magnolia ; i got you • 553
Taehyung sudah lebih dulu terbangun dari tidurnya, merasakan sinar matahari pagi yang mengenai wajahnya. Ia hendak bergerak saat ia merasakan hangat tubuh orang lain dalam pelukannya.
Jeongguk.
Ia tersenyum dan menghela napas lega.
Bersyukur karena setidaknya, Jeongguk tidak pergi setelah adu argumen diantara mereka malam tadi.
Ia tahu, kejadian semalam bukanlah mimpi. Ia ingat betul setiap gestur dan kalimat yang mereka berdua ucapkan kepada satu sama lain.
Ia ingat betul bagaimana mereka berdua menangis, berteriak, dan mengaduh dengan putus asa.
Damn, Taehyung tidak akan lupa bagaimana Jeongguk benar-benar meneriakinya sambil menangis.
Setiap kata yang terucap dari bibir kenyal Jeongguk rasanya seperti tamparan untuk dirinya.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Taehyung akhirnya menyadari, bahwa yang dikatakan oleh Jeongguk semuanya adalah benar.
Bagaimana Taehyung selalu mementingkan Jeongguk terlebih dahulu, bagaimana kabarnya hari ini, bagaimana suasana hatinya hari ini, bagaimana kegiatannya hari ini.
Semuanya.
Namun apa yang bisa Taehyung lakukan? Toh, semuanya hanya mengalir begitu saja. Ia pun tidak pernah merasa terbebani sama sekali saat melakukannya.
Jeongguk membuatnya tersadar, bahwa sebenarnya, kekasihnya itu hanya ingin membuat Taehyung belajar untuk mencintainya diri sendiri.
Taehyung lalu mengecup pelan bagian belakang kepala Jeongguk beberapa kali, tidak ingin membangunkan kekasihnya yang terlihat masih tertidur pulas. Ia mengusap pelan perut Jeongguk dengan ibu jarinya, merasakan kekasihnya itu benar-benar menggenggam lengan kirinya erat.
Ia tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.
Aku nggak akan pergi ke mana-mana, Jeonggukie.
Ia mengecup telinga Jeongguk kemudian, sambil berusaha menarik tangannya dari sana. Ia harus mengambil minum. Tenggorokannya kering karena kejadian semalam. Ia pun harus mencuci muka dan menggosok giginya.
Banyak sekali rutinitas sederhana di pagi hari yang harus ia lakukan.
Ia ingin mencium Jeongguk. Maka ia harus melakukan kegiatannya sesegera mungkin.
Ia rindu mencium Jeongguk.
Namun sepertinya Jeongguk yang sedang tertidur dalam pelukannya itu tidak mengizinkannya.
Membutuhkan waktu hingga lima menit hingga akhirnya Taehyung dapat melepaskan pelukannya pada tubuh Jeongguk. Ia sempat membisikkan selamat pagi pada kekasihnya itu, dan mengatakan bahwa ia akan ke dapur sebentar. Jeongguk hanya menanggapi dengan menggumam kata-kata yang tidak begitu jelas, Taehyung tahu betul kekasihnya itu sedang mengigau dalam tidurnya.
Ia lalu tersenyum, meninggalkan beberapa kecupan pelan pada bahu Jeongguk sebelum akhirnya mengangkat tubuhnya untuk duduk. Taehyung melakukan peregangan pada leher dan tangannya, terdengar bunyi tulang-tulang tubuhnya bergesekan.
Ia melirik ke arah nakasnya. Jam digital miliknya menunjukkan pukul sembilan pagi.
God, pantas saja ia merasa tidurnya belum cukup. Taehyung lalu memutar lehernya dan mengambil napas panjang.
Sesaat setelahnya, ia merasakan handphonenya bergetar pelan. Ia lalu mengulurkan tangan kirinya untuk mengambil benda itu.
