magnolia ; i got you • 585
Persiapan menjelang pembukaan setiap proyek adalah saat-saat yang selalu dinantikan oleh Taehyung. Ia merindukan rasa tegang karena berpacu dengan waktu, mempersiapkan seluruh tetek-bengek proyek yang membuatnya harus memutar otak. Tentu Taehyung pun rindu dengan sesi tarik urat sehingga orang lain bisa bekerja sesuai dengan apa yang ia inginkan. Jimin hafal betul dengan kebiasaan sahabatnya itu, maka ia tak heran jika melihat saat ini Taehyung sibuk memarahi pihak percetakan via telepon.
“Mas Rian, saya minta besok paling lambat sudah sampai di kantor saya. Apa-apaan kalian ini? Saya sudah submit desain final untuk dicetak dari lima hari yang lalu and you guys commited to do it in two days! This is ridiculous!”
Teriakan Taehyung menggelegar, memenuhi area dining Comedor Terraza. Beberapa tukang yang sedang mengecek saluran keran di bar didampingi Yugyeom langsung menoleh ke sumber suara.
Sang arsitek hanya terkekeh melihat seorang kepala tukang membelalakan matanya, tidak biasanya mendengar sosok Taehyung yang terkenal tenang, saat ini tengah emosi dan memarahi seseorang via telepon.
“Mas Taehyung tumben marah-marah begitu, Mas? Biasanya Mas Gguk yang misuh-misuh*, dari zaman ke zaman,” celetuk kepala tukang yang bernama Suno itu pada Yugyeom sambil terkekeh. “Nggak biasanya tahu Mas Tae ngamuk.”
Yugyeom hanya menaikkan kedua bahunya. “Nggak tahu saya, Mas. Biasalah, kalau lagi proyek pasti semua mode tegangan tinggi, 'kan. Kayak baru kenal aja Mas Suno sama kita.” Ia menjawab sambil tersenyum.
Sudah menjadi hal yang biasa bila mendengar salah satu anggota tim berbicara seperti sutet setiap kali menjelang pembukaan proyek. Satu hal yang membuat Yugyeom heran adalah sahabatnya sendiri masih terlihat sangat tenang. Biasanya Jeongguk di saat-saat genting dan tegang seperti ini sudah sibuk memarahi orang.
Ia sempat mendengar Jeongguk mengumpat mengenai sesuatu, entahlah, Yugyeom tidak terlalu memperhatikan. Namun ia tahu sahabatnya itu sedang menahan emosi lantaran salah satu perwakilan pihak gedung menginfokan lagi bahwa slot untuk banner Comedor Terraza belum tersedia.
Jimin sudah sedari tadi tidak terlihat batang hidungnya. Ia sudah pergi ke tempat percetakan itu untuk menunggu sampai pihak percetakan benar-benar selesai mengerjakan request Taehyung.
Hal itu adalah salah satu cara yang sudah biasa Taehyung dan Jimin lakukan. Setidaknya orang lain akan segan atau bahkan tidak akan berani untuk menyepelekan mereka berdua.
Tak lama setelahnya, Taehyung memutuskan sambungan telepon, melepaskan sepasang earbudsnya dan memasukkannya dalam saku celananya.
Ia menghela napas kasar. Mengapa setiap rencana yang ia buat selalu saja ada masalah dan halangan? Apa orang-orang ini tidak bisa bekerja dengan benar?
Berengsek.
Pembukaan akan dilaksanakan tiga hari lagi, sedangkan contoh menu restoran dalam bentuk cetak belum juga rampung. Waktu mereka sudah sangat terbatas, belum lagi permintaan Steve sejak awal pada Taehyung untuk membuat tiga jenis menu dengan desain yang berbeda.
Saat dahulu tim desain mendapatkan mandat, Taehyung dan Jimin langsung melakukan brainstorming dan sketch untuk menggarapnya, jauh-jauh hari. Revisi demi revisi pun sudah dikerjakan oleh tim Taehyung dan disubmit kembali pada Steve dan partnernya tepat waktu.
