magnolia ; i got you • 588
cw ⚠️ contain flashback of Taehyung and Seojoon's relationship
Selama perjalanan pulang menuju apartemen Jeongguk, Taehyung diam seribu bahasa. Tidak ada satu patah kata pun yang terucap dari mulutnya. Kedua tangannya tetap memegang setir kemudi, buku-buku jarinya terlihat semakin lama semakin memutih. Cengkramannya yang kuat pada setir membuat urat-urat pada tangan Taehyung tercetak jelas dari balik kulit sawo matangnya. Rahangnya mengeras, Jeongguk dapat melihatnya. Tatapan manik hazel Taehyung yang biasanya teduh, kini hanya memperlihatkan sorot mata yang tajam, fokus pada jalanan yang sangat padat malam ini.
Jeongguk menghitung setiap detiknya, hampir tiga puluh menit lamanya Taehyung tidak menoleh atau bahkan melirik ke arahnya.
Suasana dalam mobil begitu hening dan dingin. Jeongguk rasanya ingin memecah keheningan dengan mengajak kekasihnya berbicara atau sekedar menyetel lagu apapun. Namun ia urungkan. Ia tidak ingin mengganggu Taehyung yang sedari tadi sepertinya sedang berpikir keras, banyak hal yang berperang dalam kepalanya. Diantara mereka hanya terdengar suara napas masing-masing, helaan kasar napas Taehyung, dan bunyi klakson mobil Jeongguk yang ditekan keras oleh kekasihnya itu setiap kali ada kendaraan yang ingin berusaha menyalip mobil mereka.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Lalu lintas hari ini entah mengapa tidak seperti biasanya. Jeongguk sebenarnya sudah menawarkan diri untuk menyetir saat pulang sejak tadi mereka hendak pulang dari restoran. Namun Taehyung hanya menggeleng dan langsung mengambil kunci mobil yang sedang dipegang oleh kekasihnya itu.
Jeongguk pun tidak berani untuk menyetel lagu apapun, tidak ingin membuat kekasihnya merasa, entahlah, terganggu?
Ia bingung bagaimana harus bersikap.
Pertemuan yang mengejutkan dengan partner Steve, yang ternyata adalah Seojoon, mantan kekasih Taehyung, ia akui cukup membuat dirinya sendiri pusing. Aneh, kejadian hari seperti tidak nyata.
Jujur, Jeongguk merasa bodoh karena tidak segera menyadari adanya hal yang aneh saat Jimin menoleh ke arah Taehyung tadi. Ia benar-benar tidak menangkap 'sinyal' yang sahabat Taehyung itu berikan saat Hoseok memanggil nama mereka dan hendak memperkenalkan Seojoon.
Jeongguk sama sekali tidak menyadari saat bertemu mata dengan mantan kekasih Taehyung saat itu. Butuh waktu beberapa detik hingga ia merasa kedua lututnya terasa lemas saat melihat pria di hadapannya itu menyunggingkan senyum lebarnya.
Tinggi badan Seojoon tidak berbeda jauh dengan Taehyung. Tubuhnya terlihat lebih berisi dan tegap, bahunya lebar, potongan rambutnya jauh berbeda dengan yang pernah Taehyung tunjukkan dari foto. Gaya berpakaiannya pun berubah. Jeongguk hampir tidak mengenali pria itu.
Apa hidup menjadi orang dewasa membuat mantan kekasih Taehyung ini berubah seratus delapan puluh derajat?
Ia ingat betul betapa terkejutnya Jimin melihat Seojoon, namun ia tidak bisa melakukan apapun. Bagaimana pun, pria yang sedang berdiri di samping Hoseok itu secara tidak langsung adalah atasannya. Namun Jeongguk melihat jelas rahang Jimin mengeras, kedua tangannya mengepal sesaat sebelum menjabat tangan Seojoon.
Sedang Taehyung, ia melihat kekasihnya itu hanya berdiri mematung karena melihat mantan kekasihnya berdiri di hadapannya. Taehyung hanya tersenyum getir, berusaha menahan hasrat ingin melayangkan tinjunya saat ini juga.
Yugyeom yang tidak mengetahui apapun cerita masa lalu Taehyung, hanya bisa berbisik pada Jeongguk. Sahabat Jeongguk itu bertanya, apakah Taehyung dan Seojoon saling mengenal satu sama lain. Ia hanya menggidikkan bahunya dan menjawab bahwa ia tidak tahu.
Ia melihat Taehyung dengan berat hati mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Seojoon. Jeongguk tahu, Taehyung adalah sosok yang paling profesional yang pernah ia temui. Namun sekarang? Ia tahu kekasihnya itu hampir tidak bisa mengontrol raut wajahnya saat melihat Seojoon mengajaknya berjabat tangan.
