Dengan Bunda.
“Bye, sayang. Nanti aku chat kamu, ya. Jangan tidur malem-malem. Jangan ngobrol aja sama Jimin. Kalian kalau ngobrol, ‘kan, udah kayak nggak kenal waktu. Oke, Tae?” Jeongguk berjalan pelan beriringan dengan Taehyung ke arah teras rumahnya. Taehyung hanya menjawab ‘ya, Ggukie’ sambil tersenyum dan memegangi tangan Jeongguk di sampingnya.
Sore tadi, Taehyung sedang duduk di lapangan sekolah dengan Jeongguk—ia berjanji mengantar Taehyung pulang hari ini. Ia pun tidak keberatan; berpikir lumayan, berharap semoga mendapat referensi foto sambil menunggu Taehyung. Sampai tidak berapa lama kemudian, Taehyung mendapat pesan dari Bunda Kim bahwa beliau pulang cepat karena tidak enak badan. Taehyung langsung tergesa-gesa membereskan barangnya dan mengajak Jeongguk untuk segera pulang. Mengirim pesan singkat pada Jimin bahwa Bunda mengundangnya makan, akhirnya mereka bertiga sudah di perjalanan pulang dua puluh menit kemudian.
Makan malam yang di-host oleh Bunda hari ini cukup membuat mood Bunda membaik. Beliau yang sedari Taehyung sampai di rumah tadi hanya duduk di sofa, lalu pindah untuk menyantap makan malam di meja, dan tidak banyak bicara. Hanya sesekali tersenyum dan menyuguhi makanan untuk anaknya, Jeongguk, dan Jimin. Mungkin Bunda sedang banyak pikiran, batin Taehyung tadi.
Namun, beberapa menit kemudian, Jimin memulai pembicaraan dengan Bunda—soal Mama Park yang ingin berkunjung ke rumah keluarga Kim untuk memasak bersama. Mendengar pembicaraan itu, Jeongguk akhirnya menimpali dengan keinginan yang sama dari Mama Jeon. Hal ini membuat mood Bunda sedikit membaik, ditambah dengan obrolan Taehyung dan Jeongguk yang membuat Bunda kaget—dengan reaksi positif.
“Sayang, maaf, boleh tolong ambilin tisu itu di depan kamu? Ada yang jatuh di taplak meja nih, Tae. Tisu punyaku udah kotor. Maaf ya Bun, jadi ngotorin meja Bunda.” Jeongguk lalu kaget, tidak sengaja memanggil Taehyung dengan panggilan sayangnya.
Taehyung yang tidak sadar bahwa Bundanya sudah melihat ke arah Taehyung dan Jeongguk dari tadi, hanya mengangguk dan mengambilkan tisu untuk Jeongguk. Jimin menyadari bahwa Bunda terlihat kaget namun tetap tenang, akhirnya mengajak Bunda mengobrol hal lain lagi untuk mengalihkan perhatiannya.
—
Setelah Jeongguk pamit pulang berbekal kecupan manis di kedua pipinya dari orang kesayangannya, akhirnya Taehyung masuk ke rumah dan berjalan ke arah kamarnya. Mengganti bajunya dengan piyama favorit pemberian Jeongguk, akhirnya Taehyung merebahkan tubuhnya di kasur. Jimin yang sedari tadi sedang mandi, berteriak dari dalam kamar mandi Taehyung.
“Te, pinjem handuk ya. Ini gue ambil yang baru di nakas sebelah bathtub.” Taehyung yang sedang rebahan di kasur sambil membaca berita di Twitter hanya menjawab ‘iya’ dengan keras supaya sahabatnya itu mendengar, lalu mengalihkan fokusnya lagi pada aplikasi burung biru itu.
Taehyung terlalu fokus pada layar handphonenya; tidak menyadari bahwa Bundanya sudah mengintip dari balik pintu kamarnya sambil tersenyum melihat anaknya sedang dalam posisi tengkurap sambil menggerak-gerakan kakinya.
“Taehyung, sayang, Bunda boleh masuk?” panggil Bunda membuyarkan fokus Taehyung. Yang dipanggil langsung menoleh dan menyunggingkan senyum kotaknya.
