magnolia ; i got you • 551
cw ⚠️ very slightly mention of cheating (i mentioned it once; not between taekook), angst ahead
Hujan deras tiba-tiba mengguyur beberapa wilayah di Jakarta, sesaat setelah Jeongguk memasuki kamar Taehyung yang sangat luas itu.
Saat Jeongguk melangkah masuk, indra penciumannya disambut dengan aroma parfum bercampur wangi sabun mandi milik kekasihnya yang khas. Ia lalu mengedarkan pandangannya, meneliti setiap sudut kamar tidur pria yang dikasihinya itu sambil berjalan mengekor di belakang Taehyung.
Kekasih Jeongguk itu lalu mempersilahkannya untuk duduk di kursi dekat jendela kamar, terdengar rintik hujan deras menabrak kaca jendela, mengisi keheningan.
Ia lantas duduk, tidak mengucapkan apapun saat Taehyung mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi kirinya. Taehyung sempat mengatakan bahwa ia akan ke luar kamar sebentar untuk membuatkannya teh chamomile panas.
;
“Sayang, ayo mandi dulu, atau minimal cuci muka. Ya? Nanti kamu bisa sakit. Mau aku siapin air hangat?”
Entah sudah berapa lama Jeongguk hanya diam, tidak bergeming saat Taehyung mengajaknya bicara. Kekasihnya itu duduk dengan posisi yang tidak nyaman, sambil menunduk di kursi tempat Taehyung menaruh barang-barangnya tadi.
Tidak ada gelengan, tidak ada anggukan, tidak ada gumaman. Tidak ada satupun respon yang diberikan. Hanya ada suara tangis Jeongguk yang terdengar, mengisi keheningan diantara Taehyung dan kekasihnya itu.
Taehyung tidak meninggalkan sisi Jeongguk sedikitpun. Sejak tadi ia kembali dari dapur untuk membuatkan kekasihnya teh panas, ia hanya duduk bersila di lantai kamarnya yang beralaskan karpet bulu tebal, menghadap ke arah Jeongguk. Taehyung tidak berhenti mengusap kedua lutut kekasihnya, mencoba menenangkan pria di hadapannya itu karena terus menangis.
Ia lantas menghela napas pelan. Ada apa dengan Jeongguknya?
Ini adalah kali pertama mereka berdua bertengkar dengan masalah yang cukup serius, menurut Taehyung. Ia sempat teringat akan kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya dan Jeongguk berselisih paham soal pekerjaan mereka. Namun bagi Taehyung, pertengkarannya dengan Jeongguk saat itu tergolong hal yang wajar, mengingat ia dan kekasihnya menduduki posisi penting di Jo & Ste Group. Tentu masing-masing dari mereka memiliki pendapat dan pemikiran sendiri yang berbeda.
Namun saat ini, ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Apa Taehyung harus membiarkan Jeongguk sampai kekasihnya itu lelah sendiri? Apa Taehyung harus duduk di samping Jeongguk dan merengkuhnya dalam pelukan?
Apa yang harus ia lakukan?
Ia bingung. Ia takut. Ia tidak ingin membuat kesalahan barang sedikitpun. Berpisah dengan Jeongguk tanpa mengetahui kabar kekasihnya itu beberapa jam saja sudah membuatnya hampir gila.
Bagaimana jika ia salah melangkah? Apakah Jeongguk akan pergi atau entah, meneriakinya?
Ia tidak tahu.
“Jeonggukie?” Taehyung memanggil Jeongguk sekali lagi dengan hati-hati. Kekasihnya itu masih menundukkan kepalanya, suara helaan napasnya terdengar sudah mulai halus dan teratur. Apa kekasihnya itu sudah tertidur? Ia khawatir leher Jeongguk akan kesakitan luar biasa karena terus menunduk seperti ini. “Apa kita mau bicara besok saja? Ini sudah jam setengah satu pagi, sayang. Kamu harus istirahat.”
“Why is it, always me, me, and me, Taehyung?” Jeongguknya mengangkat kepalanya pelan, terdengar meringis sambil memegang belakang lehernya. Taehyung mendengar kekasihnya bertanya padanya dengan lirih. Suaranya terdengar serak. “Kenapa?”
Kenapa harus selalu aku, Taehyung?
Pertanyaan Jeongguk membuat Taehyung lantas mengernyitkan dahi.
Apa maksud pria di hadapannya bertanya seperti itu padanya?
Kedua mata mereka akhirnya bertemu. Taehyung merutuki dirinya sendiri, melihat ekor mata kekasihnya sudah memerah akibat menangis. Kedua pipi Jeongguk terlihat basah karena air mata, pun hidung mungil Jeongguk memerah dan kering.
Taehyung ingin sekali mengulurkan kedua tangannya untuk menarik tubuh Jeongguk dan memeluknya, namun ia urungkan.
“Sorry?” Ia mengusap kedua ibu jari tangannya pada lutut Jeongguk yang dingin, terasa dari balik celana jeansnya. Taehyung bertanya, berusaha memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Maksudnya apa, Jeonggukie? Aku nggak paham.”
