Muse.

Setelah mengakhiri sambungan telepon, Taehyung merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Ia menghela napas sambil berpikir. Dahi Taehyung tergurat, tunjukkan rasa khawatir; mengingat Jeongguk dari layar ponselnya terlihat sangat lelah saat mengobrol lewat video call tadi.

Taehyung tahu, beberapa hari ini Jeongguk terlihat sibuk dengan sesuatu entah apa, yang dirinya sendiri tidak tahu. Lagipula, beberapa hint sana-sini yang Taehyung baca saat Jeongguk dan Jimin mengobrol di Twitter, membuatnya mengurungkan niatnya untuk bertanya lagi.

Jeongguk bilang, Taehyung hanya perlu sabar—pun Bunda mengatakan hal yang sama. Trust—something that easier said than done, menurut kacamata Taehyung. Tapi ia tahu, everything is going to be worth it—seperti apa kata Jeongguk.

Sebenarnya, Taehyung penasaran, acara apa yang akan dilaksanakan oleh Jeongguk. Kemarin ia hanya melihat sekilas foto salah satu seniornya, Hwasa, yang menunjukkan sedikit 'hint' dari exhibition hall di sekolahnya, yang terlihat sudah didandani dengan apik.

Taehyung mengerti bahwa Jeongguk dan tim akan membuat exhibition—berhubungan dengan acara para junior sekolah minggu lalu. Namun ia tidak begitu paham; hal apa yang membuat Jeongguk khawatir berlebihan dan sesekali kali seperti tidak fokus saat berbicara dengan Taehyung beberapa hari terakhir.

Ia hanya ingin memastikan bahwa laki-laki yang ia sayangi itu tidak sedang berada dalam masalah; atau beban pikiran yang mengganggu istirahat dan kegiatan rutinnya setiap hari.

Well, Taehyung tidak tahu seberapa stressful kejutan yang Jeongguk siapkan di penghujung minggu.

I hope it is really going to be worth it, batin Taehyung.

Lingkungan sekolah hari ini cukup ramai—banyak sekali para mahasiswa yang datang; terlihat tubuh mereka dibalut dengan jaket almamater kebanggaan masing-masing. Warna-warni, seperti sedang berada di acara festival desain Bunda Kim kalau kata Jimin tadi pagi; yang hanya dibalas Taehyung dengan memutar bola matanya.

Taehyung adalah salah seorang yang enggan untuk melihat kerumunan manusia yang tidak ia kenal. Sedangkan Jimin benar-benar kebalikan dari dirinya. Ia selalu senang melihat wajah-wajah baru; apalagi para senior. Tentu, Jimin tetap harus menutup telinganya kanan-kiri mendengar sahabatnya protes karena omongannya tidak didengar.

Lain cerita dengan Hoseok; teman dekatnya itu sudah sedari pagi tidak terlihat batang hidungnya. Ia hanya memberi info bahwa hari ini akan mengajak beberapa siswa kelas X dan XII untuk bergabung di klub dance.

Sekalian nambah temen di sini lah, kata Hoseok via group chat beberapa menit lalu.

Taehyung dengan malas menyandarkan tubuhnya di bangku kelas, sambil mengambil remote untuk mengarahkan pendingin ruangan kelas mereka kearahnya. Beberapa teman sekelasnya sedang menghabiskan waktu istirahat siang di kantin; ruang kelas Taehyung saat ini cukup sepi.

Sambil memainkan game di ponselnya, ia sesekali melirik kearah luar; sedari tadi Taehyung menangkap dengan indra pendengarnya, Jimin dan Wooshik beberapa kali berteriak sambil menyebutkan kata 'senior ini' 'senior itu' berkali-kali. Taehyung hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. Sahabatnya itu akan susah diganggu jika dalam mode heboh seperti ini.

Ruang kelas yang sepi membuat Taehyung sempat menghentikan permainannya di ponsel dan termenung. Ia menghela napas dan memencet tombol di layar untuk kembali ke halaman utama; tidak menemukan satupun notifikasi pesan dan/atau telepon dari Jeongguk.

Tak ingin memikirkan hal-hal yang sepertinya akan membuatnya khawatir berlebih, ia mengambil kesimpulan bahwa Jeongguk-nya sedang sibuk. Toh, sebenarnya para senior mereka dan mahasiswa yang datang masih menjalani sesi kunjungan ke kelas-kelas di lantai dasar.

Taehyung benar.

Jeongguknya sedang sibuk—memikirkan beberapa hal yang harus ia siapkan sebelum acara; yang sebenarnya sudah terlalu apik dan tidak ada yang perlu ditambahkan lagi. Beberapa kali Jeongguk mengecek ponselnya dan bertukar pesan dengan Seokjin—menanyakan ini itu yang sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.

