pintu, sedang tertawa dengan seorang wanita entah siapa dan pria, yang ia hafal betul adalah Seokjin.

Taehyung melihat sekilas ke arah wanita yang berambut panjang itu, teruntai jatuh mengenai sandaran kursi tempat wanita itu duduk. Ia pun melirik sedikit ke arah meja yang berada tepat di antara Seokjin dan ayahnya. Taehyung melihat sebuah handphone dan dompet yang ia hafal betul adalah milik kakak keduanya, Namjoon, tergeletak di samping cutleries yang tersusun rapi.

Sepertinya Namjoon sedang pergi ke toilet, pikir Taehyung.

Sang anak bungsu keluarga Kim akhirnya memasuki ruangan, tersenyum lebar saat kedua orang tuanya menyapanya dengan heboh. Ayah dan Ibu Taehyung lantas berdiri dari duduknya, membuka kedua tangan mereka untuk menyambut Taehyung.

Ia lantas melangkah masuk, mengabaikan sosok kakak pertamanya yang sudah menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Taehyung berjalan ke arah kedua orang tuanya sambil tertawa.

“Hei, Mam, Pap, I missed you. Kalian apa kabar?” Taehyung bertanya, benar-benar mengabaikan sosok kakak pertamanya yang terlihat dari ekor matanya.

Taehyung sadar betul, sosok wanita di samping Seokjin itu pun sudah hendak berdiri untuk menyapanya. Ia belum tahu siapa wanita itu, pandangannya masih tetap berfokus pada kedua orang tuanya yang sedang memeluknya berbarengan saat ini.

We're fine, we missed you as well, son.” Ayah Taehyung akhirnya menjawab, dengan suara beratnya yang khas sambil tersenyum sumringah.

“Taehyung, Nak, where's your manner?” Ibunya akhirnya berkata dengan santai sambil tertawa, berusaha mencairkan suasananya yang, entah, seperti tiba-tiba tegang? “Say hi to your so called long lost oldest brother, no? And his dear friend right here.”

Taehyung mengikuti arah ke mana tangan ibunya menunjuk, menoleh pelan sambil mempersiapkan hatinya untuk bertemu mata dengan Seokjin setelah sekian lama, dan dengan entah siapa sosok pemilik suara yang familiar itu.

Namun sayang, rasanya Taehyung tidak bisa mengontrol raut wajahnya saat ia melihat sosok wanita itu.

Pantas saja ia merasa sangat mengenali suara tawa itu. Pantas saja ia merasa mengenali surai panjang berwarna coklat itu.

Karena saat ini, di hadapannya sedang berdiri seorang wanita dengan raut yang sama terkejutnya dengan Taehyung, yang sedari tadi sudah menatapnya dengan sepasang mata terbelalak sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

What the fuck is Anggia doing here? Who is Anggia to Seokjin and us? Why is she up to? tanya Taehyung tidak percaya dalam hati.

;

Surprisingly to all of them, the lunch meeting went well.

Taehyung seketika lupa rasa dengan rasa khawatirnya, lupa dengan rasa penasarannya, dan menariknya, Taehyung lupa akan rasa kesal pada kakaknya. Semua itu luntur saat Namjoon dengan gaya khasnya yang santai memulai pembicaraan. Kedua orang tua mereka hanya sesekali menimpali, selebihnya mereka berdua mengobrol dengan Anggia.

Taehyung berusaha mengabaikan rasa aneh yang menggelenyar dalam hatinya dan pertanyaan yang sedari tadi menuntut untuk dijawab dari dalam kepalanya.

Ada apa ini sebenarnya? Ia sebenarnya belum siap menghadapi kenyataan bahwa Anggia memang memiliki hubungan khusus dengan keluarga kecil ini.

Sedari tadi, Taehyung sesekali mencuri pandang dengan ekor matanya, bagaimana kedua orang tuanya begitu akrab dan lepas saat berbicara dengan Anggia.

Aneh sekali. Sosok wanita baru yang ada di sini bersama dengan keluarganya, adalah bukan Anggia yang ia kenal dan tahu selama beberapa waktu belakangan. Mulai dari gaya berpakaiannya, cara wanita itu berbicara, pun bagaimana wanita itu tertawa. Membuat Taehyung seakan sedang melihat sosok serupa tapi tak sama.

Siapa wanita ini sebenarnya?

Pertanyaan itu terus muncul didalam otaknya. Namun Taehyung mencoba memfokuskan diri dan pikirannya untuk menanggapi kedua kakaknya saja. Suasana nyaman diantara mereka tidak sebanding dengan rasa penasarannya.

