Case closed

Taehyung rasanya ingin ditelan bumi saat ini juga. Bulu kuduknya meremang, bibirnya merah hampir luka akibat terlalu lama digigit. Ia tidak bisa berteriak di tengah keramaian seperti ini. Semesta rasanya benar-benar mempertemukan semua orang yang pernah menjadi masa lalunya di Jepang, ya? Belum 'pulih' benar dari kenyataan bahwa kakak perempuannya ingin bertemu dengannya, di Jepang, ditambah dengan kehadiran sosok yang sudah ia buang jauh-jauh dari memorinya beberapa hari lalu, berdiri tepat di depannya. Memang jaraknya tidak terlalu dekat, tentu melibatkan Jimin karena sahabatnya itu sudah berdiri di depannya, menghadang Bogum untuk mendekat. Sedangkan Jeongguk hanya berdiri di sampingnya dan menggenggam tangan Taehyung cepat. Taehyung merasakan genggaman Jeongguk perlahan mulai mengeras, tangannya gemetar. Ia hafal betul, Jeongguk akan seperti ini jika ia sedang marah.

Bogum terlihat sangat berbeda dengan yang dulu Taehyung ingat. Well, sudah enam tahun lamanya Taehyung tidak mengetahui kabarnya dan rupanya seperti apa. Bogum terlihat mengenakan kacamata baca, tinggi badannya melebihi Jeongguk dan Taehyung. Gaya berpakaiannya bisa dibilang cukup menarik; pakaiannya cukup sesuai dengan cuaca siang ini, tidak tabrak asal sana-sini yang membuat sakit mata. Paras Bogum memang dapat dikategorikan menarik dan tidak membosankan, setidaknya cukup membuat sebagian besar orang yang melihatnya akan benar-benar menoleh. Namun sayang, hatinya dan kepribadiannya, tidak akan pernah berubah menurut kacamata Taehyung. Kesan Bogum cukup membuat Taehyung selalu sakit perut jika mengingatnya.

Saat Bogum akhirnya mengangkat tangannya untuk melambaikan tangan pada mereka dan membuka suara, rasanya Taehyung ingin menutup matanya dan kedua telinganya saat itu juga. Bertemu dengan Bogum di Jepang seperti ini saja ia sudah mual, apalagi mendengar suaranya dan melihat senyum lebarnya yang dahulu sempat membuat Taehyung jatuh cinta? Rasanya ia ingin lari saja sekarang.

“Halo, adik manis. What kind of fate is this?” Sapa Bogum ramah sambil menyunggingkan senyum lebarnya.

Taehyung mendengar Jimin menanggapi Bogum dengan berbisik lirih “the fuck” dan mendengus kasar, sedangkan ia merasakan Jeongguk benar-benar menegang, khawatir sebentar lagi kekasihnya itu melepaskan genggamannya dan berakhir dengan melayangkan tinju ke wajah Bogum. Gila memang, berani-beraninya Bogum memanggilnya dengan sebutan yang membuat Taehyung sendiri ingin muntah? Ia meringis dan menghela napas kasar, berusaha untuk bersikap biasa saja, menunjukkan pada Bogum bahwa panggilan itu tidak akan mempengaruhinya sama sekali.

Jeongguk dengan cepat membalas sapaan Bogum pahit. “What the hell are you doing here? Aneh banget bisa-bisanya ketemu lo di Tokyo yang seluas ini. Bahkan di Jepang.” Taehyung hanya bisa tersenyum simpul dan tertawa dengan nada mengejek. Ia tidak pernah membayangkan akan bertemu dengan Bogum di sini, lengkap bersama Jeongguk dan juga Jimin. Tidak sekalian saja mereka bertiga juga berpapasan dengan kak Yoona, supaya hari Taehyung menjadi semakin buruk?

Mendengar tanggapan dari Jeongguk, Bogum hanya tersenyum simpul sambil menunduk, menggelengkan kepalanya pelan, lalu mengangkat kepalanya lagi. Sepertinya ia benar-benar menikmati pertemuan ini, ya?