Namun entah apa yang sedang terjadi, revisi tidak kunjung disetujui oleh Steve dan partnernya. Comedor Terraza adalah project pertama Steve yang membuat Taehyung cepat muak, dan ia bukanlah seseorang yang mudah merasa demikian.
Banyak sekali hambatan yang ia dan timnya rasakan akibat progres yang membuatnya sakit kepala.
Entah hal apa yang sebenarnya menjadi permasalahan antara Steve dan partnernya itu.
Taehyung sempat bertanya-tanya, siapa sebenarnya sosok orang itu? Steve sedari dulu selalu menginfokan pada siapapun di dunia ini, siapakah partner yang bekerja bersama dirinya untuk membentuk suatu usaha.
Namun pada proyek Comedor Terraza, segala sesuatu terasa misterius. Yugyeom yang notabene adalah anak atasannya saja tidak mengetahui apapun.
Statement Jeongguk beberapa saat lalu sebenarnya membuat Taehyung semakin penasaran. Apakah orang itu adalah seseorang yang memegang peran penting di Negara ini, sampai Steve benar-benar menyembunyikan identitasnya hingga akhir?
Jeongguk melihat Taehyung berjalan ke arah sudut restoran yang agak tersembunyi, sepertinya hendak duduk di salah satu kursi kayu yang sudah berjajar rapi dekat dinding. Jeongguk yang baru saja selesai berbincang dengan salah satu pihak gedung, akhirnya mengucapkan salam dan melangkahkan kakinya untuk menghampiri Taehyung.
Kekasihnya itu masih terlihat marah, kilat emosi pada kedua manik hazelnya masih tercetak jelas. Taehyung lalu memejamkan matanya sambil memijat batang hidungnya, dahinya mengernyit tanda ia sedang berpikir keras.
“Tae, are you okay?” Jeongguk bertanya sambil mengulurkan kedua tangannya untuk memijat bahu dan leher kekasihnya. Ia berdiri di depan kursi yang sedang Taehyung duduki. “Want something to drink? I can ask the barista to make a cup of hot chocolate for you,” bisik Jeongguk, sambil mendekatkan tubuhnya pada Taehyung yang terlihat sudah membuka lebar kedua kakinya.
Ia melihat Taehyung menggeleng dan mengangkat kepalanya. Kekasihnya itu hanya tersenyum simpul. “Shit happened, sayang. Biasalah orang percetakan kerjanya nggak becus,” jawab Taehyung sambil berdecak.
“Jimin sudah dalam perjalanan ke sana, mau ditongkrongin supaya mereka kerjanya bisa lebih cepat. Aku standby di sini kalau Kak Hoseok dan partner Steve nanti datang.” Taehyung yang sedang menjelaskan panjang lebar pada kekasihnya lantas terdengar sedikit melenguh, saat merasakan pijatan Jeongguk pada tengkuknya.
Jeongguk hanya tersenyum lebar mendengar suara Taehyung. Ia lalu merasakan kepala kekasihnya itu sudah bersandar pada perutnya. Ia memindahkan tangannya dan mengusap pelan belakang kepala kekasihnya. “Capek ya, Tae?”
Taehyung hanya menanggapi pertanyaan itu dengan menggumam, lalu mengangkat sedikit kepalanya. Ia meninggalkan beberapa kecupan pada perut Jeongguk yang dilapisi kemeja putih itu. “Lumayan. Aku agak heran saja dengan sistem kita sekarang, Gguk. Everything is so suspicious and you know well I hate working like this.”
Kedua tangan Taehyung sudah dikalungkan pada pinggang Jeongguk, sepasang matanya bertemu dengan mata bulat kekasihnya saat ia mendongakkan kepalanya.
