magnolia ; i got you • 159
Sesaat setelah Taehyung membaca pesan dari Jeongguk dan membalasnya, ia langsung meminta izin pada Steve untuk kembali ke mejanya terlebih dahulu. Waktu telah menunjukkan hampir pukul dua belas siang saat itu, Taehyung dengan sigap langsung membuka browsernya di handphone dan mencari nomor telepon restoran yang disebut Jeongguk tadi dan me-reservasi meja untuk mereka berdua. Taehyung bergegas berjalan ke arah tangga gedung menuju lantai tiga, sambil tetap berkonsentrasi pada layar yang menunjukkan nomor telepon yang ia cari.
Taehyung sama sekali tidak tahu apa yang akan dibicarakan dengan Jeongguk, namun dengan penjelasan singkat Jeongguk yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan, Taehyung merasa lega dan sedikit bersemangat. Senyum tersungging di wajahnya, ia tidak sabar untuk segera sampai di lantai tiga gedung kantornya itu dan mengajak Jeongguk pergi.
Ruang kerja para staf Steve terdengar cukup ramai oleh Taehyung saat hendak memasuki ruangan. Ia mengernyitkan dahi, tidak seperti biasanya suara para rekan kerjanya akan terdengar sekencang ini jika belum menjelang jam istirahat kerja. Suara mereka seperti sedang berbincang dan tertawa, apa karena Steve tidak sedang di ruangan?
Saat Taehyung akhirnya membuka pintu kaca ruang kerja mereka, ia melihat Jeongguk sedang menyandarkan pantatnya di meja dengan Jimin yang duduk di kursi kerja agak jauh darinya, sedang mengobrol dengan Anggia, sang General Affair baru yang tadi pagi diperkenalkan oleh Steve padanya dan segenap tim. Taehyung hanya memutar kedua bola matanya dan berjalan ke arah Jeongguk, memperhatikan pria yang sepertinya sedang berkonsentrasi dengan apapun obrolan mereka, sehingga tidak melihat Taehyung datang.
“Gguk, sudah siap?” Tanya Taehyung sedikit kencang—berharap akan didengar, sambil mendekatkan tubuhnya ke Jeongguk dan menepuk bahu rekan kerjanya itu dan merangkul bahunya ramah. Jeongguk melonjak kaget karena suara Taehyung yang cukup keras, diikuti dengan kedua pipinya yang terlihat merah padam karena malu. Taehyung meringis kemudian, saat merasakan gigitan kecil yang terasa pedas pada lengannya.
Sedang Taehyung melirik ke arah Jimin yang terkekeh dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya, menahan tawa. Rekan kerja mereka yang lain tidak begitu memperhatikan mereka, hanya sempat sekilas melirik ke arah Taehyung yang suaranya tadi terdengar cukup keras. Anggia yang posisi duduknya berada tepat di depan Jeongguk, lantas segera menggeser kursi kerja berodanya dan membenarkan duduknya. Taehyung, Jeongguk, dan juga Jimin tidak ada yang memperhatikan bahasa tubuh Anggia; semua perhatian tertuju pada Jeongguk yang sedang terlihat bersenda gurau dengan Taehyung dan melakukan sesi cubit-cubitan.
“Ngagetin aja, sih?” Tanya Jeongguk dengan sedikit ketus namun terdengar suara tawanya kemudian oleh Taehyung, yang menurutnya, itu telah menjadi suara favorit Taehyung hari ini.
Mendengar Jeongguk mengeluh, Taehyung lantas menarik tangannya yang bertengger di bahu Jeongguk, memegang kedua bahu pria itu untuk menghadapnya. Jeongguk yang sedang berdiri di hadapan Taehyung itu hanya mengernyit bingung dan memiringkan kepalanya, melihat tingkah laku rekan kerjanya yang sangat aneh, tidak seperti biasanya. Taehyung sekilas mendengar suara siulan menggoda dari ujung ruangan yang ia tahu persis itu adalah suara Eunwoo dan Mingyu. Jimin terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya dan tergelak kemudian.
Taehyung tidak tahu apa yang membuatnya sangat berani hari ini, dengan spontan mendekatkan bibirnya ke arah telinga Jeongguk dan membisikkan sesuatu. “Ayo, sudah siap belum? Katanya mau lunch date berdua?”
Jeongguk hanya merespon dengan mencubit lengan Taehyung lagi, sambil memukul bahunya sedikit kuat. Taehyung meringis dibuatnya. Wajah Jeongguk sekarang terlihat memerah, seperti menghangat; pun kedua telinganya. Pria itu hanya bisa menggigit bibirnya dan mengangguk sambil menggelengkan kepalanya. Sedang Taehyung? Pria jahil itu hanya menyeringai sambil menggerakkan kedua alisnya naik turun untuk menggoda Jeongguk.