Fancy seeing you here as well, Jeongguk. Apa kabar? Seperti baru kemarin ya, kita bertemu di Aetig?” Bogum tersenyum penuh arti, yang Taehyung tahu persis itu adalah palsu. Entah apa yang Bogum harapkan dengan membahas pertemuannya dengan Jeongguk di Aetig. Sepertinya Bogum berharap akan ada perdebatan, mengira Jeongguk tidak bercerita pada Taehyung mengenai pertemuannya. Ia rasanya sudah kenyang jika harus mengingat lagi pertengkarannya dengan Jeongguk beberapa waktu lalu yang sangat dramatis, karena Bogum.

Fancy, my ass. Lo ngikutin kita ke Tokyo?” Jeongguk menjawab cepat dan mendengus, sudah melepaskan tangan Taehyung dari genggamannya. Leher Jeongguk terlihat memerah, seperti sudah menahan amarah yang ingin ia lampiaskan sekarang juga karena sikap Bogum saat ini.

Taehyung dengan sigap menarik lagi tangan Jeongguk dan mengelusnya pelan, berusaha untuk menenangkan kekasihnya yang rasanya, kalau mereka tidak sedang di negeri orang, Jeongguk pasti sudah melakukan sesuatu yang akan disesalinya. Ia tahu, emosi Jeongguk sangat sulit diatur, moodnya yang bisa berubah turun naik seperti rollercoaster membuat Taehyung khawatir. “Ggukie... tenang dulu,” bisik Taehyung di telinganya. Jeongguk rasanya seperti satu bongkah es batu saat ini dan seketika Taehyung adalah matahari yang benar-benar terik. Kedua bahunya yang tegang akhirnya lemas dan Jeongguk menghela napas berat.

Bogum menjawab dengan menggeleng sambil menaikkan alisnya sebelah, mengulum senyum mengejek yang membuat Taehyung kesal. “Business trip. Kalian liburan?” Bogum bertanya, mengarahkan tatapan matanya pada Jimin, tidak menghiraukan Taehyung dan Jeongguk yang sedang menatapnya dengan kilat amarah.

Seketika Jimin mengangkat bahu, berusaha untuk tidak menjawab pertanyaan seseorang yang sudah membuat masa lalu Taehyung cukup 'suram' dalam hal percintaan. Sekeras apapun Jimin berusaha, ia tidak tahu apa yang sahabatnya sebenarnya rasakan. Ia hanya bisa menjaga sebatas yang ia mampu. Jimin rasanya malas jika harus menanggapi pertanyaan basa-basi Bogum, yang ia tahu akan lari ke mana pembicaraan ini.

“Menurut lo aja, lah. Emang kelihatan kita lagi field trip dari sekolah? Please, deh, pertanyaan lo,” jawab Jimin cepat, sambil memutar kedua bola matanya. Taehyung sebenarnya ingin segera memotong pembicaraan mereka, karena jujur saja, pertemuan mereka dengan Bogum sudah menghabiskan waktu sepuluh menit. Dan menurut Taehyung, sepuluh menit saat berada di Jepang sangatlah penting. Bogum membuang sepuluh menit dari waktu liburan mereka untuk hal yang sia-sia.

Tidak mendapat jawaban langsung dari Bogum, akhirnya Taehyung membuka suara, berdeham sebelumnya, tidak ingin terdengar kecil di depan Bogum. “Bogum. Iya kita ke sini liburan. Can you cut it short? You really wasted our time for nothing for ten minutes now.” Taehyung menjawab dengan berani. Ia tidak akan membiarkan Bogum merusak liburannya. “Ada yang bisa dibantu? Kalau nggak, we really have tight schedules and we are in hurry,” sambung Taehyung lagi, kali ini dengan tegas.

Taehyung menyadari Jeongguk menoleh ke arahnya dan mengulum senyumnya; senyum bangga pada Taehyung karena telah membuat Bogum diam seribu bahasa kemudian. Taehyung memperhatikan Bogum yang membalasnya dengan tertawa kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang Taehyung tahu persis tidak gatal. Sedang Jimin yang berdiri di samping Taehyung hanya bisa menunduk dan menutup mulutnya, menahan tawa yang sebentar lagi akan meledak.