Saat Jeongguk mendengar pria itu menyapa Taehyung dan berpura-pura seolah-olah mereka tidak mengenal satu sama lain, ia rasanya ingin muntah. Senyum yang ia berikan pada Taehyung rasanya seperti memiliki arti tersembunyi.
Sang graphic designer itu hanya tersenyum simpul, meraih tangan Seojoon dan menjabatnya barang sedetik. Taehyung lalu melepaskan tangannya dan langsung menoleh ke arahnya dengan sorot mata yang berbeda.
Jeongguk hanya bisa membalas dengan tersenyum, masih berusaha menafsirkan apa arti sorot manik hazel kekasihnya itu.
Apa yang sedang Taehyung rasakan sekarang? Ia tidak bisa menebak apa yang sedang kekasihnya itu pikirkan. Pembukaan Comedor Terraza akan berlangsung tiga hari lagi dan semesta rasanya ingin memberikan badai salju ditengah kehangatan yang tengah mereka rasakan.
Jika ia bisa meminta Taehyung untuk membagi beban pikirannya saat ini juga, Jeongguk pasti sudah melakukannya.
;
Seorang satpam terlihat sigap berdiri saat mobil Jeongguk memasuki parkiran basement gedung. Taehyung melepaskan tangannya dari setir untuk mengambil access card yang ia letakkan pada dasbor sambil membuka kaca mobil. Ia lantas mengulurkan tangannya ke luar, menempelkan kartu itu pada mesin untuk membuka portal otomatis itu.
Pria yang hampir paruh baya itu sempat menyapa Taehyung dan Jeongguk dari luar mobil, mereka berdua hanya membalas dengan satu anggukan sambil menyunggingkan senyum lebar.
Saat Taehyung sudah memarkirkan mobil Jeongguk dekat dengan akses pintu masuk penghuni apartemen, ia segera mematikan lampu mobil dan melepaskan kedua tangannya dari setir. Mesin mobil masih dibiarkan menyala oleh Taehyung.
Jeongguk hanya mengernyit bingung. Apa Taehyung menginginkan sesuatu? Atau apakah Taehyung ingin bicara? Ia tidak mengerti. Ia lalu melihat Taehyung menunduk sambil mengusap wajahnya kasar. Taehyung menggeram, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu berteriak keras. Jeongguk bersyukur tidak ada satu orang pun selain mereka berdua yang terlihat sedang berlalu-lalang di basement.
“Tae, talk to me,” kata Jeongguk yang sudah mengubah posisi duduknya. Ia mengangkat kakinya untuk duduk bersila, menghadap ke arah Taehyung yang sekarang sudah menyandarkan tubuhnya. Jeongguk memberanikan diri untuk mengulurkan tangannya dan meraih tangan Taehyung.
Setidaknya Jeongguk ingin meyakinkan Taehyung bahwa dia ada di sana, menemaninya.
Saat Taehyung merasakan hangatnya telapak tangan Jeongguk berada dibawah tangannya, ia lantas langsung menggenggam tangan mungil kekasihnya itu dan meremasnya kuat. Ia mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Jeongguk, memandang sorot mata bulat kekasihnya yang terlihat khawatir. “Aku... minta maaf, Gguk.”
Jeongguk mengernyitkan dahinya. Ia bingung. Kekasih Taehyung itu memiringkan kepalanya sambil mengulurkan tangan kirinya untuk menangkup wajah Taehyung. Ia mengusap pipi Taehyung pelan dengan ibu jarinya, menatap manik hazel kekasihnya lekat-lekat. “Minta maaf? Minta maaf untuk apa, Taehyungie? You didn't do anything wrong.”
Taehyung memejamkan matanya, menarik napasnya panjang. Lalu dengan suara parau ia menjelaskan pada Jeongguk, tanpa bisa menghentikan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia berbicara ibarat kendaraan dengan rem yang rusak.
“Aku benar-benar nggak tahu kalau ada Seojoon di sana? And I was shocked. Jeonggukie. Aku nggak tahu kenapa semuanya kayak hujan es yang bertubi-tubi buat aku? Anggia, Kak Seokjin, dan Seojoon. Seojoon, Gguk, of all people. And I'm fucking sorry for reacting that way, and this way. I just don't know why—”
“Hei, Taehyung. Stop.” Jeongguk memotong kekasihnya dengan nada tegas. Ia melepas tangannya yang masih menggenggam Taehyung untuk menangkup wajah kekasihnya dengan kedua tangannya. “Sayang, stop, okay? Just stop.”
“Berengsek!” Teriak Taehyung lagi. “Why he has to come back like, right now? Why did he show up a couple of days before the soft opening? What is he up to? I don't get it, Jeonggukie. I don't...”
Ia lalu menarik wajah Taehyung dan menempelkan dahinya pada dahi kekasihnya itu. Jeongguk tidak berhenti mengusapkan ibu jarinya pada kedua pipi kekasihnya. “Take a deep breathe, okay? Please repeat after me, Tae.”