Setelah momen saling goda yang terjadi persis di depan meja Taehyung dan Jimin itu, ia segera mengambil dompet dan kunci mobilnya di tas. Ia lalu berbisik dan pamit pada Jimin untuk pergi makan siang di luar kantor dan menawarkan jika sahabatnya itu ingin menitip sesuatu. Jimin lalu mengangguk dan memberitahu Taehyung bahwa ia akan melihat dulu di website dan akan mengirim pesan jika tertarik. Ia lalu berkata pada mereka berdua agar hati-hati di jalan dan segera duduk di kursi kerjanya lagi.
Anggia, wanita yang sejak tadi tidak diindahkan sama sekali sejak Taehyung menghampiri Jeongguk, akhirnya menghela napas berat saat melihat kedua rekan kerja barunya itu melangkah keluar dari ruangan sambil tersenyum pada satu sama lain. Wanita itu lalu menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya, seperti terkulai lemas dan melamun. Anggia tidak mengira bahwa Jimin mendengarnya dengan jelas. Pun batin Jimin bersuara, sepertinya ada yang harus kutanyakan.
“Bingung ya, Gi?” tanya Jimin kemudian, yang direspon oleh Anggia dengan menoleh padanya dan mengernyitkan dahinya bingung. “Emang modelan anak sini unik-unik, semoga lo betah ya sama tingkah laku kita,” sambung Jimin sambil terkekeh. Ia seperti melihat Anggia terkejut lalu tersenyum simpul, terkesan kikuk.
“Ah, nggak kok, Jimin.” Anggia menjawab dengan ragu-ragu, seperti ada yang ingin ditanyakan. Jimin hanya meresponnya dengan senyum, seperti tahu caranya memancing lawan bicaranya untuk membeberkan apa yang sedang ada didalam benaknya.
“Oh, oke deh. Kalau ada yang mau ditanyain, boleh lho. Since it's your first day,” Jimin membalas sambil berdecak, lalu mengetuk meja di depannya dengan jari-jarinya sebelum ia berdiri untuk pindah ke meja kerjanya.
Namun Jimin sepertinya menggerakkan hati dan benak Anggia yang sesak dengan banyak pertanyaan, karena setelahnya, Anggia memutar kursi kerjanya dan mencegat Jimin yang hendak kembali ke mejanya.
“Taehyung... dengan Jeongguk, pacaran ya, Jim?”
;
Jeongguk yang sudah sangat lapar segera membuka buku menu yang diberikan oleh pramusaji Okuzono dan mengincar beberapa makanan favoritnya untuk dipesan. Taehyung hanya tersenyum melihat tingkah laku rekan kerjanya itu sambil menggeser posisi handphone dan dompetnya hingga ke tembok kubikel tempatnya dan Jeongguk hendak makan siang. Taehyung tadi berhasil melakukan reservasi dan memilih meja yang diinginkan oleh Jeongguk. Kubikel mereka memang terlihat seperti rumah burung di atas pohon, karena membutuhkan beberapa anak tangga untuk sampai di meja mereka. Namun spot ini adalah tempat favorit Jeongguk, karena ia merasa privasinya terjaga.
Setelah menghabiskan waktu sekitar sepuluh menit untuk memilih menu dan memesan, akhirnya Jeongguk bisa menutup buku menunya dan menyerahkannya pada pramusaji untuk dibawa serta. Taehyung memesan Ruri Sushi Set untuk di-share dengan Jeongguk— merupakan jenis kohaku sushi yang menyajikan Kanpachi, Chirasi, dan Maguro Sushi Set dalam tiga mangkuk yang berbeda, dan Yakiniku Onigiri. Ia juga memesan Chirashi Don untuk dirinya sendiri. Sedangkan Jeongguk memilih untuk memesan cukup banyak menu untuknya sendiri, yakni Salmon Ikura Don dan Matsu Sashimi Mori yang merupakan sushi platter. Ia ingin menghabiskan waktu yang cukup lama dengan Taehyung hari ini. Jeongguk ingin bercerita seluruh 'rahasia'nya pada pria itu tanpa ada rasa gugup, yang menurutnya semua akan berlalu dengan lancar jika diiringi dengan makan siang.
“Taehyung, nanti gue mau dessert ya habis dari sini? Boleh? Kita ke Pison boleh, 'kan?” Jeongguk bertanya pelan sambil mengubah mode ponselnya menjadi silent, lalu menumpuknya diatas ponsel Taehyung di pinggir tembok. Jeongguk akhirnya mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk, menangkap basah Taehyung yang sedang memandangi wajahnya entah sejak kapan.