'Semua udah beres, bro. Lo tenang-tenang aja kenapa sih. Beres, gue ini kan yang megang.'

Pesan dari Seokjin berulang kali dibaca oleh Jeongguk. Ia tahu hari ini dirinya sangat tidak fokus—kepalanya penuh, pening mendengar presentasi yang diberikan oleh para mahasiswa dari beberapa universitas ternama yang ia incar.

Menurut Jeongguk, saat ini, semua tidak menarik. Ia merasa tidak bersemangat mendengarkan penjelasan mengenai fakultas dan jurusan yang selama ini ia impikan. Semua informasi hanya ditangkap sambil lalu oleh Jeongguk.

Ia tidak tahu ada apa dengan dirinya. Apakah ia sedang mengalami krisis percaya diri? Ataukah ia sedang mengalami mid life crisis?

Hell, mungkin pilihan terakhir bisa Jeongguk coret. Ia masih berumur 17 tahun saat ini. Kata orang dan kata beberapa artikel yang ia baca di search engine, manusia memiliki tendensi akan mengalami mid life crisis saat menginjak umur 25 tahun.

Well, Jeongguk tidak tahu apakah hal itu berlaku khusus untuk dirinya saat ini.

Semalam saat Jeongguk mengobrol santai dengan Taehyung di telepon, ia akhirnya bisa bernapas lega. Seseorang yang sangat ia sayangi itu tahu bagaimana cara membuat Jeongguk tenang. Dengan mendengar suara Taehyung yang berat namun manis, beban dan kekhawatiran Jeongguk seperti terangkat dari bahunya. Rasa berat di dada Jeongguk pun seperti hilang begitu saja.

Berbicara dengan Taehyung adalah obat untuk dirinya—obat sederhana yang Jeongguk tahu, akan selalu ia butuhkan di saat seperti ini. Di mana Taehyung berada, di sana lah ketenangan Jeongguk terjaga.

Yang Taehyung belum tahu adalah bahwa isi kepala Jeongguk sedang berkecamuk; ia seperti berada di ujung jalan dengan dua cabang. Jeongguk tidak tahu ke mana ia harus melangkah.

Ia seperti diharuskan memilih... antara akademi atau bakatnya. Menurut Jeongguk, ini adalah pilihan sulit.

Ia seperti ingin membangun jalan sendiri diantara keduanya. Ia ingin keduanya, namun ia tahu, itu tidak mungkin.

Sepertinya, ia harus konsul dengan Mamanya soal hal ini.

Jeongguk tahu, Mama Jeon pasti akan memberikan titik terang atas kebingungannya.

Waktu menunjukkan pukul tiga sore saat para mahasiswa memberi tanda bahwa acara 'Campus Visit' hari ini telah berakhir. Jeongguk yang menyadari waktunya sangat sedikit, segera membereskan barang-barangnya dan memasukan kedalam tasnya asal. Walaupun exhibition akan dibuka pukul setengah lima sore, namun Jeongguk ingin segera bersiap. Ia ingin melihat final look secara langsung sebelum acara dimulai.

Yugyeom dan Eunwoo yang melihat Jeongguk tergesa-gesa hanya menggelengkan kepala mereka dan tertawa kemudian. Meneriakkan 'good luck, bro!' kearah Jeongguk yang sudah berlari meninggalkan kelas sambil menyampir tas kameranya di bahu kirinya. Sahabat mereka berdua itu hanya merespon dengan mengacungkan jempol ke udara sambil terus berlari.

Sesampainya Jeongguk di mobilnya, ia segera merapikan barangnya dan memilah mana saja yang akan ia bawa serta ke hall acara. Tak ingin berlama-lama karena ia tahu Mingyu sudah menunggunya sedari tadi, Jeongguk nekat meraih tas gym di kursi belakang dan mengganti pakaiannya cepat.

Masa bodoh orang mau liat gue atau ngga, ini udah telat banget, batinnya.

Jeongguk menghabiskan waktu sekitar setengah jam untuk membereskan barangnya; memindahkan handphone, dompet, dan saputangan kedalam tas kameranya; serta menelepon Mama untuk meminta doa restu. Ia berharap misinya hari ini untuk menjadikan Taehyung miliknya sepenuhnya akan berhasil.

Ya, semoga usahanya akan berjalan dan berhasil dengan mulus.

Jeongguk berjalan dengan cepat sambil mengabari Mingyu via telepon bahwa ia sudah berada di dalam hall. Jimin tidak bisa dihubungi. Mungkin ia sudah bersama dengan Taehyung.