Jeongguk hendak melangkahkan kaki ke dalam gerai Apple dan menarik tangan Taehyung, saat tiba-tiba mendengar Bogum akhirnya membalas dengan suara pelan. “Taehyung, apa gue bisa minta waktu sebentar? Untuk... I don't know, talk? Sebentar saja. Gue rasa lo butuh penjelasan dari gue.” Bogum akhirnya berbicara dengan nada meminta pada Taehyung.

Apa Bogum sudah gila? batin Taehyung.

Please? Ten minutes tops, and I will leave your life forever,” sambung Bogum lagi, menatap Taehyung yang sedang melihat ke arah Bogum dengan tatapan aneh dan tidak nyaman.

Beberapa waktu lalu, Taehyung masih ingin bertemu dengan Bogum, mendengar penjelasan versinya, dan mengambil kesimpulan sendiri. Entah, rasanya menurut Taehyung tidak adil jika ia tidak mengetahui sisi Bogum. Saat itu.

Sekarang? Rasanya ia sudah tidak ingin. Nasi sudah menjadi bubur, dan bubur itu sudah basi. Semua sudah terlambat, Taehyung sudah berdamai dengan masa lalunya. Ia tidak ingin mengungkit-ungkit hal ini lagi. Ia sudah akan bahagia. Apa Taehyung perlu mendengar penjelasan Bogum? Apa yang seharusnya ia lakukan sekarang?

Belum sempat menjawab, Jeongguk sudah menarik tangan Taehyung, melangkah menjauh dari Bogum. Jimin yang sedang menggandeng tangan Taehyung pun akhirnya ikut tertarik menjauh dari tempat itu. Taehyung mengernyit dan membatin, Jeongguk pasti tidak akan memperbolehkan mereka bertiga berbicara. Ya, bertiga. Taehyung akan meminta Jimin untuk menemaninya.

Setelah melangkah agak jauh sekitar sepuluh meter, Jeongguk akhirnya menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Taehyung. Kekasih Jeongguk itu meraih kedua tangan Taehyung dan menatapnya lekat. “Sayang, kamu sudah tahu jawabannya? Kalau kamu mau, nggak apa. I will give you time to—”

Are you kidding?” Taehyung memotong Jeongguk cepat.

Jeongguk mengerjapkan matanya, terkejut. “—What?”

“Ggukie, do you even listen to yourself? What makes you think I still want to talk to him?” Taehyung membalas Jeongguk dengan nada kesal. Apa kekasihnya itu benar-benar masih menganggap bahwa dirinya akan tetap mengiyakan tawaran Bogum jika diajak berbicara seperti ini? Taehyung lalu menghela napas kasar dan melepas tangan Jeongguk dan melipatnya kemudian di depan dadanya.

Jimin yang mendengar Jeongguk dan Taehyung akan berdebat, memutar kedua bola matanya dan melihat ke arah Bogum. Terlihat pria itu tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah mereka. Jimin yang melihatnya hanya mengernyit lalu memalingkan wajahnya lagi.

Sial, sepertinya dia benar-benar menikmati situasi ini sebagai tontonannya, pikir Jimin.

Mengambil napas panjang dan menghelanya kemudian, Jeongguk akhirnya menjawab Taehyung dengan panjang lebar. Ia mencoba meyakinkan Taehyung. Walaupun sebenarnya Jeongguk tidak ingin Taehyung bertemu apalagi berbicara dengan Bogum, namun ia merasa ini adalah yang terbaik. Jeongguk berpikir, lebih baik Taehyung mengambil kesempatan yang diberikan oleh semesta agar semuanya segera berakhir. Jeongguk ingin Taehyung segera bahagia, tidak tersangkut oleh masa lalunya itu.

“Taehyung sayang, dengar aku dulu, okay? Alasan kenapa aku mempersilahkan kamu untuk bicara dengan Bogum adalah karena ini kesempatan yang aku pikir hanya datang sekali. Aku tahu, mungkin kamu memang benar-benar sudah berdamai dengan masa lalu. Tapi, apa kamu tetap nggak ingin tahu dari sisi Bogum?

“Sayang, aku hanya berharap kamu segera bahagia, nggak melulu dihantui pikiran dan andai-andai kamu. Karena menurut aku, kamu pun berhak untuk tahu ada apa sebenarnya.” Jeongguk mengambil napas, sambil mengelus pelan pipi Taehyung yang sedang ditangkupnya. “Kalau kamu memang benar-benar nggak mau, ya sudah, aku nggak akan maksa. We will tell him that we really have to go. Tapi kalau kamu memang berubah pikiran, I will let you three talk. Aku nggak akan ikut, because it's about your past. You and Jimin's.”