“Damn, I really need to kiss you, Jeonggukie, but we're at work right now,” kata Taehyung lirih, mengalihkan pandangannya kemudian pada bibir Jeongguk yang terlihat merona. Jeongguk hanya menggeleng lalu menarik tangannya dari tengkuk Taehyung untuk mencubit hidung kekasihnya.
Kedua pipinya menghangat akibat kata-kata Taehyung barusan.
“And your mole right there somehow stimulates me, though.”
Jeongguk tersedak air liurnya sendiri. Ia lalu melirik tajam ke arah Taehyung yang sedang terkekeh dan menyunggingkan senyum kotaknya lebar.
“Jesus Christ. Taehyung!”
Ia tidak sadar bahwa telah memekik agak keras. Jeongguk lalu menutup mulutnya kemudian, ia takut suaranya terdengar oleh beberapa orang yang berada sekitar tiga puluh meter dari tempat mereka saat ini. “Can you not?!”
Sedang Taehyung hanya menjulurkan lidah ke arah kekasihnya lalu meninggalkan satu kecupan yang cukup lama pada perut pria itu, sebelum melepaskan kedua tangannya. “I sure can, but we have to be professional. Hehe, maaf sayang.” Taehyung meminta maaf akibat ulahnya barusan.
Ia lalu berdiri dari duduknya, melihat kekasihnya sudah memutar kedua bola mata bulatnya sambil berusaha menyembunyikan rona pada kedua pipinya. Taehyung semakin ingin mencium Jeongguk saat ini juga.
“Save your kisses for later, okay. Yugyeom sudah pasang CCTV, Tae. Even though area sebelah sini blindspot, but please don't,” kata Jeongguk sambil menangkup pipi Taehyung dan menepuknya dua kali. Ia tahu Taehyung pasti sedang suntuk dan membutuhkan 'dukungan' darinya, namun Jeongguk tidak ingin mengambil resiko.
“Alright, I can wait,” ujar Taehyung kemudian sambil tersenyum, meraih pergelangan tangan Jeongguk yang masih menangkup pipinya. Ia lalu meninggalkan beberapa kecupan pada telapak tangan kekasihnya itu.
“Let's get back to reality, shall we?”
;
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam saat Hoseok mengatakan bahwa ia dan partner Steve akan sampai di Comedor Terraza sekitar tiga puluh menit lagi. Taehyung, Jeongguk, Jimin, dan Yugyeom sedang makan malam di salah satu restoran yang terletak di dalam gedung yang sama, saat menerima pesan singkat dari seniornya itu berbarengan.
Pekerjaan Yugyeom sudah rampung. Seluruh saluran air, saluran listrik, dan seluruh kitchen equipments sudah beroperasi dengan baik. Standing dan cassette AC pun sudah berfungsi dengan baik, menjadikan seluruh ruangan restoran menjadi sangat dingin.
Yugyeom juga sempat meminta kepala tukang untuk mengecek area kamar mandi dan wastafel dan menyalakan saluran airnya berbarengan. Seluruh protokol dan tahap-tahap yang biasa ia lakukan saat hendak melakukan pembukaan restoran sudah ia lakukan. Ia pun merasa lega saat tidak menemukan satu kendala apapun yang dapat menghambat operasional restoran kedepannya, for now.
Taehyung dan Jimin serta timnya akhirnya sudah selesai merangkai lima puluh buku menu yang harus diikat dengan tali romi tebal. Steve memang meminta Taehyung untuk mendesain buku menu dengan hard cover berbahan suede, sedangkan lembaran menunya menggunakan kertas jenis art carton. Pada sampul buku menu yang berwarna coklat kayu itu, terlihat logo Comedor Terraza yang dibordir rapi dan elegan.
Wajar memang jika pihak percetakan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menggarap buku menu sedemikian rupa. Namun, Taehyung tidak akan merasa kecewa dan memarahi pihak mereka jika proyeknya diprioritaskan.