Terlihat ada dua pesan singkat; dari Namjoon dan grup keluarganya. Taehyung membaca hanya pesan selamat pagi seperti biasanya yang dikirimkan oleh ibunya setiap hari. Ia hanya membalas singkat pesan ibunya, hendak membuka pesan dari kakaknya saat teringat sesuatu.
Apa tadi malam Namjoon mendengar teriakannya dan Jeongguk?
'Dek, gue mau pergi sama Jimin seharian ya. Also, Mama dan Papa katanya bakal extend di hotel. Well kalau Kak Jin, dia bilang ke gue tadi subuh kalau nggak akan pulang ke rumah, mau kerja dari hotel aja. Jadi rumah punya kalian berdua ya seharian ini. Tapi gue yakin, hari ini lo pasti somehow bakal balik ke apartemen Jeongguk. Haha.'
Anak bungsu keluarga Kim itu lantas menggelengkan kepalanya saat membaca pesan itu. Jika saat ini Namjoon sedang berbicara langsung di depannya, pasti kakaknya itu berbicara dengan nada yang mengejek.
'Sorry I overheard you both arguing last night. Yeontan was barking so loud, gue takut tetangga keganggu. So I checked up on him. Take your time ya, Tae. Gue tahu pasti lo berdua punya alasan kok. Jangan bertengkar lama-lama, it will ruin your mood. Take care bro, gue berangkat dulu.'
Taehyung menghela napas kasar sambil menyandarkan tubuhnya pada headboard kasurnya.
So, Namjoon heard. Taehyung tahu kakaknya itu tidak akan pernah mencampuri urusan pribadinya. Namun ia hanya khawatir, apa yang Namjoon pikirkan mendengar adu argumen antara Jeongguk dan dirinya?
Ia lalu menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak memikirkan tentang hal itu. Taehyung menaruh handphonenya kembali di nakas, dan mengulurkan kakinya untuk turun dari kasurnya.
Ia mengenakan sandal kamarnya lalu berjalan ke arah pintu kamar dengan hati-hati. Ia ingin pergi ke dapur untuk membuat teh untuknya dan Jeongguk dan kembali lagi ke kamarnya sebelum kekasihnya itu terbangun.
Saat ia sudah melangkah ke luar dari kamarnya dan hendak menutup pintu, ia melirik ke arah buffet yang menempel pada sisi luar tembok kamar tidurnya. Taehyung melihat sebuah teko transparan miliknya, lengkap dengan dua buah mug besar kosong diatas nampan.
Taehyung melihat secarik kertas berwarna kuning yang sering digunakan di rumahnya sebagai post-it itu menempel pada badan teko. Ia lalu mengambilnya untuk dibaca, sekilas terlihat tulisan tangan ART nya yang ia hafal betul.
'Mas Tae, ini saya buatkan minuman teh panas untuk Mas Tae seperti kemarin, tapi pakai teko. Jadi Mas ndak perlu turun ke dapur. Kalau ada mau minta tolong apa, Mas Tae kirim SMS saja ke saya atau ART lainnya. Nanti saya kerjakan. Saya standby di rumah belakang. Terima kasih, Mas.'
Ini pasti permintaan kak Namjoon. Semua orang diminta nggak standby di rumah utama untuk ngasih gue privasi. Macem gue orang penting aja sih, batin Taehyung.
Ia lalu mengangkat bahunya, membuat reminder sendiri dalam kepalanya untuk mengucapkan terima kasih pada ARTnya itu nanti. Taehyung membuka pintu kamarnya terlebih dahulu, menyangganya dengan kaki kirinya dan mengambil nampan itu dari buffetnya dan membawanya masuk.
Jeongguk masih tertidur nyenyak. Taehyung mendengar kekasihnya itu mendengkur halus. Ia dengan cepat segera melangkah ke kamar mandinya untuk mencuci muka dan menggosok giginya. Berusaha memulai rutinitasnya seperti biasa, walaupun sedari tadi Taehyung dapat merasakan dadanya berdegup kencang.
Ia teringat pembicaraan diantara mereka yang masih menggantung tadi malam.