“Bundaaa, boleh lah. Bentar Tae suruh Jimin keluar dari kamar mandi yang appropriate dikit. Dia lagi mandi udah lama banget. Sambil nongkrong kayaknya,” kata Taehyung asal sambil beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah kamar mandi. Berbisik pada Jimin—memberitahu bahwa Bunda ada di kamarnya, akhirnya Taehyung menghampiri Bunda yang sedang duduk di sisi kanan kasur.
“Ada apa nih Bunda, tumben banget nyamper ke kamar Tae. Biasanya Tae yang ke kamar Bunda.” Taehyung bertanya dengan nada bercanda pada Bunda, yang dibalas dengan usapan lembut pada kepala Taehyung. Bunda menarik tangan Taehyung untuk menaruh kepalanya di pangkuannya. Udah lama nggak begini sama Bunda, batin Taehyung senang.
Ia rindu dengan segala afeksi yang selalu Bunda berikan; sebelum Taehyung akhirnya sibuk dengan kegiatannya di sekolah dan kesibukan Bunda dengan pekerjaannya. Kasih sayang yang diberikan Bunda dan Taehyung satu sama lain tidak pernah berhenti maupun berkurang. Hanya saja, mereka terkadang terlalu fokus pada dunianya masing-masing, sehingga lupa bahwa ada individu penting lainnya yang harus diperhatikan.
“Nggak apa, Bunda cuman kangen sama Taehyung. Memangnya nggak boleh, Nak?” Bunda menjawab sambil menyisir rambut Taehyung yang tebal. Sebagai anak kedua dari dua bersaudara yang berjarak cukup jauh, Taehyung bersyukur seluruh perhatian Bunda selalu berpusat padanya. Bond antara dirinya dengan Bunda semakin menguat dengan fakta bahwa sejak enam tahun lalu, ia hanya hidup berdua dengan Bunda.
Papa Kim bekerja di luar negeri bersama kakak perempuan Taehyung dan suaminya. Bisnis Papa Kim yang berkembang sangat pesat menuntut beliau untuk mengekspansi hingga ke luar negeri. Kakak perempuan Taehyung pun akhirnya memutuskan untuk ikut membangun bisnis dengan Papa Kim.
Masih teringat jelas saat itu, Papa Kim mengajak Taehyung dan Bunda Kim ikut serta pindah dari sekolahnya untuk menjalani kehidupan baru di negara lain. Namun, menurut Taehyung saat itu, syarat Papa Kim sangat tidak masuk akal. Karena hal itu, Taehyung mengamuk dan memutuskan untuk tidak berbicara dengan Papa, Bunda, dan Kakak perempuan Taehyung selama tiga hari. Taehyung kesal; pemberitahuan mendadak dari Papa Kim membuat Taehyung menangis hebat dan membanting pintu kamarnya.
Taehyung memutuskan dengan mantap bahwa ia tidak akan ikut pindah bersama dengan Papa dan kakak perempuannya.
Namun memang, saat itu Taehyung masih duduk di kelas empat sekolah dasar dan Bunda masih dengan karirnya yang sedang melejit sebagai Desainer—mereka berdua tidak mungkin ikut dengan Papa Kim dan Yoona untuk pindah. Sesungguhnya, ada alasan lain yang sebenarnya membuat Taehyung menyesal sampai sekarang. Akan tetapi, ia sekaligus bersyukur. Taehyung yakin, rasa bersyukurnya jauh lebih besar daripada penyesalannya.
“Boleh dong, Bunda. Tapi pasti Bunda ada sesuatu yang mau diomongin sama Tae, deh,” tebak Taehyung sambil menoleh ke arah Bunda.
“Peka amat deh anak Bunda sekarang. Biasanya dulu waktu sama Kak Yoona, kamu cuek banget.
“Taehyung, kamu sekarang sama Gguk gimana hubungannya? Udah deket ya?” tanya Bunda sambil menatap kedua mata kecil milik Taehyung. Pertanyaan Bunda menimbulkan kerutan bingung di kening Taehyung. “Hmm, deket ya gitu, Bun. Iya memang kita jadi lebih deket sih sekarang. Kayak pacaran tapi nggak pacaran? Gimana ya Bun, gitu deh. Emang kenapa, Bun?” Taehyung bertanya sambil menghadap ke arah Bunda.