” Something on my face ?” Tanya Jeongguk pelan sambil meraba-raba wajahnya, hendak mengambil handphonenya lagi untuk berkaca. Namun dengan sigap Taehyung meraih pelan pergelangan tangan Jeongguk dan meremasnya singkat, sebelum akhirnya ia letakkan kembali tangan pria itu diatas meja.
Taehyung lantas menggeleng sambil tersenyum teduh, membuat Jeongguk rasanya lemas karenanya. “Nggak. Instead, you look good today. Have I told you?”
“Taehyung, can you stop?! Please, don't do that so easily. Gue malu!” Jeongguk memekik pelan sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, lalu menarik tangannya kembali dari wajahnya untuk menepuk-nepuk kedua pipinya. Terlihat keduanya memerah, membuat Taehyung terkekeh dan mengulurkan tangannya untuk menepuk pelan salah satu pipinya itu. Jeongguk hanya merespon dengan mendesis, seperti tidak yang diganggu, namun jelas Taehyung tidak takut dengannya.
“Iya, iya, maaf, Jeonggukie,” ujar Taehyung untuk meminta maaf sambil tetap menepuk pelan pipi Jeongguk yang duduk di hadapannya. “ But you look really good today. I miss you tho .”
Pria yang namanya barusan disebut dengan manisnya oleh Taehyung hanya dapat tersenyum dan membatin. Ia sangat suka dengan panggilan Jeonggukie. Namun, untuknya, hanya Taehyung yang akan ia perbolehkan untuk memanggilnya seperti itu. Cara Taehyung memanggil Jeongguk dengan lembut dan hati-hati layaknya madu yang diolesi diatas pancake favoritnya.
Sebenarnya, Taehyung ingin menarik tangan Jeongguk yang sedang menggantung di udara, menunggu untuk diraih; dan menggenggamnya. Namun Taehyung berusaha menahan dirinya, mengingat bahwa Jeongguk mengajaknya untuk makan siang bersama karena ada yang ingin ia ceritakan. Taehyung gugup. Ia penasaran dengan apa yang ingin Jeongguk ceritakan padanya.
Mereka berdua menghabiskan sekitar empat puluh lima menit untuk menghabiskan setengah makanan mereka. Terselip canda gurau dan cerita-cerita ringan saat menyantap makan siang mereka. Taehyung menunggu sampai Jeongguk siap. Ia tidak akan memancing Jeongguk terlebih dahulu. Kapanpun ia akan menunggu Jeongguk untuk mulai bercerita padanya.
“Tae, gue minta maaf, ya, kalau gue nggak ngerespon chat lo tadi pagi,” mulai Jeongguk tanpa aba-aba, yang membuat Taehyung tersedak makanannya saat mendengarnya dan dengan cepat menyambar gelas ocha dinginnya. Jeongguk pun dengan sigap mengambil beberapa lembar tisu dan menjulurkan tangannya untuk mengelap bibir Taehyung yang terlihat basah karena minumannya sedikit tumpah.
Jeongguk mencoba melemparkan senyum dan raut wajah sedang meminta maaf pada Taehyung, yang dibalas oleh pria di hadapannya dengan senyum sambil menepuk punggung tangan Jeongguk yang masih sibuk mengelap bibir Taehyung.
“Thank you, Gguk,” balas Taehyung sambil tersenyum pada Jeongguk dan mengambil gumpalan tisu dari tangannya.
Setelah mereka berdua sudah sedikit tenang, Taehyung terkekeh akibat kejadian konyol yang baru saja terjadi, dan menularkan tawanya pada Jeongguk. Pria yang lebih muda usianya dari Taehyung itu akhirnya ikut tertawa. Mereka berdua merasa geli dan hanya dapat menggelengkan kepala.
“Anyway, iya dimaafkan, kok. Gue juga minta maaf ya, Jeonggukie, kalau gue kelewatan. Gue tahu kok kalau gue memang benar kelewatan. I wasn't supposed to bombard your phone like that. I'm sorry.” Taehyung meminta maaf dengan tulus. Ia rasanya ingin cepat-cepat mengeluarkan semua keresahan dalam hatinya. Ia tidak ingin Jeongguk merasa tidak nyaman.
Semoga Taehyung tidak sampai membuat Jeongguk tidak nyaman seperti apa yang ada didalam pikirannya.
Jeongguk hanya membalasnya dengan menggumam, tanda mengerti akan apa yang diucapkan oleh Taehyung. Ia dengan tidak sadar sudah memainkan gelang yang ia pakai sampai hampir lepas. Jeongguk memiliki kebiasaan seperti ini jika sedang gugup. Entah gelang yang sedang ia pakai ini sudah gelang keberapa yang ia beli karena kebiasaannya yang membuat benda itu mudah molor dan rentan putus.