Mau tidak mau, ia harus menghadapinya saat Jeongguk yang masih tertidur pulas dengan kaos hitam milik Taehyung itu terbangun.
;
“Tae?” Panggil Jeongguk lirih, menggerak-gerakkan tangannya pada sisi kasur di sampingnya yang sudah kosong. Namun masih terasa suhu tubuh Taehyung yang hangat.
Kedua mata Jeongguk masih tertutup rapat, merasakan wajahnya hangat terkena sinar matahari. Tenggorokannya terasa perih. Jeongguk lantas berusaha menelan air liurnya sendiri.
Tidak ada respon dari kekasihnya itu.
Ini sudah jam berapa? Taehyung di mana?
Dingin sekali. Jeongguk ingin sekali membuka kedua matanya untuk sekedar mencari keberadaan kekasihnya. Namun selimut tebal dan bantal tidur milik Taehyung benar-benar membuatnya nyaman. Jeongguk hanya menggumam setengah sadar sambil menarik selimut hingga menutupi lehernya dan lebih menempelkan wajahnya pada bantal Taehyung yang empuk itu.
Jeongguk hampir tenggelam kembali dalam alam bawah sadarnya saat ia mendengar bunyi derit engsel pintu dari arah kamar mandi. Ia refleks mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah sumber suara. Jeongguk melihat Taehyung sedang mengeringkan rambutnya sendiri dan mengusap wajahnya dengan handuk kecil sambil melangkah ke luar kamar mandi.
Ia lantas mengangkat tubuhnya, menyangganya dengan kedua sikunya. “Tae, selamat pagi.” Ia menyapa Taehyung yang sepertinya belum menyadari bahwa dirinya sudah bangun dari tidurnya.
Taehyung yang sedang mengacak-acak rambut bagian belakang kepalanya dengan handuk lantas menghentikan kegiatannya. Ia lalu menoleh ke arah Jeongguk yang sudah menghadapkan tubuhnya ke arahnya.
“Hei,” jawab Taehyung tersenyum sambil melangkah ke arah sisi Jeongguk berbaring di kasurnya. “Selamat pagi, sayang.” Taehyung membalas lembut, membungkukkan badannya untuk mengecup kening kekasihnya itu.
Jeongguk hanya bisa merespon dengan melenguh, mengangkat kedua tangannya untuk mengalungkannya pada leher Taehyung.
He needs a skin contact.
“I missed you, Tae,” bisik Jeongguk sambil menarik tubuh Taehyung. “Kamu mau ke mana kok mandi?” Ia bertanya, masih memeluk leher kekasihnya erat.
Tidak ada respon verbal dari Taehyung. Kekasihnya itu hanya menarik wajahnya sedikit untuk mencium seluruh wajah Jeongguk. Kedua matanya, hidungnya, pipinya, dan ujung bibirnya.
“Supaya bisa langsung nyium kamu lah.” Taehyung menjawab santai, mendengar Jeongguk hanya menggeram tanda ia malu. “I have an urge to kiss you. Sudah kangen, Jeonggukie.”
Taehyung hanya terkekeh sambil menyunggingkan senyum kotaknya, membuat Jeongguk lantas menangkup pipi Taehyung dengan kedua tangannya.
Ia lalu menarik wajah kekasihnya itu untuk mendaratkan kecupan pada kedua pipinya lalu dagunya. Jeongguk lalu merasakan dengan bibirnya, rambut-rambut halus pada dagu kekasihnya itu sudah dicukur.
“Ih, Taehyung sudah shave,” kata Jeongguk riang, seketika tertawa keras karena melihat Taehyung di hadapannya memutar kedua bola matanya malas. Jeongguk mengusap dagu Taehyung dengan jari telunjuknya. “I have an urge to kiss you too.”
Senyum kotak kekasih Jeongguk itu terlihat lagi, lebih lebar kali ini. “Iyalah. Nanti nggak boleh nyium kamu kalau nggak.” Ia lalu mendaratkan satu kecupan yang cukup lama pada dahi Jeongguk.