Ngomong-ngomong, kesayangan Jeongguk itu sedang ada di mana ya?

Ia berjalan kearah titik di mana Mingyu berada sambil mengecek notifikasi di ponselnya.

Shit. Tiga missed-calls dari Taehyung.

Belum sempat Jeongguk menekan speed dial angka 2 di ponselnya, ia menerima pesan dari Taehyung.

Sayang 🤎 'ggukie, semangat acaranya hari ini. it's going to be great, i know. i love you so much, ggukie. see you soon?'

Jeongguk tersenyum kelewat lebar membaca pesan dari Taehyung. His second supporter, tentu setelah Mama Jeon yang berada di posisi pertama.

Yeah, it's going to be great, harapnya.

Seokjin tidak terlihat batang hidungnya sama sekali. Mungkin temannya itu sudah bertemu dengan pacarnya Kak Jaebeom, entah siapa itu. Ia tidak begitu peduli sebenarnya, karena Jeongguk ingin fokus pada acaranya kali ini. Ia hanya sebagai perantara antara sekolahnya dengan agensi—sebenarnya; yang membuat Jeongguk merasa bahwa porsi tersebut adalah bagian Seokjin. Ia merasa tidak perlu ikut campur.

Jeongguk melirik kearah jam digital di layar ponselnya. Lima menit lagi, exhibition akan dibuka. Ia dan Mingyu sudah duduk di tempat yang telah disediakan—mereka berdua bisa memonitori seluruh ruangan dengan leluasa. Sudut ini diminta Jeongguk secara khusus—ia hanya ingin melihat hasil kerja keras tim fotografi yang mempersiapkan semua ini dalam waktu yang sangat singkat.

Tak lama, hall akhirnya dibuka dan beberapa siswa dan representatif yang diundang berjalan masuk. Jeongguk melihat Yugyeom dan Eunwoo sudah masuk ke ruangan, disusul oleh Taehyung dan Jimin di belakangnya.

Jeongguk hampir tidak berkedip saat Taehyung yang sudah mengganti pakaiannya dengan outfit yang tidak pernah Jeongguk lihat.

Taehyung mengenakan kemeja biru dengan aksen bordir di kerahnya. Kesayangannya itu terlihat sangat indah sore ini. Taehyung seperti malaikat, bersinar diantara banyak manusia. Ia seperti mencuri spotlight sore ini.

Seketika beberapa orang yang berada di sekitar Taehyung dan Jimin menoleh dan berbisik. Sahabatnya yang menyadari hal tersebut hanya tertawa kecil; sedang ia melihat kedua pipi Taehyung sudah memerah bak tomat rebus.

Mingyu yang hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Jeongguk dan menjentikkan jari ibu dan telunjuknya di samping telinga Jeongguk. Sahabatnya di sampingnya itu kaget dan mendorong bahu Mingyu pelan.

“Bangke, Ming. Kaget gue semprul.” Jeongguk mengomel diikuti dengan tertawa meledek dari mulut Mingyu.

“Ya abis lo ngeliatin Taehyung kayak ngeliatin malaikat, anjir. Kedip dong, bro... duh.”

Jeongguk hanya bisa memutar bola matanya malas dan menjawan Mingyu asal. “Taehyung emang beneran malaikat, makanya gue nggak kedip.”

“Dasar bucin akut lo emang, Gguk.”

Setengah jam berlalu, pengunjung yang rata-rata mahasiswa dan para teman-temannya dari sekolah terlihat lambat laun memenuhi ruangan. Jeongguk mengatur layout hall ini sedemikian rupa sehingga para pengunjung bisa menikmati foto-foto yang ada tanpa terkecuali. Ia dan Mingyu sempat berkonsultasi dengan Seokjin bahwa mereka ingin membuat layout seperti maze—yang akhirnya disetujui oleh vent chiefs tersebut setelah mendengar alasan mereka berdua.

Jeongguk merdengar bisik-bisik dan respon yang positif dari pengunjung—mereka terlihat dan terdengar kagum akan hasil karya dari klub fotografinya. Ia sangat senang dan bahagia; tersirat dari senyum Jeongguk yang merekah. Salah satu hal yang disukai Mingyu dari seorang Jeongguk.

“Bro, we did it, eh?” tanya Mingyu sambil menyenggol pelan lengan kiri Jeongguk.

“Yeah, we kind of did. Seneng banget gue, Ming. Gue ngga sabar denger respon mereka. Well, terutama respon Taehyung dan Eunwoo sih. Mereka bakal kayak gimana ya, Ming...”