Taehyung berusaha mengatur napasnya sesuai dengan ritme yang Jeongguk bisikan. Ia masih merasakan dadanya turun naik, napasnya memburu akibat emosi. Butuh waktu beberapa menit hingga akhirnya Taehyung sudah sedikit lebih tenang. Ia lalu memegang punggung tangan Jeongguk, menarik kepalanya sedikit untuk mengecup dahi kekasihnya itu.
Jeongguk tertawa pelan, merasakan kedua pipinya menghangat. “Aku juga nggak paham, Taehyung,” jawab Jeongguk sekenanya dengan hati-hati.
“Naik aja, yuk, Tae? Supaya kamu bisa istirahat, nanti aku buatkan sesuatu supaya badan kamu lebih enak. Gimana?”
“Okay, Jeonggukie. Sounds great,” kata Taehyung sambil mengecup bibir Jeongguk yang kering. “Thank you so much.”
;
“Do you ever like me?” Taehyung bertanya tiba-tiba namun dengan nada santai, sambil berjalan ke arah Seojoon yang sedang duduk bersila di sofa. Ia mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya yang sudah ia pendam selama ini.
Mungkin dengan mengajak kekasihnya itu bercanda, siapa tahu, ia akan berhasil menemukan jawabannya?
“Of course, Taehyung. Just stop asking that kind of question, okay. That's stupid,” jawab Seojoon pendek dengan nada dingin, masih berkutat pada handphone-nya sejak tadi.
“I can't believe you just called me stupid. Bro.” Taehyung melirik tajam ke arah kekasihnya, mencoba untuk terlihat marah. Namun gagal, tak lama kemudian, ia menyunggingkan senyum lebarnya sambil mendengus.
Seojoon hanya menghela napas pelan. “Slipped, Tae, sorry.”
Mereka berdua saat ini sedang berada di rumah Seojoon, berencana akan memesan makanan via online dan menonton film di ruang tengah hingga larut malam. “Yeah, okay I forgive you. Anyway, do you want to eat anything? Do you want to start the movie first? Or like, should I order something for us right now?”
“Actually, Tae,” kata Seojoon sambil menghela napas kasar sebelum menyambung lagi. “I'm tired.”
Kekasih Taehyung itu terlihat meletakkan handphone-nya di meja yang ada di samping dan memijat-mijat batang hidungnya sambil memejamkan mata.
Taehyung mengernyit. Apa kekasihnya itu lelah? Seojoon memang selalu menanggapi Taehyung dengan nada dingin, sejak dulu awal pertama kali bertemu. Namun entah mengapa, ia menyadari ada yang salah dengan kekasihnya itu.
Ia akhirnya menghela napas berat, berusaha memaklumi jika Seojoon akhirnya ingin membatalkan rencana mereka malam ini, untuk kesekian kalinya.
“Oh, okay baiklah. Apa kita batalin saja rencana kita malam ini?“
“Not 'that kind' of tired, Tae. I'm just... I don't know. I'm tired of us?” Seojoon bertanya retoris, menundukkan kepalanya sambil bermain dengan jemari tangannya sendiri. “Aren't you?“
Tired? What the fuck does he mean?
“What?” Taehyung membelalakkan matanya. “Capek? Maksud kamu capek kenapa, Seojoon?”
Apa kekasihnya itu sedang mencoba untuk melucu?
“You heard me, Taehyung. I'm tired of us, okay? Like, I can't keep doing this shit. Can you just stop giving me too much attention? It irks me, to be honest, it always does. Aku nggak tahan dengan kicauan kamu, sangat mengganggu.”
Kalau kamu merasa terganggu, kenapa kamu tidak pernah mengutarakan itu?
“Close both of your ears, then. I'm fucking done.”
Apa hubungan ini akan berakhir cukup sampai disini? Atau ini hanya pertengkaran yang biasa terjadi diantara mereka, seperti yang sudah-sudah?
Seojoon menghela napas berat sambil melirik ke arah Taehyung. “Well, good bye, I guess?”
Taehyung berdiri dari duduknya, melempar bantal sofa yang sedari tadi ia pegang ke arah Seojoon. Taehyung benar-benar marah.
“I'm sorry, Tae. I'm truly sorry,” kata Seojoon lirih. Namun Taehyung tidak menemukan nada penyesalan disana. Apa memang hal itu adalah yang selama ini Seojoon rasakan pada Taehyung?
Ia lantas berjalan ke arah pintu rumah kekasihnya itu sambil membawa seluruh barangnya. Taehyung akhirnya bertemu mata dengan Seojoon, lalu mengangkat tangannya dan mengacungkan jari tengah ke arah kekasihnya itu.
Tunggu. Tidak.
Mantan kekasih.