Tiga bersaudara itu akhirnya mengobrol lagi, saling menimpali saat mencoba mengingat-ingat memori masa kecil mereka. Beberapa kali mereka tertawa terbahak-bahak, hingga Seokjin menunduk sambil memegang perutnya, mengeluh kesakitan karena sibuk tertawa.

Sepertinya kakak tertua Namjoon dan Taehyung itu merindukan saat-saat seperti ini, berkumpul bersama keluarga dan hanya memikirkan hal-hal yang sederhana saja.

Ayah Taehyung sempat menyinggung, bahwa beliau dan Seokjin akan resmi kembali ke Indonesia bulan depan. Ayahnya akan mengekspansi bisnisnya itu hingga ke tanah air, menghasilkan keputusan bahwa mereka berdua akan kembali, for good.

Itu berarti, keluarga Kim akan kembali seperti sedia kala. Tidak ada lagi aksi “kucing-kucingan” atau bahkan ghosting sesama saudara.

Itulah yang membuat Taehyung memutuskan untuk meredam amarahnya pada Seokjin, mencoba menyingkirkan egonya saat ini.

Ia masih memiliki banyak waktu untuk mengkonfrontasi kakak tertuanya itu, ingin bertanya dan meminta kejelasan, ke manakah selama ini kakaknya itu pergi.

Tidak lama setelahnya, kedua orang tua Taehyung pamit pulang terlebih dahulu. Beliau berdua sudah memiliki janji temu dengan teman-teman ayahnya semasa sekolah dulu.

Mereka semua pun lantas berdiri, tak terkecuali Anggia. Taehyung lantas menggeser kursinya untuk mencium pipi orang tuanya, mengucapkan hati-hati di jalan, dan mengantarkan keduanya sampai di ambang pintu private room itu.

Saat Taehyung sudah melihat orang tuanya hilang dari kejauhan, ia lalu menggeser pintu, membalikkan tubuhnya. Ia melihat Anggia sedang fokus menunduk, mengetik sesuatu pada layar handphonenya, sedari tadi tidak berani menatap ke arahnya sama sekali. Taehyung lantas mendengus dan menggelengkan kepala, masih tidak percaya.

“Dek Tae, lo duduk sini sebentar, deh.” Taehyung mendengar Seokjin memanggilnya, sambil menarik kursi tatami yang ada di sampingnya. “There's something I want to talk to you and Namjoon. Since Mama and Papa already knew it.”

Namjoon sekilas melirik ke arah Taehyung dengan mengernyit bingung, seperti hendak bertanya padanya. Seandainya kakaknya itu tahu bahwa ia sendiri pun tidak mengerti akan apa yang ingin dibicarakan oleh kakak tertuanya itu

Damn, Taehyung saja masih memiliki banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Seokjin.

Ia lalu menjulurkan kaki kanannya terlebih dahulu ke ruang kosong dibawah meja mereka, mencari posisi yang nyaman untuk duduk.

Setelah duduk, Taehyung lalu mengangkat kepalanya dan menatap Seokjin yang ada di sampingnya. “Yes, mau bicarain apa, Kak Jin?” Taehyung bertanya, sambil melirik ke arah Namjoon, tidak menghiraukan Anggia yang saat ini sedang duduk persis berhadapan dengan Seokjin.

“Nggak ada yang begitu penting.” Seokjin memulai dengan tenang, menatap Taehyung sambil tangan kirinya memegang bahu adik bungsunya itu. “I just want to introduce you to her. She is Anggia, as you already knew.” Seokjin berkata dengan hati-hati. Ia tidak ingin merusak suasana nyaman yang sudah terbentuk.

Taehyung melirik ke arah Anggia sekilas, tidak lebih dari lima detik, lalu menatap kedua mata kakak sulungnya itu lagi. “Ya, gue sudah kenal siapa dia saat gue di kantor.” Taehyung merasa harus menanyakan hal yang terus-menerus menggedor otaknya. “But, who is she to you?”

Seokjin lalu mengangkat tangan kanannya dari bawah meja, mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Anggia. “Kalau semua lancar, gue sama dia akan ke jenjang yang lebih serius...”

Okay, that's shocking but I can manage, batin Taehyung dalam hati, berusaha mengatur raut wajahnya itu, walaupun ia sendiri ingin berteriak tepat di depan muka kakak sulungnya itu sekarang juga.

”...she was also Seojoon's ex for months, Tae. Before he left to Shanghai last year...”

What the fuck? She what?!”