Kalimat Jeongguk terputus di udara saat tiba-tiba Mingyu mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.

Jeongguk yang tidak mendengar respon Mingyu kemudian, menoleh kearah sahabatnya itu dan Mingyu termenung. Ia terpaku pada layar ponselnya. Tidak ada senyum, tidak ada air mata pula.

Datar, tidak seperti Mingyu biasanya.

“Ming? Woy? Lo kenapa Ming?” Jeongguk bertanya pelan sambil mengelus pelan bahu sahabatnya itu.

Apa ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi?

Mingyu mengangkat kepalanya pelan; memindahkan pandangan matanya dari layar ponselnya kearah Jeongguk. Sahabatnya itu terlihat pucat. Jeongguk menebak, sepertinya Eunwoo sudah melihat foto dirinya.

”...he had loved me, ever since, he said... Gguk, i-ini be-beneran nggak sih?” Mingyu terdengar parau lalu tertawa kecil kemudian. Ia tidak menyangka, perasaannya selama ini ternyata membuahkan hasil. Usahanya selama ini, kasih sayangnya selama ini, ternyata tidak hanya satu sisi.

Jeongguk hanya tersenyum mendengar Mingyu seperti terbata-bata. Ia dan Yugyeom sudah tahu sejak awal. Hanya saja, mereka berdua tidak ingin mencampuri urusan perasaan Mingyu dan juga Eunwoo. Para sahabatnya itu pasti akan menemukan jalannya sendiri.

Ia tiba-tiba berpikir, respon seperti apakah yang akan keluar dari mulut Taehyung saat melihat keenam fotonya terpampang jelas dan besar mendominasi tembok exhibition di ujung maze. Jeongguk khawatir, kesayangannya itu akan berakhir dengan teriak histeris atau malah akan menangis tanpa henti.

Taehyung adalah satu-satunya orang yang Jimin kenal dekat; yang sangat mengapresiasi art dan photos. Ia beberapa kali mendapat giliran menemani Taehyung mendatangi sebuah event art and photos exhibitions; acara itu dilaksanakan secara rutin setiap sebulan sekali.

Jika Jeongguk tidak bisa menemani, Jimin pasti akan berada di baris terdepan yang bersedia untuk berada di sisi sahabatnya ke mana pun ia ingin pergi.

Hal inilah yang membuat Taehyung masih berada pada panel foto milik Tere setelah satu setengah jam berjalan dari pintu masuk—mengikuti maze layout di dalam hall. Ia selalu mengapresiasi art dengan memandang lamat-lamat art tersebut, lalu membaca kata demi kata yang dijelaskan oleh si empunya karya. Jimin sudah tahu kebiasaan sahabatnya ini.

Taehyung dan art adalah dua hal yang sulit untuk dipisahkan.

Beberapa kali Jimin mengecek ponselnya; mendapat pesan dari Jeongguk menanyakan sudah sampai di panel mana kah mereka berdua. Jimin mengetik cepat balasannya sambil mendengus. Dari pesannya, Jimin merasa Jeongguk sudah tidak sabar ingin memperlihatkan masterpieces nya pada Taehyung.

Jeon kayak nggak kenal Te aja deh, gerutunya dalam hati.

Setelah menghabiskan dua puluh menit memandang beberapa art setelahnya, sampailah mereka berdua pada panel milik Mingyu. Kedua foto Eunwoo terpampang indah dan apik. Eunwoo terlihat sangat tampan—effortless. Mereka berdua tahu, Eunwoo adalah salah satu sahabat Jeongguk yang memiliki potensi kuat sebagai model. Tidak hanya itu, laki-laki yang ternyata adalah 'muse' Mingyu memancarkan auranya dari foto.

Taehyung tahu, skill Mingyu pun akan head to head jika dibandingkan dengan dengan Jeongguk. Ia tahu kegemaran laki-laki itu akan fotografi seperti apa.

Tergerak untuk membaca deskripsi milik Mingyu, Taehyung berjalan mendekat kearah foto miliknya. Dari jauh, ia samar-samar tidak melihat deskripsi panjang seperti yang sudah-sudah.

Taehyung only read three words instead—yang Taehyung tahu memiliki sejuta arti dibaliknya.

'You found me.'

Jimin yang ada di samping Taehyung hanya menganga dan berkata pelan.

“Excuse me but, what the fuck, Mingyu...”

Yes, what the fuck, indeed, Jims. But in a good way.