Jimin yang mendengar namanya disebut hanya bisa membalas dengan tatapan yakin dan mengangguk mantap. Jeongguk tahu bagaimana Jimin masih diselimuti rasa bersalah karena tidak bisa 'melindungi' hati sahabatnya enam tahun lalu. Namun jika memang Taehyung tidak ingin sama sekali, Jeongguk tidak akan memaksa. Bahkan ia tidak akan mengungkit soal Bogum lagi mulai dari sekarang.

Taehyung terlihat sedang berpikir sambil memegang tangan Jeongguk, memainkan cincin silver yang tersemat di jari kekasihnya itu. Jeongguk tidak peduli dengan Bogum. Laki-laki itu pasti akan menunggu. Bertemu secara tidak sengaja dengan Taehyung di Jepang mungkin malah menjadi kejutan durian runtuh untuknya.

Setelah sekitar lima menit berpikir keras, menimbang-nimbang akan apa yang harus ia pilih dan lakukan, Taehyung akhirnya mengangkat kepalanya dan menghela napas.

“Oke, Ggukie. Aku akan bicara dengan Bogum.”

Bogum melangkah memasuki pintu kafe kecil yang terletak tidak jauh dari tempat dirinya dan Taehyung bertemu. Kafe itu terletak di lantai dua sebuah gedung kecil, terukir logo botol berwarna biru, ciri khas dari coffee shop itu. Seharusnya ia sudah sampai di tujuan dua puluh menit yang lalu. Namun bagaimana ia bisa menolak jika dipertemukan dengan sepasang sahabat dan kekasih Taehyung tepat di depan gerai Apple beberapa waktu lalu? Kesempatan emas dan cukup aneh untuk Bogum. Ia tidak akan menyia-nyiakannya.

Setelah mempersilahkan Taehyung dan Jimin memilih tempat duduk dan menanyakan pesanan mereka, Bogum segera melangkahkan kaki ke arah bar dan menyapa barista dengan ramah. Bogum bersyukur, suasana kafe hari ini sangat tenang, padahal ini hari Minggu. Memang biasanya, kafe ini akan ramai saat sore menjelang malam. Benar-benar pas, pekik Bogum senang dalam hati.

Membutuhkan waktu lima menit untuk menunggu barista itu membuat pesanannya, akhirnya Bogum berjalan ke arah meja mereka, lengkap dengan tiga gelas minuman di tangan, sambil tersenyum kikuk. Bogum merasa gugup, padahal dirinya sendiri yang mengajak Taehyung dan Jimin untuk bicara dengannya, tanpa tahu apa yang akan terjadi sepuluh menit dari sekarang. Ia hanya berharap, semoga mereka tidak akan membuat keributan.

Here you go,” kata Bogum saat sampai di meja mereka, meletakkan tiga gelas kertas tersebut dan mengambil duduk di seberang Taehyung dan Jimin yang duduk berdampingan. Wajah Jimin tegang, pun dengan Taehyung yang sedari tadi terlihat sedang fokus dengan layar handphonenya.

Thanks,” kata Jimin singkat, yang dibalas oleh Bogum dengan satu anggukan.

Bogum mengambil duduk dengan nyaman, mengeluarkan handphonenya yang ada di saku celananya dan melepaskan sling bagnya, menaruh benda itu di kursi yang ada di sampingnya.

“Jadi, lo mau ngomong apa, Bogum?” Taehyung bertanya tanpa tedeng aling-aling. Singkat, padat, jelas. Ia tidak ingin berlama-lama duduk di satu ruangan, bahkan duduk semeja dengan masa lalunya yang membuat lidahnya seketika pahit. Taehyung tidak pernah menyangka, seumur hidupnya akan bertemu dengan Bogum; melafalkan namanya lagi sambil menatap kedua manik hitam itu, lagi.

Please slow down a bit, will you, Tae?” Jawab Bogum tersenyum, lalu meraih gelas minumannya dan menyeruput kopi panas itu pelan.