“Tahu nggak, Tae?” Jeongguk memulai dengan bertanya retoris pada Taehyung. Mungkin ini sudah saatnya menceritakan kekhawatirannya pada Taehyung. Ia ingat, kemarin adalah momen di mana ia yakin bahwa ia sudah mulai tertarik pada Taehyung.
“Ya, Jeonggukie? Tahu apa?” Respon Taehyung kemudian. Taehyung memandang Jeongguk lekat-lekat, sambil menopang dagunya dengan telapak tangannya. Ia seperti takut Jeongguk tiba-tiba akan hilang dari hadapannya.
“I tend to push people away if I find them care too much about me.”
There.
Jeongguk akhirnya membeberkan hal yang selama ini dirinya sendiri takuti. Selama ini, Jeongguk hanya memendamnya dalam hati. Tidak satupun orang tahu tentang ini, bahkan Yugyeom. Ia tidak pernah secara gamblang mengeluarkan rahasia ini pada siapapun. Ia takut, ia khawatir. Jeongguk sudah menyadarinya sejak lama. Sebenarnya, salah seorang temannya dulu yang memberitahunya, yang membuatnya akhirnya sadar dan aware dengan hal ini.
“Oh.” Jawab Taehyung singkat kemudian. “I am aware, Gguk.”
Mendengar respon Taehyung, Jeongguk akhirnya menundukkan kepalanya. Tidak, ia belum selesai bicara. Ia tidak ingin Taehyung 'pergi' dan meninggalkannya, bahkan sebelum semuanya dimulai.
“Tapi gue tahu cerita lo belum selesai, Gguk. Go on, I'll be waiting until you're ready, okay?” Jelas Taehyung kemudian, yang tanpa Jeongguk sadari, puncak kepalanya merasakan kontak yang halus dan tersalur rasa sayang disana. Jeongguk akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat Taehyung sedang tersenyum teduh ke arahnya sambil mengelus puncak kepalanya pelan.
Taehyung sangat pengertian. Jeongguk bisa melihat dari gestur dan pandangan sepasang manik hazel itu.
“Yeah. A friend of mine once said, gue itu seperti orang yang sedang berdiri di pinggir pantai, sedangkan ombak dari laut mengguyur badan gue berkali-kali, tapi gue tetap bersikap masa bodoh.” Jeongguk akhirnya menjelaskan. Ia menghela napas berat sebelum akhirnya menyambung lagi. “Dia bilang, ombak yang 'nyerang' gue itu ibarat orang yang peduli sama gue, Tae. Sedangkan gue cuek aja gitu like there's nothing happened. No matter how bold they are, I won't care, at all.”
“Gue gampang tertarik sama orang, Tae. Jujur. Tapi, kalau mereka itu sudah menunjukkan kalau care sama gue sampai do anything yang menjurus seperti PDKT*, gue nggak akan segan to push them away from me.” Jeongguk menjelaskan sambil tertawa mengejek. Ia mengejek dirinya sendiri. Ia tidak tahu mengapa hal ini selalu terjadi padanya. Jeongguk benar-benar bingung. Ia berusaha mencari jawaban atas pertanyaannya, namun tidak kunjung menemukannya.
“Gue takut, Tae. Di kepala gue isinya hanya pertanyaan ragu, apa mereka akhirnya akan ninggalin gue kalau tahu aslinya gue gimana? Itu yang selalu membuat gue cari cara apapun supaya bisa mendorong mereka jauh-jauh pergi dari hidup gue—”
“—tapi entah kenapa, hati gue bilang kalau dengan lo, semuanya akan beda, Tae. I don't know why I thought so, but I really want to keep you close to me.”
Tanpa sadar, Jeongguk sudah meraih tangan Taehyung dari puncak kepalanya dan menggenggamnya erat. Taehyung seperti tahu gestur itu, ia dengan sigap membalas genggaman Jeongguk erat. Ia meyakinkan Jeongguk bahwa ia tidak akan 'pergi' dalam waktu dekat. Justru sebaliknya, Taehyung rasanya ingin selalu berada didekat Jeongguk. Taehyung ingin Jeongguk mengizinkan dirinya untuk mencintai pria itu dengan sepenuh hati.
Taehyung akhirnya menghela napas lega sambil memandangi Jeongguk, sambil tanpa henti mengelus pelan buku-buku jari Jeongguk dengan ibu jarinya. “I will always be there for you, Jeonggukie. I promise, okay? I'm planning to stay for a long time, tho. Lo jangan khawatir. Ya?”
“Iya, Tae. Jangan pergi dari gue, ya?” Pinta Jeongguk pelan.
“I won't. I promise.”
;
*PDKT = pendekatan