“Nggak apa, sayang. Tadi Bunda denger Gguk manggil Taehyung dengan panggilan ‘sayang’ gitu. Bunda kok nggak tau cerita apa-apa, ya…” tanya Bunda dengan nada yang gantung sambil mencolek pipi kenyalnya.
Taehyung yang akhirnya sadar dengan situasi yang dimaksud oleh Bunda, akhirnya memposisikan tubuhnya untuk duduk di samping Bunda sambil terbelalak. Terlihat semburat merah muda di kedua pipi Taehyung.
“Ih, Bunda denger?” kata Taehyung malu-malu. Bunda hanya tertawa dan mencolek pipi Taehyung lagi, lalu Taehyung menyambung. “Ggukie sih, Bun, yang pertama manggil sayang gitu. Tapi Tae baru berani beberapa hari lalu… Setelah beberapa tahun akhirnya Tae tau, Bun. Taehyung sayang, Bun, sama Ggukie.
“Bunda… nggak apa-apa, ‘kan?”
Bunda yang mendengar jawaban dari Taehyung mengernyitkan keningnya lalu menjawab Taehyung dengan nada seperti ada perasaan bingung dan kecewa disana. Jauh di dalam hatinya, beliau hanya takut salah bicara.
“Sayang, maksud kamu apa? Kok kamu nanya Bunda seperti itu?”
Taehyung yang mendengar jawaban Bunda seperti itu, langsung cepat-cepat meraih tangan Bunda. “Bun… Taehyung salah tanya, ya? Bunda marah?” tanya Taehyung hati-hati. Bunda menghela napas pelan. Sebelum beliau menjawab pertanyaan anaknya, Jimin keluar dari kamar mandi dengan handuk di tangannya. Sahabatnya itu seperti bisa merasakan pula tension antara Bunda dan Taehyung, maka dengan langkah cepat, Jimin melangkah keluar sambil menyambar handphone nya yang ada di nakas sebelah tempat tidur Taehyung.
Setelah Jimin menutup pintu pelan, Bunda akhirnya menjawab pertanyaan Taehyung. “Lho… Bunda nggak marah, sayang. Bunda hanya bingung aja, kenapa Taehyung tanya begitu.” Bunda masih mengelus pelan tangan Taehyung sejak tadi ia bertanya apakah Bundanya marah padanya.
“Apa kamu tanya begitu karena kejadian dulu dengan Bogum?”
Pertanyaan Bunda menohok tenggorokan Taehyung. Rasanya isi buku diary milik Taehyung dengan Jimin sebentar lagi akan selesai dibaca olehnya dengan bantuan Bunda. Lembaran kenangan berisi cerita cinta dan kasih kasmaran Taehyung berakhir dengan remasan dan corat-coret kekecewaan. Taehyung hanya bisa menunduk dan memainkan gelang di pergelangan tangannya sambil menunggu Bunda meneruskan kata-katanya.
“Sayang, Bunda itu sudah kenal Gguk dari beberapa tahun lalu. Bunda bisa lihat perbedaan diantara mereka berdua—Gguk dan Bogum. Bunda ingat persis kejadian di mana kamu menangis meraung-raung ke Bunda, karena tiba-tiba Bogum meninggalkan kamu dengan alasan yang bodoh menurut Bunda. Maaf kalau Bunda kelewatan, tapi itu yang Bunda rasakan.
“Taehyung, saat Bunda kenal Gguk, Bunda memang khawatir—khawatir terhadap kenyataan bahwa kamu pernah cukup sakit hati dengan Bogum yang berteman dekat dengan kamu hanya untuk main-main. Dan Bogum lebih memilih pride-nya ketimbang hati kamu.
“Memang, mereka masih kecil. Tapi mereka nggak mikir, bahwa orang yang mereka ‘kerjai’ akan memiliki trauma seperti kamu sampai sekarang ini.
“Saat Papa ada keputusan untuk pindah ke luar negeri, Bunda memang kecewa dengan Papa, karena syarat Papa akan memperbolehkan kamu ikut pindah adalah dengan memutuskan hubungan kamu dengan Bogum. Padahal kamu sudah bersemangat, kita akan pindah ke Jepang—tempat yang ingin kamu kunjungi sedari kecil. Kamu ngambek, kamu marah, kamu nggak mau ngomong sama kami, bahkan ke Kakak.