Don't ever call me Tae again, Bogum. It's Taehyung for you,” balas Taehyung cepat dan pahit. Ia tidak ingin bicara basa-basi dan bertele-tele. Taehyung ingin segera mendengar penjelasan Bogum. Kabarnya seperti apa, saat ini kehidupannya seperti apa, Taehyung tidak mau tahu. Ia pun tidak ingin memberitahu tentang dirinya pada Bogum.

Just cut the crap and tell us, everything, will you?” Potong Jimin sambil melipat kedua tangannya di dada. Rahangnya mengeras. “Waktu kita nggak banyak untuk dengar cerita lo, Bogum. So, let's speak.”

Bogum tertawa nanar, meletakkan gelas minumannya di meja dan menarik napas panjang.

Yeah, okay, dude. Jadi, sebenarnya.....”

Selama Bogum berbicara, Taehyung hanya sesekali mengerjapkan kedua matanya, menahan napasnya dan menggelengkan kepalanya. Sedang Jimin beberapa kali terdengar mengumpat sambil berbisik. Taehyung tahu Bogum bisa mendengar responnya dan Jimin, namun ia tidak peduli. Semua yang Bogum ceritakan akhirnya melengkapi puzzle yang beberapa bulan ini dirangkai didalam kepala Taehyung. Cerita yang Bogum beberkan akhirnya menjadi pelengkap cerita Jaebeom saat bertemu dengan dirinya dan Jimin saat di kafe Haru. Taehyung masih mengingat jelas akan beberapa bagian yang rasanya hilang dan janggal.

Saat mendengar penjelasan Bogum, Taehyung rasanya ingin muntah dan marah. Bagaimana dengan Jimin? Tentu Taehyung harus menahan tangan Jimin beberapa kali jika ia tidak ingin isi minumannya sendiri melayang mengguyur sekujur tubuh Bogum. Tidak. Taehyung tidak ingin membuat keributan dan menjadikan dirinya dan Jimin seperti orang yang tidak tahu etika.

Bogum menceritakan bagaimana semua taruhan itu bermula, bagaimana Luna—entah siapakah perempuan itu, Taehyung dan Jimin tidak tahu—membuat hidup Taehyung berantakan seperti gelas porselen yang pecah. Sebenarnya, Taehyung merasa cerita Bogum barusan tidak masuk akal, sama sekali. Hanya karena hubungan Bundanya dengan rekan kerjanya yang tidak berhasil, yang ternyata menjadi momok, sumber 'pahit'nya masa lalu Taehyung. Ia berusaha mencerna semua cerita Bogum, yang ia sendiri tidak tahu kebenarannya.

Namun Taehyung masih ingat dengan jelas, perbedaan jika Bogum memang jujur atau berbohong. Selama lima belas menit laki-laki itu menjelaskan, Taehyung tidak menemukan sorot kebohongan sedikitpun dari Bogum. Taehyung pun sejak tadi berusaha memasang-masangkan potongan cerita Bogum dengan puzzle cerita dari Jaebeom yang masih ia ingat dengan jelas. Lalu akhirnya Taehyung mengambil kesimpulan dan berharap, ia tidak akan bertemu dengan Luna, saudara sepupu Bogum yang membuat masa lalunya suram. Hell, Taehyung tidak bisa membayangkan apa jadinya jika ia dan Jimin bertemu dengan perempuan itu.

Can you both please say something?” Bogum berkata, membuyarkan lamunan Jimin dan Taehyung yang masih berusaha untuk mencerna cerita Bogum.

Taehyung akhirnya menegakkan duduknya, menghela napas dan menatap kedua mata Bogum lekat. Ia sebenarnya lega, seluruh pertanyaan Taehyung sejak enam tahun lalu, semuanya benar-benar terjawab lewat cerita Bogum. Ia tidak lagi ragu, tidak lagi berandai-andai, dan yang terpenting, Taehyung tidak lagi merasakan 'pahit' dalam hatinya.