Mengagumi foto Eunwoo sekitar sepuluh menit, akhirnya Jimin berhasil menarik tangan Taehyung untuk melihat panel milik Jeongguk. Ia tahu, Jeongguk memiliki enam foto Taehyung di exhibition—yang membuat Jimin terperangah dan terkejut beberapa hari lalu saat menerima emailnya.

Bagaimana tidak, Jeongguk benar-benar mengambil foto ini tanpa sepengetahuan Taehyung bahwa semuanya akan ia pajang di exhibition seperti ini. Taehyung tidak akan tahu sampai hari H bahwa foto dirinya akan dilihat oleh banyak orang.

Menurut Jimin, Jeongguk kali ini benar-benar keluar dari zona nyamannya. Selama ini, seorang Jeon Jeongguk yang ia kenal, tidak akan keluar dari 'balik layar' jika tidak diperlukan; walaupun gelar ini itu yang ia miliki di sekolah berbicara sebaliknya.

Hanya untuk Taehyung.

Taehyung tidak tahu, koleksi pribadi milik Jeongguk akhirnya akan dilihat oleh banyak orang. Jeongguk hanya ingin mengatakan pada dunia, bahwa seorang Taehyung adalah the one and only lover he needs.

Jimin berhasil menarik Taehyung ke depan panel milik Jeongguk, namun merasakan genggaman di tangannya sudah basah karena keringat. Ia menoleh cepat dan mendapati Taehyung sudah menangis dalam diam. Kedua bibir mungilnya terlihat begetar.

“J-jim... i-ini... ini a-apa...” Taehyung terbata-bata dan sudah menangis terisak. Sepasang matanya bergerak ke sana kemari; terpaku pada enam foto dirinya yang bertengger indah di panel milik Jeongguk.

Melepaskan tangannya dari genggaman Jimin, Taehyung berjalan kearah panel dan mencoba untuk membaca notes milik Jeongguk. Pandangan kedua matanya buram; air matanya tidak berhenti menetes dan jatuh ke lantai.

Orang-orang di sekeliling melihat Taehyung menangis; sedang Jimin terlihat dengan cepat menghubungi Jeongguk lalu memeluk dan menenangkan Taehyung di sampingnya.

Notes milik Jeongguk terbaca jelas oleh sepasang matanya. Taehyung merapalkannya, per kata, sambil menyentuh setiap kata itu dengan jari telunjuknya.

'My then and now muse. Forever.'

'I love you.'

'Kim Taehyung, will you be my muse forever? Or perhaps, my boyfriend?'

Tidak sampai tiga menit, Jeongguk berlari kearah Taehyung dan memeluknya. Jimin melepaskan genggamannya, diganti oleh Jeongguk untuk menenangkannya. Mengerti akan kode Jimin, Jeongguk segera membawa kesayangannya ke dekapannya.

Taehyung terlihat kecil; namun tetap indah didalam dekapannya. Jeongguk merutuki dirinya sendiri karena membuat Taehyung menangis karenanya.

“Sayang... hei. Ini aku.” Jeongguk berbisik sambil mengecup pelan keningnya berkali-kali.

Taehyung hanya bisa menjawab sambil berbisik. “G-gukie... is this real?”

“It is all real, baby. Please don't cry? I am so sorry.”

“Yes, Ggukie.” Taehyung menanggapi singkat sambil menangis.

Jeongguk yang mendengar jawaban Taehyung mengernyitkan keningnya bingung.

“Hm? Yes apa, sayang?”

“Iya. Untuk semua pertanyaan kamu. Yes, I will be your forever muse /and/ your boyfriend.” Taehyung menjawab mantap.

“Ah... at last, baby. Thank you so much, I love you,” kata Jeongguk kemudian sambil mengecup kening Taehyung lama dengan sayang.

Yeah, at last.

Seokjin sedari tadi terlihat sedang menemani seorang perempuan sambil menjelaskan beberapa hal. Setelah berkeliling selama setengah jam, akhirnya mereka berdua sampai pada panel milik Jeongguk di akhir.

Terlalu serius sambil mengagumi panel milik Jeongguk, ia tidak sadar wajah perempuan di sampingnya itu sudah pucat dan terkejut.

Perempuan itu segera mengeluarkan ponselnya dan terdengar meminta ijin pada Seokjin untuk keluar dari hall sebentar.

Perempuan itu, berusaha mengatur napasnya sambil mengetik cepat di layar ponselnya. Terdengar ketukan kasar antara kuku lentiknya dan screen.

Entah ada apa dengan perempuan itu.

From: Luna

Mind to explain why I see your former crush's photos all over the exhibition? And I saw that Jeon Jeongguk who happens to be your acquaintance—is the one who has it. Do you know about this? We do really need to talk, Jae.