“Kamu akhirnya benar-benar tidak mau pindah, walaupun itu memupuskan impian kamu untuk tinggal disana, karena kamu suka dan terlanjur sayang dengan orang itu. Walaupun akhirnya beberapa kali Bunda dan kamu berkunjung untuk menengok Papa dan Kakak, tapi menurut kamu selalu tidak cukup. Bunda bisa lihat itu, Nak.
“Maka itu, waktu sore itu kamu pulang ke rumah dengan nangis-nangis ke Bunda, rasanya Bunda gagal menjaga hati kamu. Walaupun Bunda tahu, itu adalah tanggung jawab kamu sendiri. Tapi sayang, Bunda selalu di sini; di rumah ini, di samping kamu, tapi Bunda nggak pernah tahu isi hati kamu.
“Bunda nggak terima, Taehyung. Bunda marah saat itu, saat tahu bahwa anak Bunda dan Papa dikerjai dengan alasan rendah seperti itu. Tapi Bunda pun kecewa terhadap diri Bunda sendiri. Bunda yang sehari-hari dengan kamu, tidak peka terhadap apa yang lagi anak Bunda rasakan saat itu. Bunda jarang tanya kamu hari itu bahagia atau tidak, Bogum memperlakukan kamu baik atau tidak.
“Tapi setelah berapa lama setelah kejadian itu, Gguk datang; dengan segala kelebihan dan sisi positifnya, mengenalkan dirinya ke kamu di mobil antar jemput itu. Setelah tangisan kamu dulu, akhirnya kamu bisa perlahan-lahan bangkit lagi, tersenyum barang sedikit, tertawa lagi, dan Gguk seperti menyentuh tombol di dalam hati kamu untuk bahagia lagi. Dan Bunda menyaksikan itu semua.
“Dan Gguk memang benar-benar sayang sama kamu, Nak. Bunda tahu itu. Bunda lihat itu. God, bahkan Mas Tris bisa lihat itu, sayang. Gguk selalu mementingkan kamu dahulu, soal dirinya selalu nomor ke berapa. Bunda sering mengingatkan Gguk untuk tidak seperti itu; untuk harus menomor satu kan dirinya sendiri, orang lain kemudian. Tapi Gguk selalu hanya menjawab iya.
“Namun yang membuat Bunda yakin dengan Gguk adalah saat ia datang pagi-pagi waktu kamu pergi seharian dengan Jimin. Bunda mengobrol dengan Gguk panjang lebar soal pembicaraan malam itu antara kamu dengan dia. Kamu ingat, Nak?”
Taehyung yang mendengarnya mengernyitkan kening tanda terkejut. Ia tidak tahu apa-apa tentang hal ini.
Bunda lalu menyambung lagi, yang membuat tangisan Taehyung pecah.
“Dan kamu tahu, apa yang dia bilang sama Bunda? Gguk bilang, ‘Taehyung bahagianya Jeongguk, Bun. Of course I will be waiting’.
“Jadi, sayang, Bunda nggak apa-apa. Bunda baik-baik aja, Taehyung. Bunda tahu, Bunda bisa mempercayakan kamu sama Gguk. Karena Bunda yakin, dia sayang sama kamu melebihi dia sayang dirinya sendiri. Sudah, berhenti ragu-ragu ya, Nak. Bunda tahu, jauh di lubuk hati kamu yang paling dalam, kamu sudah yakin. Hanya kamu masih terbayang-bayang trauma kamu dengan Bogum.”
Taehyung yang mendengar penjelasan Bunda panjang lebar hanya bisa menangis terisak sambil menghambur ke arah Bunda untuk memeluk beliau. Taehyung seperti kehabisan oksigen. Ia masih terus menangis sambil membenamkan wajahnya di pundak Bunda. Bunda Kim yang melihat Taehyung menangis lalu mengecup puncak kepala Taehyung dan membisikkan kata-kata untuk menenangkan anaknya, sambil berulang kali mengusap punggung Taehyung turun naik.
Taehyung berpikir, untuk apa keraguan itu selalu muncul dari dalam pikiran Taehyung selama ini jika Bundanya bahkan sudah yakin dengan Jeongguk untuk menjaga hati Taehyung?
—