Tidak lama kemudian, mereka berempat akhirnya menyelesaikan makan malam mereka, lalu bergegas menuju lantai tempat Comedor Terraza berada.
Tim purchasing dan Anggia sedari tadi masih berada di restoran untuk bekerja sama mengecek semua jumlah kitchen utensils, piring, gelas, dan cutleries yang akan digunakan saat operasional. Biasanya tim mereka sudah harus menyiapkan dan menempatkan semua peralatan itu di restoran sejak jauh-jauh hari. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mereka jika mendekati hari soft opening dilaksanakan, masih ada beberapa barang yang harus dibeli.
Eunwoo dan Mingyu pun tidak kalah sibuk jika sudah mendekati hari H seperti ini di kantor. Mereka berdua harus mengecek seluruh permintaan dana mendadak, yang diperlukan di lapangan. Biasanya mereka berdua pasti akan sibuk berada di depan komputer dengan kalkulator dan token rekening bank.
Saat mereka memasuki pintu utama restoran, Mas Suno terlihat berlari-lari kecil ke arah mereka. Yugyeom memang masih meminta kepala tukangnya itu dan beberapa bawahannya untuk menunggu sampai selesai meninjau restoran malam nanti.
“Mas Yugi, Mas Jimin, sudah datang Pak Hoseok dan satu orang lagi, baru saja. Kayaknya mau ketemu sama mas-nya, ya?” Mas Suno berkata ramah, sambil mengarahkan ibu jarinya ke arah sisi restoran sebelah kanan.
Yugyeom lantas mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Sedang Taehyung dan Jeongguk, langsung berjalan ke arah bar, memesan minuman pada barista yang sedang standby di sana.
Jimin lantas melihat ke arah kitchen yang agak jauh dari pintu utama. Ia memicingkan kedua matanya, berusaha mengenal sosok lain yang sedang berdiri di sebelah Hoseok. Kedua pria itu berdiri membelakangi mereka.
Yugyeom lantas memanggil Anggia yang terlihat fokus berbincang dengan tim purchasing di sisi bagian dalam bar, sedang menghitung cutleries dan memisahkannya kedalam compartment yang ada.
Wanita itu menoleh ke arahnya, lalu meletakkan beberapa lembar kertas yang sedari tadi dipegangnya di atas mesin kasir. Ia lalu melangkah ke arah pintu utama sambil menyelipkan handphonenya kedalam saku blazer yang ia kenakan.
“Ada apa, Yug?” Anggia bertanya sambil melirik ke arah Taehyung dan Jeongguk yang terlihat tertawa, entah sedang membicarakan apa, tidak jauh dari tempatnya berdiri. “Oh ya, Pak Hoseok sudah datang, ada di sana, Yug. Barusan sekali,” kata Anggia sedikit pelan sambil mengangkat tangannya sedikit untuk menunjuk ke arah kitchen.
Jimin mengernyit, melihat gelagat Anggia yang cukup aneh. Wanita itu tidak seceria biasanya? Well, Jimin menyadari itu lantaran biasanya ia selalu mendengar suara Anggia yang cukup keras dan sedikit mengganggu. Jimin pun hampir tidak mendengar suara wanita itu kalau saja ia tidak menunjuk ke arah yang dimaksud.
“Gi, are you okay?” Jimin bertanya kemudian, tidak bisa menahan rasa penasarannya.
Ada apa sebenarnya?
Anggia mengangguk cepat sambil menyunggingkan senyumnya. Senyum palsu, Jimin tahu itu dan merasa lebih yakin saat mendengar jawaban Anggia dengan suara seperti sedang meringis. “I'm great!”
Wanita itu lantas pergi dari sana dan kembali ke sisi dalam bar saat melihat Taehyung dan Jeongguk berjalan ke arah mereka berdiri. Sepasang kekasih itu hanya menaikkan alisnya, merasakan gelagat aneh Anggia saat melihat mereka.