“Bogum, jujur, gue benar-benar nggak tahu harus menanggapi apa. Semua sudah jelas. Gue hanya berterima kasih akhirnya lo sudah menjelaskan ke gue dan Jimin. Gue rasa, nggak ada lagi yang harus gue ucapkan selain terima kasih. Enam tahun memang lama, tapi lebih baik seperti ini daripada tidak sama sekali.” Taehyung menjawab mantap dan tegas, tanpa ada jeda, tanpa terbata-bata. Jauh didalam hatinya, Taehyung merasa bersyukur hari ini dipertemukan dengan Bogum. Benar kata Jeongguk, hanya dengan sepuluh menit, ia sudah bisa menemukan jawaban atas pertanyaan yang dimilikinya.

Apakah Taehyung akan melupakannya dalam waktu dekat? Tentu tidak. Cerita Bogum benar-benar membuatnya terkejut dan tidak habis pikir. Namun ia tidak ingin menunjukkannya di depan Bogum. Ia tidak ingin Bogum tahu bahwa kejadian ini membuatnya trauma dan sempat meragukan Jeongguk.

“Tapi, Bogum, cerita lo membuat gue sadar dan yakin, bahwa sebenarnya, pada dasarnya lo memang pengecut. Entah apa yang ada di pikiran lo saat itu, tapi gue berusaha untuk nggak kembali ke sana. Buruk. Gue lebih baik memikirkan masa depan gue, bagaimana gue dikelilingi orang-orang yang memang sayang sama gue, dan mencintai gue tanpa alasan. Gue bersyukur Jimin ada di samping gue, dan Jeongguk... dia datang di kehidupan gue, membukakan mata gue bahwa sebenarnya, lo, Bogum, benar-benar nggak pantas untuk menjaga hati gue,” sambung Taehyung kemudian, yang membuat Bogum benar-benar menundukkan kepalanya.

Taehyung mendengar laki-laki itu menangis. Taehyung tidak peduli. Ini adalah perasaannya. Ia berhak egois, sekali saja.

Jimin yang sedari tadi diam lalu meraih tangan Taehyung yang sedang gemetar, berusaha menenangkan sahabatnya, sekaligus memberikan dukungan padanya karena telah berani menumpahkan seluruh kepahitan hatinya pada Bogum. Menurut Jimin, Bogum pun pantas mendapatkan kejelasan dan akibat atas apa yang ia lakukan enam tahun lalu.

“Gue anggap masalah kita berdua sudah selesai. Case closed, Kak. Gue harap lo bisa bahagia dengan hidup lo sendiri. Tolong menghindar kalau lo merasa hubungan lo akan lo bangun dengan fondasi kebohongan. Cobalah introspeksi diri lo. Gue yakin lo nggak bodoh kok, untuk menyadari hal semacam itu.” Jelas Taehyung, memberikan ketok palu bahwa kisah mereka berdua benar-benar selesai.

Taehyung ingin mengakhiri dan mengubur—bahkan membakar chapter kisah cintanya yang benar-benar ingin dia lupakan.

Pelajaran berharga untuknya, untuk tidak cepat jatuh cinta terhadap seseorang yang ia lihat indahnya hanya dari luar.

Ia akhirnya menarik napas dan menghelanya dengan lega. Rasanya beban yang selama ini ia simpan rapat-rapat di hatinya akhirnya terangkat. Taehyung rasanya ingin menangis bahagia, berlari ke pelukan Jeongguk dan menangis bersama.

Akhirnya. Akhirnya selesai juga.

Setelah mengucapkan terima kasih pada Bogum, Taehyung beranjak berdiri dari duduknya dan memberi sinyal pada Jimin untuk segera pergi dari kafe itu. Ia akan membiarkan Bogum merenung sendiri di sini. Ia tidak akan berlama-lama bernapas satu ruangan dengan Bogum. Ia ingin Jeongguk. Ia butuh Jeongguk.

Taehyung menghentikan langkah kakinya saat merasakan Bogum menggengam pergelangan tangannya. Ia menoleh kemudian, melihat wajah Bogum yang sudah merah akibat menangis.

“Gue minta maaf, Taehyung. I am so sorry for everything,” kata Bogum lirih sambil menatap mata Taehyung, untuk terakhir kali. Taehyung sudah menegaskan pada Bogum bahwa ia tidak ingin bertemu lagi dengannya.

Mendengar Bogum, Taehyung hanya tersenyum simpul dan menjawab singkat.

I have already forgiven you long time ago, Kak. But yeah, I am sorry for myself too.”