Hilang sudah raut wajah Jeongguk yang sebelumnya sayu karena menangis. Kekasih Taehyung itu hanya menghela napas berat, mengangkat kedua tangannya untuk menutupi wajahnya. Jeongguk mengusap kasar matanya kemudian.
Jeongguk harus mengontrol emosinya. Namun sepertinya ia tidak bisa.
Kenapa harus selalu aku?
Ia ingin sekali saja mendengar Taehyung memperdulikan dirinya sendiri.
Why is Taehyung so selfless?
“Sesederhana itu saja kamu nggak paham, Taehyung...” Jeongguk berkata, mengambil napas panjang kemudian. Ia hanya ingin Taehyung mengerti, bahwa perasaannya dalam hubungan ini pun berarti. Bukan serta merta hanya Jeongguk saja yang ada dalam pikiran Taehyung.
I always tend to say something hurtful when I'm mad, Taehyung.
Taehyung menghentikan gerakan kedua ibu jarinya. Ia lalu menarik tangannya dari lutut Jeongguk untuk meraih tangan Jeongguk. Ia sedikit terkejut saat tangannya menyentuh kekasihnya. Jeongguk dingin seperti es.
“Jujur, aku benar-benar nggak paham maksud kamu, Jeongguk. What do you mea—”
Jeongguk tidak sanggup lagi menahan emosinya.
“Tae, k-kenapa hidup kamu, hari-hari kamu, perasaan kamu, semuanya berpusat di aku?” Jeongguk menjawab sambil terbata-bata, namun ia tidak bisa menahan nada bicaranya yang meninggi. “Kamu selalu mementingkan Jeongguk, Jeongguk, dan Jeongguk. Selalu aku,” keluhnya cepat, sambil mendongakkan kepalanya dan menggeram.
Jeongguk ingin marah.
Ia sudah tidak bisa lagi membendung rasa putus asanya. Ia tidak peduli sudah berapa kali ia menangis hari ini. Kekasihnya itu belum juga paham dengan maksudnya.
“Porsi untuk diri kamu sendiri kapan, Taehyung... Kapan?!” Jeongguk merespon, amarahnya meledak bersamaan dengan tangisnya. Pandangan matanya semakin buram karena air yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
“We have to be equal!” Jeongguk menyambung lagi dengan suaranya yang serak dan basah akibat menangis. Air matanya mengalir tidak berhenti. “You said that yourself, so many times. How about your own feelings?! Can you just be selfish for once and not thinking about mine—”
Anak bungsu keluarga Kim itu lantas berdiri dari duduknya, mengulurkan kedua tangannya dan merengkuh kekasihnya itu cepat untuk memotong kalimat Jeongguk.
“Because I love you, Jeongguk. I do care about you! That's why!”
Ia akhirnya berteriak sambil memeluk Jeongguk. Suaranya menggelegar di seluruh ruangan, membuat anjing peliharaannya menggonggong dari luar sambil menggaruk-garuk pintu kamarnya, berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan pemiliknya.
Taehyung bersyukur kamar tidurnya dan Namjoon sangat berjauhan, begitupun dengan kamar ART mereka. Ia tahu tidak pantas untuk berteriak pada malam hari seperti ini, namun ia kalut.
Tak membutuhkan waktu lama untuk Taehyung akhirnya ikut menangis, saat merasakan kekasihnya mengalungkan kedua tangannya di lehernya erat dan menempelkan wajahnya pada ceruk leher Taehyung. Ia merasakan bibir Jeongguk bergetar pada lehernya.
“T-tell me w-what's on your mind, Taehyung. Please, for once just prioritize yours first,” pinta Jeongguk terbata-bata. Ia lalu menghela napas, tubuhnya lemas. Ia merasakan pelukan Taehyung semakin mengerat, mencium puncak kepala Jeongguk berkali-kali sambil terisak.
“Maaf, sayang. Aku minta maaf.” Taehyung tidak henti-hentinya merapalkan kalimat itu sambil membenamkan wajahnya pada puncak kepala Jeongguk.
“Just tell me what's bothering your mind. Jangan pernah merasa kalau apapun yang akan kamu lakukan itu akan menyakiti aku, Taehyung.” Jeongguk menyambung lagi, lebih mengeratkan tangannya yang sedang dikalungkan pada leher kekasihnya. Ia meninggalkan beberapa kecupan lembut pada dada bidang dan ceruk leher Taehyung. “Perasaan kamu itu valid. Bagilah beban pikiran kamu itu dengan aku. Jangan kamu simpan semuanya untuk diri kamu sendiri, alih-alih untuk melindungi perasaanku, Taehyung. Jangan. Please.”
Jeongguk merasakan kekasihnya itu mengangguk lemah, perlahan berusaha mengatur ritme napasnya. Ia hanya bisa menyunggingkan senyum simpul, berharap bahwa setidaknya, Taehyung mengerti maksudnya.
“I love you, Jeonggukie. I love you,” bisik Taehyung pelan, mengusap belakang kepala kekasihnya berulang kali. “Terima kasih, terima kasih.”