“She's weird,” celetuk Taehyung santai sambil mengangkat bahu, memecah keheningan diantara mereka. Jeongguk yang sedang berdiri di sampingnya hanya melirik ke arah Taehyung sambil memukul pelan bahu kekasihnya dan berdecak.
Yugyeom langsung memberitahu mereka berdua bahwa Hoseok sudah datang bersama dengan partner Steve. Taehyung dan Jeongguk langsung mengangguk dan meletakkan cangkir minuman mereka pada bar island.
“Okay, let's meet the mysterious man,” kata Jeongguk pada rekan timnya kemudian, sambil berjalan ke arah dua pria itu. Taehyung hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya mendengar kekasihnya itu.
Dari kejauhan, Taehyung benar-benar tidak mengenali sosok yang sedang berdiri di sebelah Hoseok. Pria yang konon katanya adalah partner Steve untuk bisnis Comedor Terraza itu tubuhnya sedikit lebih tinggi dari Hoseok. Pria itu memiliki bahu yang lebar, rambutnya berwarna hitam, terlihat digunting rapi bak potongan masa kini dan disibakkan ke belakang.
Ah, pria ini sepertinya masih muda tidak jauh darinya, Taehyung membatin.
Ia sedari tadi masih meneliti sosok itu dari tampak belakang. Taehyung mendengar tawa Hoseok tiba-tiba menggelegar mengisi seluruh ruangan.
Pria di samping seniornya itu sepertinya menanggapi, namun ia tidak dapat mendengarnya dengan jelas, suaranya kalah dengan background music yang terdengar merdu dari speaker yang tergantung pada dinding restoran.
Siapakah pria itu? Taehyung tidak mengenalnya sama sekali.
Jeongguk yang sedang berjalan lantas berhenti, saat melihat Jimin yang berada di depannya pun menghentikan langkahnya. Sahabat Taehyung itu lantas menoleh ke belakang dengan mata terbelalak dan mulutnya terbuka lebar, tidak menghiraukan tatapan Jeongguk dengan raut wajah yang bingung.
Jimin bertemu mata dengan Taehyung, tidak sempat mengatakan apapun saat ia mendengar Hoseok memanggil mereka, menyadari bahwa timnya sudah datang.
Taehyung yang sedang membalas tatapan Jimin dengan mengernyit lantas melirik ke arah Hoseok dan pria yang berdiri di sampingnya.
“Eh, kalian sudah datang. So, perkenalkan, beliau adalah partnernya Steve. Namanya Mr. Park...”
Ia sudah tidak mendengar kata-kata yang Hoseok ucapkan. Lidah Taehyung rasanya kelu, sepasang manik hazelnya tidak berkedip saat melihat pria itu menjabat tangan Jeongguk sambil tersenyum.
Kekasihnya yang belum menyadari betapa terkejutnya Taehyung di belakangnya, hanya membalas sapaan pria itu dengan senyumnya yang lebar dan ramah, walaupun Taehyung tahu tatapan Jeongguk terlihat bingung saat ini.
Dunia sudah jelas sedang menertawainya sekarang, melihat reaksi Taehyung yang diam seribu bahasa dan berdiri mematung.
Lamunannya buyar, saat menyadari bahwa Jeongguk sedari tadi sudah memanggilnya beberapa kali. Kekasihnya itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajahnya, berusaha membawa kembali Taehyung ke realita.
Pria yang berdiri di samping Hoseok itu lantas tertawa, melangkah ke arah Taehyung sambil mengulurkan tangannya.
Ia tersenyum.
Senyum itu.
“Halo, Anda yang bernama Taehyung, ya?” Sapa pria itu ramah. Terlalu ramah menurut Taehyung. “Saya Park Seojoon. Panggil saja Seojoon. Nice to meet you.”
*Misuh-misuh: berkata kasar dalam bahasa Jawa