“Sayang mau bebersih dulu di kamar mandi? Ada yang mau aku bicarakan.” Taehyung menatap kedua mata bulat Jeongguk bergantian sambil mengusap pipinya dengan ibu jarinya. “The sooner the better, Gguk.”
Jeongguk lantas menghentikan gerakan jarinya pada dagu Taehyung. “Oh. Yeah, okay. Kasih aku waktu sepuluh menit ya, Tae?”
The sooner the better... Apakah semuanya akan berakhir sebentar lagi?
Kekasihnya itu mengangkat tubuhnya dari kasur lalu mengangguk. “Take your time, sayang.” Taehyung lalu menarik kedua tangan Jeongguk, membantunya untuk bangun dari kasur dan berdiri di lantai. Taehyung sepertinya melihat dengan jelas raut wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat.
“Jangan khawatir, Jeonggukie. I'm not going to say the word,” ujar Taehyung, seperti bisa membaca pikirannya. “Not now, not ever. Sudah sana, aku tunggu di sini ya.”
Ia lalu mengangkat wajahnya dan memandang kedua manik hazel Taehyung itu. “Iya, Tae, aku tahu. Maaf, aku hanya gugup.” Jeongguk lalu mengecup pipi Taehyung sekali lagi, sebelum akhirnya mengenakan sandal rumah milik Taehyung lalu berjalan ke arah kamar mandi.
;
Mereka berdua menghabiskan waktu tiga jam untuk membicarakan masalah semalam. Entah sudah berapa helai tisu yang dihabiskan Jeongguk untuk menghapus air mata dan membuang ingusnya. Seperempat kasur Taehyung sudah dipenuhi oleh bekas tisu milik mereka berdua, namun ia tidak peduli. Menurut pengakuan Jeongguk padanya, kekasihnya itu sudah lama sekali ia tidak menangis histeris seperti ini. Taehyung yang merebahkan dirinya berhadapan dengan Jeongguk pun beberapa kali ikut menangis mendengar keluh kesah dan kekhawatiran kekasihnya itu.
Sudah tidak terhitung berapa banyak kata maaf yang mereka ucapkan pada satu sama lain. Baik Taehyung maupun Jeongguk sepertinya tidak mau kalah untuk mengutarakan kata maaf mereka. Ini adalah kali pertama mereka berbicara dari hati ke hati untuk membahas hal yang serius. Jika diingat, selama ini sepasang kekasih itu memang belum pernah bertengkar hebat seperti kemarin.
Jeongguk akhirnya membongkar semua hal yang ia rasakan sejak beberapa hari lalu, bagaimana Taehyung terasa berbeda, seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Jeongguk selalu percaya pada Taehyung. Ia merasa, jika memang kekasihnya itu belum siap untuk memberitahunya, Jeongguk akan menghargainya. Walaupun rasa khawatir itu tetap ada.
Namun ia merasa dikhianati dengan pikiran-pikiran buruknya saat melihat Anggia—satu dari sekian banyak manusia di luar sana—mengunggah foto kedua kakak Taehyung. Ia memberitahu Taehyung bagaimana rasanya hatinya mencelos, seperti merosot dari tempatnya. Ia memberitahu Taehyung bagaimana rasanya selera untuk pergi dengan kekasihnya itu pada hari Sabtu sudah hilang. Ia memberitahu Taehyung semuanya itu.
Taehyung yang sedari tadi mengusap-usap lengan kekasihnya untuk menenangkannya karena menangis, lantas berhenti. Jeongguk melihat kilat emosi dari manik hazel Taehyung.
Oh tidak, Taehyung pasti sebentar lagi akan marah.
“Come again?” Taehyung bertanya, tidak bisa menyembunyikan emosinya yang terdengar dari suaranya barusan. “She did what?!”
Jeongguk lantas meraih tangan Taehyung yang sudah mengepal. Ia melihat buku-buku jari Taehyung perlahan memutih. “Taehyung, sabar. Jangan marah...”