“No worries, Tae.” Jeongguk menjawab dengan suara seraknya, menggerakkan tangannya turun naik untuk mengusap punggung Taehyung. Setidaknya, ia ingin meyakinkan Taehyung bahwa ia tahu. “And I always know. I always know that you love me. I love you, Taehyungie. I love you so much.”
Hanya itu yang ingin Jeongguk bicarakan malam ini.
Menurutnya, sudah lebih dari cukup.
Setidaknya, mereka berdua sudah sedikit baik-baik saja.
;
“Kak, maaf ganggu lo malam-malam begini.”
Namjoon tersenyum simpul ke arah Jeongguk dari depan pintu utama rumahnya.
“It's okay, bro. You're always welcome here. Macet nggak, Gguk?”
“No. Lancar. Well, gue nggak begitu sadar sih, Kak. I was busy crying and singing non-stop my throat hurt,” aku Jeongguk pada Namjoon yang sudah berdiri di sampingnya.
Namjoon hanya tersenyum mendengarnya. “Well, Taehyung juga dari tadi murung, diam. Walaupun kayaknya nggak separah lo nangisnya.”
Jeongguk tertawa kikuk. “Yeah, this is our first fight, though. Miscommunication? I don't know either, Kak. He left my apartment with his belongings, also he gave the access card back.”
“What happened? Gue cuman dengar sedikit dari Taehyung,” tanya Namjoon hati-hati. Ia tidak ingin salah bicara.
“I feel like he's hiding something from me. A situation, I don't understand. Tapi gue tahu persis dia seperti sedang kebingungan akhir-akhir ini.” Jeongguk menjawab sambil menghela napas. “Gue hampir bertengkar kemarin, actually I was the one who picked up a fight. Dan puncaknya ya, waktu sore tadi Yugyeom mengirimkan gue ini.”
Kekasih Taehyung itu merogoh saku celananya, memberikan handphonenya pada Namjoon. Pada layar terpampang foto Kim bersaudara, tanpa Taehyung di sana.
Namjoon lantas mengernyit. “Wow, gue nggak tahu kalau dia post foto gue dan kak Seokjin di Twitter. Actually that's Anggia, I guess you already knew her...
Sebentar, pikir Namjoon.
“Oh, no, Jeongguk,” katanya kemudian, sedikit demi sedikit akhirnya mengerti dengan potongan-potongan cerita yang ia tidak ketahui dari Taehyung.
“Yeah, I thought he hid something for me. Whatever that was. But I didn't accuse or even think that he cheated on me. No. I tried to ask him but I was scared about the answer. So yeah, I was being a jerk earlier. Like almost mocking him because he asked me to communicate.”
Kakak kedua Taehyung itu lantas menghela napasnya pelan, lalu menoleh ke arah Jeongguk.
“You know... gue bahkan tidak tahu dia siapa pada awalnya. Orang tua gue hanya bilang ke Taehyung kalau ada yang mau dikenalkan ke dia. Lo mungkin nggak tahu cerita ini, karena Taehyung memang nggak mau memberitahu lo, Gguk.” Jeongguk mengernyit, sepasang matanya bertemu dengan mata Namjoon.
“Taehyung bilang ke gue, untuk apa gue cerita ke Jeongguk? Gue nggak mau membebani dia dengan pikiran yang receh begini, Kak Joon. Menurut gue hal ini nggak penting, karena gue nggak peduli siapa orang itu. Gue hanya peduli dengan Jeongguk.
“He wanted to protect you but instead, he got hurt too. Kita berdua terlalu immersed dengan obrolan Kak Seokjin, sampai dia lupa kalau ada janji temu dengan lo.” Namjoon menjelaskan pada Jeongguk, berdecak kemudian. “He was so pale, Gguk. Merasa bersalah karena sudah lupa dengan janji kalian berdua. Buru-buru pulang. He loves you so much. Dia tidak takut dengan lo, tidak. But he respects you so much.”
“Soal Anggia, nggak perlu diambil pusing. Lo mungkin nanti bisa ngobrol sama dia langsung ya, Gguk,” kata Namjoon mengakhiri percakapan mereka. Ia lantas memegang bahu Jeongguk dan menepuknya pelan. “Couples fight. Anggap aja ujian dalam hubungan kalian yang lovey dovey, okay? Gue tahu kok kalian berdua bisa.“
Namjoon hendak melangkah masuk ke rumah untuk memberitahu Taehyung, saat ia mendengar Jeongguk memanggilnya lagi.
“Anggia siapa, Kak? Who is she to all of you?” Jeongguk memberanikan diri untuk bertanya pada kakak Taehyung itu.
Ia lantas membalikkan badannya dan tersenyum pada Jeongguk. “Dia calonnya Kak Seokjin. Hanya itu yang bisa gue beritahu ke lo. Selebihnya, itu sudah bagian Taehyung. Gue nggak ada hak untuk memberitahu lo, Gguk. Maaf ya.”
Mendengarnya, Jeongguk hanya bisa terbelalak.
He fucked up, didn't he?