“Berengsek,” kata Taehyung ketus. “Gila ya dia! Nggak di lingkup kerja, nggak di kehidupan pribadi, bisanya hanya ngerusak hubungan orang.” Sambung Taehyung kemudian sebelum melirik tajam ke arah Jeongguk. “Kamu kok malah ketawa sih, Gguk? Kamu nggak kasihan sama aku, punya calon kakak ipar rese kayak dia?”
Tawa Jeongguk meledak lagi, kali ini lebih keras. Ia sampai memegangi perutnya dan pipinya karena lelah tertawa. “Duh. Sebentar, sebentar, Tae,” kata Jeongguk disela-sela tawanya. “Lucu aja. Aku bahkan nggak ingat dia benar-benar buat kita berdua kewalahan karena aksi dia waktu itu.”
Mendengar kekasihnya berkata, Taehyung hanya memutar kedua bola matanya malas sambil menyentil pelan dahi Jeongguk. “Makanya itu, kamu malah ketawa itu gimana coba, Jeonggukie.”
Pria di hadapan Taehyung itu lantas terkekeh geli, masih berusaha menahan suara tawanya dengan menggigit lidahnya sendiri. Taehyung lalu melihat sekilas sepasang mata bulat Jeongguk melebar, seperti baru mengingat sesuatu.
“Eh iya, Tae, aku boleh tanya sesuatu?” Jeongguk bertanya hati-hati. Ia tidak ingin merusak suasana yang sudah mencair dan membaik. Namun rasanya saat ini adalah waktu yang tepat untuk menanyakannya pada Taehyung.
Kekasih Jeongguk itu melihat raut wajah Jeongguk, seperti ragu-ragu. Ia lantas meraih tangan Jeongguk, lalu mendekatkannya pada bibirnya. Taehyung meninggalkan beberapa kecupan pada punggung tangan Jeongguk. “Boleh dong, sayang. Mau tanya apa?”
“Uh... Aku semalam sempat ngobrol dengan kak Namjoon,” kata Jeongguk memulai pertanyaannya. Ia khawatir pertanyaan ini akan merusak suasana, namun Taehyung sedari tadi seperti meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Anggia... bukan hanya calon kakak ipar kamu 'kan, Tae?”
Deg.
Taehyung terkejut, tidak akan menyangka bahwa harus secepat ini memberitahu Jeongguk mengenai siapa sebenarnya Anggia dan apa hubungannya dengan Taehyung.
Ia akan berbicara dengan Namjoon nanti. Bukannya Taehyung tidak mau membahasnya, hanya saja, ini terlalu cepat?
Ia tidak siap jika Jeongguk akan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang ia sendiri tidak tahu, apakah ia akan sanggup untuk menjawabnya.
“Kamu apa ingat dengan mantan aku dulu?” Taehyung bertanya pada Jeongguk. Kekasihnya itu hanya mengangguk polos, kedua matanya membulat. “Well, we had something in common ternyata. Anggia juga mantannya Seojoon, Gguk.”
Taehyung tidak pernah melihat Jeongguk secepat itu terduduk dari tidurnya.
“What the hell?! Kenapa dunia sempit sekali?!”
Kekasih Jeongguk itu lantas tertawa, menangkup wajahnya yang mungil untuk menciumnya. “Nggak usah bahas masa lalu, Jeonggukie. Waktunya kita pakai untuk yang lain aja, bagaimana?” Taehyung mencium bibir Jeongguk pelan. “Mau?”
Tidak membutuhkan waktu lama untuk Jeongguk menjawab lalu membalas ciuman Taehyung lebih dalam. “Ya mau lah, Taehyung.”
Taehyung lantas tersenyum lalu memagut bibir Jeongguk.
Setidaknya, badai diantara mereka sudah mereda, bersamaan dengan hujan deras tadi malam, digantikan dengan cerahnya sinar matahari yang menghangatkan mereka saat ini.
Bagi Taehyung, hal itu, sudah lebih dari cukup.